Urgensi kehadiran vaksin Covid-19 sungguh signifikan. Angka kasus positif masih terus meningkat dan korban jiwa masih berjatuhan di seluruh dunia.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 membuat dunia bertarung. Mengembangkan vaksin tidak lagi masalah kesehatan, tetapi berkelindan dengan prestise, politis, dan ekonomi.
Kalau biasanya untuk menciptakan vaksin perlu penelitian dan pengujian bertahun-tahun, pandemi Covid-19 membuat prosedur pengadaan vaksin yang aman, efektif, dan siap pakai menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di seluruh dunia telah dikembangkan lebih dari 165 calon vaksin untuk mengatasi Covid-19 serta 32 calon dalam tahap uji pada manusia, dan 7 di antaranya sudah mencapai tahap akhir uji klinis. Dari tujuh calon vaksin itu, tiga dari China, lainnya dari Rusia, Inggris, Amerika Serikat, dan hasil kerja sama Jerman-AS.
Di satu sisi, urgensi kehadiran vaksin Covid-19 sungguh signifikan. Angka kasus positif masih terus meningkat dan korban jiwa masih berjatuhan di seluruh dunia. Data terakhir menunjukkan, Covid-19 menginfeksi penduduk di 215 negara dengan total 23.388.568 kasus, dengan 808.747 orang di antaranya meninggal. Namun, di sisi lain—di atas keamanan dan keampuhan vaksin—keselamatan harus diutamakan.
Prosedur pembuatan vaksin butuh waktu 10-15 tahun untuk melewati tahap menyiapkan dan memilih calon vaksin, uji praklinis pada hewan percobaan, tiga fase uji klinis pada manusia, hingga akhirnya mendapat izin produksi. Dalam kondisi pandemi sekarang, vaksin diharapkan siap dalam waktu satu-dua tahun. WHO bahkan menyatakan, vaksin dengan keberhasilan 50 persen sudah bisa diterima.
Dalam praktik, beberapa negara mendapat kritik karena ”kebablasan” mencari jalan pintas. Yang tengah hangat saat ini tentu saja Rusia, yang calon vaksinnya belum mencapai uji klinis fase ketiga, tak ada publikasi tentang fase-fase yang telah dilewati, tetapi sudah didaftarkan sebagai vaksin resmi dengan nama Sputnik V. Nama ini mengacu pada satelit Sputnik, diluncurkan tahun 1957, dan membuat Uni Soviet (kala itu) unggul dalam teknologi antariksa. Untuk meyakinkan publik, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan, putrinya pun mendapat suntikan Sputnik V.
Untuk meyakinkan publik, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan, putrinya pun mendapat suntikan Sputnik V.
Perusahaan farmasi China juga mengumumkan, para eksekutif seniornya telah menerima suntikan vaksin ”pra-uji” untuk menunjukkan kesungguhan. Beberapa negara lain mendapat kritik gara-gara berencana menguji coba vaksin pada tentara karena bisa bias hasilnya.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat dunia, sekitar 273,5 juta jiwa, perlu bersikap dalam pertarungan vaksin ini. Meski ikut serta pada uji fase ketiga vaksin Sinovac dari China dan mendapat janji pasokan 40 juta vaksin, jumlah itu masih jauh dari cukup. Pemerintah perlu mendukung pengembangan vaksin nasional, seperti yang dikembangkan Lembaga Eijkman dan Universitas Airlangga.
Kita mungkin ketinggalan dalam pertarungan vaksin dunia, tetapi vaksin nasional harus tetap menjadi target bersama agar bangsa ini bisa mandiri.