Keris, Korona dan Vaksin Naga Siluman
Keris diluhurkan dan dianggap bisa menolak bala, seperti wabah penyakit. Pada 1 Muharam atau malam 1 Sura, di Jawa banyak yang melaksanakan ritual menyucikan keris. Apa hubungan dengan vaksin Covid-19?
Suteja Neka, kolektor ternama, pada 2007 ”mendadak” mendirikan museum untuk keris. Museum keris yang diresmikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik itu menempati satu bagian dari Museum Neka di kawasan Sanggingan, Ubud, Bali. Maka, sekitar 900 keris koleksinya mendampingi ratusan lukisan yang sudah berpuluh tahun terpajang di museumnya.
”Saya mendirikan museum keris semata karena dua hal. Pertama, karena keris itu merupakan anak budaya lokal bangsa Indonesia yang bukan main indahnya sehingga diangkat sebagai Karya Agung Warisan Kemanusiaan oleh UNESCO pada 2005. Kedua, saya ingin mengingat kembali peran ayah saya, Pande Wayan Neka, di ranah sosial. Ia terlahir sebagai seorang pande, yang dalam khazanah budaya Bali diposisikan sebagai penempa seni logam seperti keris,” paparnya.
Namun, meski Neka menjelaskan tujuannya dengan jelas dan rasional, sebagian masyarakat Bali memiliki tafsiran lain: pengadaan ruang keris di Museum Neka menyimpan ”spirit mistik”, yakni untuk menolak segala bala. Mengusir rangda dan leak yang sewaktu-waktu akan membawa penyakit yang akan masuk ke kompleks museumnya atau akan berseliweran di wilayahnya. Apalagi, diketahui di museum itu ada 22 keris pusaka adiluhung.
Pertama, karena keris itu merupakan anak budaya lokal bangsa Indonesia yang bukan main indahnya sehingga diangkat sebagai Karya Agung Warisan Kemanusiaan oleh UNESCO pada 2005.
Namun, apakah benar keris pusaka adiluhung bisa menjauhkan museum dari wabah penyakit dan sebangsanya? Astungkara. Sampunan bangetange Ida Sanghyang Widi sane merage uning, kata orang Bali. Entahlah. Tuhan yang lebih tahu tentang itu.
Masyarakat setempat sepenuhnya mendukung pendirian itu, lantaran ”spirit mistik” ruang keris di Museum Neka dipercayai sebagai bagian integral dari ritual umat Hindu Bali yang sudah ratusan tahun dilaksanakan. Ritual itu disebut Tumpek Landep, upacara untuk memohon keselamatan kepada Tuhan yang termanifestasi sebagai Sang Hyang Pasupati.
Upacara permohonan agar semua orang dijauhkan dari wabah dan sebagainya itu berupa pencucian dan penyucian aneka benda atau peralatan estetik dan artistik yang terbuat dari logam. Di antara aneka benda itu, keris adalah yang terpenting.
Ritual ini, dalam upacara yang lebih spesifik, juga dilakukan masyarakat Jawa. Pada setiap malam Sura atau 1 Muharam dalam kalender Islam (yang pada 2020 jatuh pada Kamis, 20 Agustus), sejumlah daerah di Jawa menyelenggarakan upacara Ngumbah Keris atau Jamasan Keris, atau pencucian keris dengan air bening yang diharumi aroma aneka kembang. Pencucian keris ini dimaknai sebagai penghormatan atas keris yang pada sepanjang waktu telah (dan akan) menjaga manusia dari marabahaya, di antaranya dari serangan penyakit.
Iklan dan lukisan Rembrandt
Mitos keris bisa mengusir wabah akhirnya melambar ke mana-mana sehingga, yang tadinya bersifat ritual, ujungnya bernuansa komersial. Maka, pada saat wabah korona merebak di Tanah Air, pada April 2020 telah muncul iklan-iklan penjualan keris yang konon bisa mengusir wabah. Iklan itu ditayangkan di sejumlah iklan mini surat kabar dan media sosial.
Beberapa iklan yang bernada meyakinkan itu berbunyi begini:
”Keris, mlungker-mlungker keno kanggo ngiris! Mau ngiris Covid-19? Ayo miliki Keris Tolak Wabah Pagebluk! Keris berpamor singkir atau adeg sapu, dengan tangguh masa Segaluh abad XIII. Warangka model Gayaman Surakarta dari kayu Timopho Kuno. Gagang dari Kemuning Bang Kuno!”
Yang lain lagi berseru begini:
”Keris Pusaka Penolak Wabah Corona! Dhapur keris: Kebo Lajer atau Mahesa Lajer luk sanga. Pamor Ngulit Semangka. Tangguh Kasultanan Cirebon, abad XVI. Warangka: Ladrang Surakarta, kayu Trembalo Kuno. Ditawarkan Rp 3.456.789 Bebas ongkir. Hubungi Ki Agus Mulanesakti. HP: 09876543210.”
Keris yang indah, yang bernilai seni tinggi, memang dipercaya bisa menolak segala bala. Dan, mitos itu sudah didengar, dibaca, dan dihayati sejak sangat lama. Bukan oleh masyarakat Indonesia saja, melainkan juga oleh orang-orang asing (Portugis, Spanyol, Belanda) yang pada masa dahulu sekali pernah bercokol lama dan menjajah Nusantara.
Itu sebabnya sangat banyak pejabat tinggi negeri asing yang berbahagia ketika mendapat hadiah keris dari para pemimpin (raja dan sultan) antero Nusantara. Karena dalam penghadiahan itu selalu digumamkan kegaiban tuahnya: menolak malapetaka, menyingkirkan segala penyakit yang mendekat, bahkan memberikan kekuatan berganda-ganda kepada yang memiliki keris.
