Jika kita meyakini UMKM menjadi penggerak perekonomian, harus ada strategi dan kebijakan mengembangkan UMKM. Langkah pertama adalah tersedianya data akurat mengenai UMKM.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Usaha ultramikro, mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi katup penyelamat hanya apabila didukung kebijakan yang konsisten dan persisten.
Dari waktu ke waktu usaha ultramikro, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi penyelamat saat ekonomi melambat. Mereka memiliki kelenturan sehingga lebih mudah menyesuaikan diri ketika muncul tekanan. Keliatan usaha UMKM kita sudah terbukti dalam beberapa kali krisis ekonomi, salah satunya saat krisis ekonomi 1998.
Tidak terkecuali dalam tekanan pandemi saat ini. Usaha UMK memiliki potensi lebih besar segera kembali menggeliat dibandingkan dengan usaha berskala besar. Bermodalkan tenaga kerja sendiri, ditambah anggota keluarga atau bantuan satu-dua tenaga kerja lepas, usaha mereka lebih mudah bergerak kembali sepanjang mudah mengakses bahan baku, modal kerja, dan pasar.
Dengan jumlah lebih dari 64 juta unit atau 99 persen dari total unit usaha nasional dan menyerap 97 persen tenaga kerja, menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang 60 persen pada perekonomian Indonesia.
Memajukan UMKM menjadi keharusan melihat peran penting UMKM dalam perekonomian. Faktanya, hanya sekitar 40 persen unit usaha yang sudah dijangkau layanan perbankan menurut data Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Bank Indonesia (2015). Ketika bisnis daring menjadi normal baru pada masa pandemi Covid-19, baru 13 persen UMKM yang sudah memanfaatkan teknologi digital dan tingkat keberhasilan pendampingan pada UMKM yang belum memanfaatkan teknologi digital hanya 4-10 persen.
Jika kita meyakini UMKM menjadi penggerak perekonomian, harus ada strategi dan kebijakan mengembangkan UMKM. Langkah pertama adalah tersedianya data akurat mengenai jumlah aktual unit usaha, pemilik dan alamat, skala usaha, jenis kegiatan, jumlah pekerja, produk yang dihasilkan, sumber pendanaan, pengetahuan atau keterampilan yang dikuasai, hingga pasar produk. Data ini perlu tersedia di pusat dan daerah untuk memudahkan koordinasi pengembangan UMKM.
Ketika bisnis daring menjadi normal baru pada masa pandemi Covid-19, baru 13 persen UMKM yang sudah memanfaatkan teknologi digital
Dari data aktual itu dapat dianalisis arah pengembangan UMKM sehingga bantuan pemerintah dapat menjawab kebutuhan dan memberi solusi yang tepat. Misalnya, jenis pelatihan keterampilan dan pengetahuan, bantuan pendanaan, hingga pemasaran produk UKM di dalam negeri dan ekspor.
Tantangan terbesar UMKM adalah menjawab persoalan masukan, proses, dan produk. Bahan baku diarahkan sebanyak-banyaknya menggunakan bahan-bahan lokal yang memiliki keunggulan komparatif. Pun di dalam prosesnya harus mengandung keahlian atau keterampilan berkeunggulan komparatif. Keduanya akan menghasilkan produk yang kompetitif di dalam negeri ataupun di pasar ekspor.
Seluruh proses harus dikawal hari ke hari, terkoordinasi antarlembaga di pusat dan daerah pada seluruh proses, dan diukur pertumbuhannya. Hanya persistensi kita yang dapat menjadikan UMKM sumber pertumbuhan dan sumber wirausaha tangguh untuk tumbuh menjadi besar.