Sebagai insan pers di masa kemerdekaan, BM Diah, Mendur bersaudara, dan Ronodipuro telah menyelamatkan arsip proklamasi sehingga kini kita memiliki tiga jenis arsip Proklamasi Kemerdekaan RI.
Oleh
Azmi
·4 menit baca
Peringatan HUT Kemerdekaan Ke-75 RI di Istana Negara tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Selain dilakukan di tengah pandemi Covid-19, kali ini arsip naskah asli konsep teks Proklamasi Kemerdekaan RI tulisan tangan Bung Karno yang sudah puluhan tahun disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk pertama kali juga dihadirkan, mendampingi dokumen kemerdekaan lain yang kerap dihadirkan setiap upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Negara, Sang Saka Merah Putih yang dijahit Ibu Fatmawati.
Proklamasi Kemerdekaan RI adalah suatu pemberitahuan resmi kemerdekaan dan kebebasan seluruh bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Rekaman informasi faktual peristiwa yang sangat penting ini merupakan memori kolektif sejarah perjalanan perjuangan bangsa yang mengandung nilai-nilai mendasar bagi pendidikan karakter dan jati diri bangsa.
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI diawali dengan perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No 1. Dalam beberapa referensi sejarah disebutkan perumusan naskah proklamasi dikonsep Soekarno, kemudian disempurnakan berdasarkan masukan dari Moh Hatta dan Ahmad Subardjo. Awalnya, Soekarno menyarankan seluruh yang hadir dalam pertemuan di rumah Maeda untuk menandatangani naskah proklamasi sebagai wakil bangsa Indonesia.
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI diawali dengan perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No 1.
Saran Soekarno diperkuat Moh Hatta dengan mengambil contoh United States Declaration of Independence. Namun, usul ditolak oleh tokoh golongan muda Sukarni. Ia mengusulkan yang menandatangani Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Usul Sukarni diterima. Kemudian, Sayuti Melik diminta mengetik naskah aslinya berupa tulisan tangan yang telah mengalami perubahan-perubahan sesuai kesepakatan peserta yang hadir di pertemuan tersebut.
Dalam konteks kearsipan, lingkup penciptaan arsip Proklamasi Kemerdekaan RI sebagai rekaman peristiwa sejarah meliputi arsip proses perumusan naskah, penulisan konsep, pengetikan konsep, penandatanganan naskah, hingga pembacaan resmi naskah teksnya oleh Soekarno.
Jika melihat perkembangan teknologi perekaman informasi di Tanah Air saat itu, paling tidak akan tercipta empat jenis arsip proklamasi, yakni arsip tekstual, foto, film (visual), dan suara (audio). Namun, karena situasi keamanan dan politik yang tak kondusif saat itu, tak seluruh momen historis proklamasi dapat terekam dalam empat jenis arsip tersebut.
Tak banyak masyarakat tahu, ketersediaan arsip proklamasi adalah berkat jasa heroik para insan pers Indonesia. Pertama, arsip naskah asli konsep teks proklamasi tulisan tangan Bung Karno tak akan hadir pada peringatan HUT Ke-75 RI di Istana Negara jika tak ada jasa wartawan yang bekerja di Radio Hosokyoku dan harian Asia Raya Pemerintah Jepang, Burhanuddin Muhammad (BM) Diah.
Menurut keterangan pimpinan ANRI, Bung Karno sempat meremas dan membuang ke tempat sampah konsep teks naskah proklamasi yang ditulisnya. Untung ada BM Diah dengan naluri seorang wartawan mengambil naskah itu dan menyerahkan ke Mensesneg Moerdiono, yang lalu menyerahkannya ke ANRI.
Kedua, jika saat ini kita bisa melihat foto Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi, sudah sepatutnya kita berterima kasih kepada kakak beradik, Alex Mendur dan Fran Mendur. Padahal, tak ada instruksi untuk mengambil foto saat teks proklamasi dibacakan.
Frans hanya mendengar kabar dari harian Asia Raya. Begitu pula kakaknya, Alex, fotografer Kantor Berita Jepang saat itu. Berkat mereka, gambar hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia bisa kita lihat hingga kini.
Tak banyak masyarakat tahu, ketersediaan arsip proklamasi adalah berkat jasa heroik para insan pers Indonesia.
Ketiga, kita juga sering mendengarkan suara Soekarno membacakan naskah teks proklamasi. Untuk hal ini, kita harus berterima kasih kepada Muhammad Jusuf Ronodipuro, wartawan Radio Hosokyoku milik Pemerintah Jepang.
Berdasarkan wawancara Tim Sejarah Lisan ANRI dengan Ronodipuro, 2007, saat teks Proklamasi Kemerdekaan RI dibacakan Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta, 17 Agustus 1945, ia berusaha meliputnya, tetapi terhalang penjagaan ketat militer Jepang. Kondisi politik dan keamanan saat itu mengakibatkan ia gagal merekam suara Soekarno saat membacakan Proklamasi. Namun, ia menyiarkan peristiwa bersejarah itu petang harinya melalui radio tempat ia bekerja.
Pada 1951, enam tahun pasca-pembacaan pertama teks Proklamasi Kemerdekaan RI, Ronodipuro memberanikan diri membujuk Soekarno agar bersedia membacakan lagi proklamasi untuk direkam. Semula Soekarno menolak dan mengatakan, ”Tidak bisa! Proklamasi hanya satu kali, tidak bisa diulang!”
Namun, Ronodipuro mengajukan argumentasi, jika tak ada rekaman suaranya, bangsa Indonesia tak punya dokumentasi suara peristiwa sejarah perjalanan bangsa yang sangat penting itu. Akhirnya, Soekarno yang saat itu sudah presiden RI setuju suaranya direkam dan membacakan kembali teks proklamasi untuk kedua kalinya.
Sebagai insan pers di masa kemerdekaan, BM Diah, Mendur bersaudara, dan Ronodipuro telah menyelamatkan arsip proklamasi sehingga kini kita memiliki tiga jenis arsip Proklamasi Kemerdekaan RI.