Menarik benar ketika sejarah mengetahui bahwa mitos kesaktian keris ini sampai pula ke benak pelukis Rembrandt van Rijn, pelukis kesohor Belanda yang hidup pada 1606-1669. Rembrandt diperkirakan membaca mitos keris itu lewat referensi yang disebarkan penghayat kebudayaan dari Portugis, yang sudah berkelindan di Nusantara sejak 1509. Kemudian disebarluaskan lagi oleh para niagawan VOC, yang sudah berlalu-lalang di Nusantara sejak 1602. Lalu, lihatlah realitas yang unik ini.
Dalam lukisan ”Samson Betrayed by Delilah” (1628-1630), Rembrandt melukiskan Samson yang merunduk di pangkuan Delilah. Pada saat itu terlihat Samson membawa sebilah keris khas Jawa. Keris itu diikat erat di selendangnya. Seuntai ikatan yang mengisyaratkan bahwa keris itu selalu dibawa ke mana-mana oleh Samson lantaran dianggap sebagai jimat yang menebalkan kesaktiannya dan menolak serangan wabah penyakit yang akan merusak wilayah kehidupannya.
Meskipun lukisan itu sekaligus menegaskan bahwa keris ternyata ”enggak sakti-sakti amat”. Karena, walau membawa keris ke mana-mana, Samson tetap bisa dilenakan, dilemahkan, dan dikalahkan dengan mudah lewat pemotongan rambutnya.
Namun, pada ”The Blinding of Samson” (1636), Rembrandt sebaliknya justru menguatkan mitos kesaktian keris. Dalam lukisan itu tergambar betapa Samson hanya bisa dibutakan matanya lewat tusukan keris yang dijadikan ujung tombak.
Dalam lukisan itu tergambar betapa Samson hanya bisa dibutakan matanya lewat tusukan keris yang dijadikan ujung tombak.
Menurut Rembrandt, tentu berdasarkan interpretasi atas lukisan ini, keris dipeluk Samson sebagai benda yang memancarkan mysterium fascinosum. Sebagai sesuatu yang, karena memiliki daya tarik luar biasa, lantas sepenuhnya dipercaya sebagai tempat untuk bersandar dan berharap-harap. Maka, dengan keris, Samson merasa berada dalam ekstase mistik-estetik.
Situasi ekstase ini, menurut Rudolf Oto dalam kitab The Holy, didorong oleh rasa takut yang secara tidak sadar membenam sangat dalam di lubuk hati. Sebagai mysterium tremendum.
Vaksin Naga Siluman
Pada sisi sejarah yang lain, Pangeran Diponegoro juga dikabarkan menyimpan keris. Bahkan, menurut perkiraan Peter Carey, penulis buku Kuasa Ramalan (2011), Diponegoro tak hanya memiliki satu, tetapi banyak. Haryono Haryoguritno, penyusun buku Keris Jawa (2006), meyakini sejumlah keris Diponegoro adalah penolak bala, seperti penyakit yang akan mengganggu kesehatannya. Sementara keris-keris lainnya sewaktu-waktu digunakan untuk menolak wabah, mengingat pada saat Diponegoro di hutan, wabah malaria dan kolera sering menyerang dan bisa melumpuhkan anak buahnya.
Oleh karena itu, keris dianggap sebagai benda amat terhormat oleh sang panglima perang ini. Dengan demikian, ia kadang menghadiahkan keris kepada seseorang yang dianggap baik dan penting. Namun, sekaligus menyimpan rapat-rapat kerisnya agar tidak diambil atau dicolong orang lain.
Selarik sejarah mengatakan bahwa salah satu keris Diponegoro yang bertuah, Naga Siluman, diam-diam diambil oleh Jenderal Hendrik Merkus Baron van De Kock, lawan politik Diponegoro, pada 1830. Pengambilan itu didasari asumsi bahwa, tanpa keris, mental Diponegoro menjadi lemah dan kesehatan Diponegoro pelan-pelan luruh.
Namun, sebaliknya, ada yang menyebut bahwa keris itu justru dihadiahkan Diponegoro kepada Kolonel Jan-Baptist Cleerens, pejabat tinggi Belanda yang dipercaya sanggup melunakkan sikap De Kock. Pemberian benda itu disertai doa: semoga Cleerens dihindarkan dari bahaya dan segala penyakit.
Yang mengejutkan, setelah 189 tahun tersimpan di rak benda antik Belanda, keris Naga Siluman dikembalikan oleh Belanda ke Pemerintah Indonesia dan diterima dengan happy oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Maret 2020. Sehari sebelumnya, keris tersebut, dengan upacara khidmat, diserahkan kepada I Gusti Agung Wesaka Puja (Duta Besar Indonesia di Belanda) oleh Ingrid van Engelshoven (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda) di Den Haag.
Yang mengejutkan, setelah 189 tahun tersimpan di rak benda antik Belanda, keris Naga Siluman dikembalikan oleh Belanda ke Pemerintah Indonesia.
Menyimak momentum pengembalian itu, Maret 2020, yang bertepatan dengan saat wabah korona mulai merebak, muncul penafsiran yang berujung pada satu muara. Bahwa sang keris sengaja dikembalikan agar Indonesia bisa menggunakannya untuk mengusir pagebluk korona.
Bukankah keris adalah benda yang memiliki aura mysterium fascinosum? Atau, apabila Belanda tak menyadari kesaktian keris itu, pengembalian tersebut merupakan berkah agar bisa digunakan untuk mengusir wabah.
Dari sini sejumlah orang usil lantas berkata, ”Ah, seandainya obat penolak Covid-19 produk Indonesia dinamai Vaksin Naga Siluman....”
(Agus Dermawan T, Penulis Buku-buku Budaya dan Seni)