Tokoh pengganti Shinzo Abe harus mampu menangani dampak pandemi Covid-19 sekaligus melanjutkan agenda besarnya. Hanya dengan cara itu, rasanya orang akan mengenang Abe dengan sangat baik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Politik Jepang mulai memasuki babak baru setelah PM Shinzo Abe menyatakan mundur. Tugas besar yang sama menanti penggantinya, yakni menangani wabah Covid-19.
Ketika pemimpin mengakhiri masa jabatannya, orang memberi perhatian kepada apa yang diwariskannya. Ia akan dikenang positif jika memiliki pencapaian yang baik. Sebaliknya, sang pemimpin dikenang sebagai sosok tidak berhasil jika pencapaiannya buruk atau jauh dari target.
Lebih kurang hal semacam itulah yang berada di benak Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe, yang Jumat pekan lalu mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya akibat sakit. Meski demikian, ia baru mundur setelah pengganti dirinya sebagai Ketua Partai Demokrat Liberal (LDP), yang otomatis menjadi perdana menteri Jepang, terpilih pada September.
Abe mengumumkan pengunduran dirinya hanya empat hari setelah ”mencetak rekor” sebagai PM terlama tanpa henti, yakni hampir delapan tahun. Sebelum periode kekuasaannya sekarang, yang dimulai pada September 2012, Abe juga pernah menjabat PM Jepang pada 2006-2007. Pada masa pertama kekuasaannya ini, Abe pun mundur akibat penyakit terkait pencernaannya. Namun, ia bisa pulih kembali.
Penyakit itu rupanya muncul kembali, dan setelah bertemu dokter ia memutuskan mundur. Menurut Nikkei Asian Review, gejala penyakit muncul sejak Juni. Lalu, akhir Juli, Abe tak terlibat dalam persiapan sidang luar biasa Parlemen Jepang serta pematangan pergantian menteri dan pejabat partai di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Sejumlah anggota parlemen dilaporkan tak nyaman dengan absennya Abe itu.
Setelah Abe berkuasa sejak akhir 2012, Jepang pulih dari dampak gempa bumi dan tsunami, termasuk bencana nuklir. Ia dinilai berhasil membuat Jepang lolos dari ”hukuman” penerapan tarif oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Di tengah kebangkitan China, Abe dipandang pula cukup mampu mengelola situasi sehingga hubungan China-Jepang menjadi lebih baik. Terpilihnya Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade 2020, yang kini tak terlalu jelas kapan akan dilaksanakan, juga dinilai bagian dari keberhasilan Abe.
Namun, ada dua target yang belum dicapai Abe, politikus yang didukung kubu konservatif di partainya itu. Pertama, mengamendemen konstitusi Jepang yang merupakan hasil buatan AS serta merampungkan secara komprehensif sengketa wilayah dengan Rusia.
Penyakit itu rupanya muncul kembali, dan setelah bertemu dokter ia memutuskan mundur.
Pencapaian Abe juga dibayangi awan gelap setelah pandemi menghajar dunia, termasuk Jepang. Ekonomi negara itu terpuruk, sementara penyebaran wabah tetap membutuhkan penanganan serius. Dalam konteks itu, siapa penerus Abe menjadi penting. Ada sejumlah nama yang menjadi calon kuat penggantinya, antara lain Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga.
Tokoh pengganti itu harus mampu menangani dampak pandemi Covid-19 sekaligus melanjutkan agenda besar Abe. Mungkin hanya dengan cara itu, orang pun akan terus mengenang Abe dengan sangat baik.