Mobilitas tinggi warga menuntut penanganan khusus pandemi Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 di Jabodetabek perlu penanganan khusus, karena tipe kawasan Jakarta dan kota-kota penyangga, yang sejak dulu tinggi dalam mobilitas.
Jakarta sebagai ibu kota negara, yang bukan hanya pusat pemerintahan tetapi juga pusat bisnis, puluhan tahun menjadi magnet warga dalam mengais kehidupan. Tak pelak, puluhan juta warga Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, sebagai kawasan penyangga, tiap hari mencari nafkah di Jakarta.
Penduduk Jakarta lebih dari 10 juta jiwa, dan tiap tahunnya terus bertambah. Sehingga pada pagi hingga sore hari, ada lebih dari 13 juta jiwa yang beraktivitas di Jakarta, karena banyak pelaju dari warga kota-kota penyangga yang mengais rezeki di Ibu Kota. Ada yang berstatus pekerja kantoran, banyak juga pekerja informal.
Mayoritas dari mereka mengandalkan transportasi publik untuk bepergian menuju dan dari Jakarta, baik itu KRL, bus, juga MRT. Sebagian lain menggunakan mobil pribadi, dan lebih banyak lagi, sepeda motor.
Mobilitas warga Jabodetabek ini keniscayaan, karena jika tidak menuju lokasi kerja, mereka tidak bisa bekerja, sehingga berkonsekuensi tak mendapat penghasilan. Ada pekerja yang bisa bekerja dari rumah, tetapi bagi pekerja informal, cara bekerja semacam itu tak masuk akal.
Karakter warga seperti ini yang membuat perlunya terobosan dalam penanganan pandemi Covid-19 di Jabodetabek. Selain mobilitas yang tinggi terkait aktivitas bekerja, warga Jabodetabek juga belum terbudaya untuk berdisiplin menjalankan protokol kesehatan.
Tingginya mobilitas warga, yang berpadu dengan rendahnya kedisiplinan dalam protokol kesehatan, membuat kasus positif Covid-19 terus melonjak di Jabodetabek. Di Bogor, kasus terkonfirmasi positif di Kota Bogor bertambah 37 orang dari Sabtu (15/8/2020) hingga Senin (17/8/2020). Penambahan kasus juga terjadi di Kabupaten Bogor, yang dalam tiga hari terakhir menjadi 59 kasus.
Adapun jumlah kasus baru Covid-19 di Kota Bekasi, juga meningkat drastis atau bertambah 85 kasus dalam dua hari. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Senin (17/8) mengatakan, ada penambahan kasus baru dari kluster keluarga. Penularan itu akibat adanya transmisi kewilayahan dan transmisi dari interaksi kerja. Warga, menurut Rachmat, juga kurang menjaga jarak sosial dan tidak mencegah kerumunan.
Di Jakarta, di tengah sejumlah pengabaian protokol kesehatan, kasus Covid-19 per 17 Agustus di Jakarta telah mencapai 30.092 orang. Masih ada 9.165 pasien positif yang dirawat. Sementara rerata pasien positif dari total kasus yang diperiksa (positivity rate) selama sepekan terakhir mencapai 9,6 persen. Belum aman, jika mengikuti standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 5 persen.
Koordinasi antar kepala daerah di Jabodetabek, mutlak perlu guna mengantisipasi lonjakan kasus ini. Secara administratif, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim, perlu duduk bersama merumuskan strategi paling tepat dalam penanganan pandemi di Jabodetabek. Sepatutnya kepala daerah tidak hanya berkonsentrasi pada wilayah masing-masing, tetapi perlu bekerja sama demi yang terbaik di Jabodetabek.