Figur ”Giver” atau ”Taker” dan Konsekuensinya bagi Perusahaan
Di dalam diri seorang pemberi sejati, melekat karakter mencintai. Di dalam dirinya sudah tertanam kasih atau ”love”.
Oleh
Simon Saragih
·4 menit baca
”People who are really true givers, have a default setting of being loving.” Dr Lynn Johnson, seorang psikolog Amerika Serikat yang bermukim di Salt Lake City, Utah, AS. Di dalam diri seorang pemberi sejati, melekat karakter mencintai. Di dalam dirinya sudah tertanam kasih (love). Kasih inilah yang melekat kuat pada figur-figur pemberi (giver), kata Johnson.
Lawan giver adalah taker dengan konsekuensinya masing-masing dalam kehidupan. Taker, oleh Johnson, disebut pengambil kentungan.
Apa dampak keberadaan dari figur pemberi? Dia senang menolong karena pada dasarnya dia penolong. Pemberi itu bisa berkarakter tanpa pamrih. Definisi memberi bisa berarti mendengar, menyediakan waktu untuk orang lain, memahami orang lain. Jiwa, raga, dan waktunya adalah untuk orang lain. Itulah giver sejati. Dia berbagi, membagi.
Kembali ke pertanyaan, apa dampak keberadaan figur pemberi? Psikolog Dr Adam Grant dari Pennsylvania University, AS, seorang psikolog dengan spesialisasi bisnis, melakukan penelitian tentang dampak figur giver dan taker. Grant mengatakan, figur giver akan mampu mengangkat harkat orang lain. Dia akan mengangkat semangat orang lain.
Efek lanjutannya, figur ini dengan sendirinya akan mampu menularkan semangat serupa pada orang lain. Dalam konteks organisasi, jika ada banyak personelnya yang menjadi figur pemberi, gairah kerja akan meningkat, kinerja akan meningkat. Hal ini juga dikisahkan psikolog Kristi Poerwandari pada edisi Kompas, Sabtu, 8 Agustus 2020.
Dalam konteks perusahaan, semboyan tentang visi atau misi bagus semata tidak cukup untuk menggairahkan pekerja, jika di dalam perusahaan itu nihil sikap memberi. Perusahaan sukses berisi figur-figur giver, kata Grant. Ini mengalahkan daya sebuah visi dan misi perusahaan. Johnson juga menyetujui itu.
Saran Dr Grant, untuk manusia secara umum, agar orang-orang tidak perlu memberi semua yang ada pada dirinya. Tidak perlu menjadi seperti Mahatma Gandhi atau Bunda Teresa. Sebab, kadang sikap terlalu memberi bisa menjadi alat atau diperalat orang lain yang ingin mengambil keuntungan, taker.
”Giver” memiliki kasih
Dr Grant juga menyebut pengambil keuntungan ini sebagai taker, sama seperti Johnson. Sebab, Johnson memang mengembangkan teori giver dan taker berdasarkan penelitian Grant. ”Sebab, Adam Grant tidak menyebutkan bahwa ada kasih (love) dalam figur seorang pemberi. Istilah itu saja yang dia luput dari bukunya yang memang bagus,” kata Johnson tentang Grant, penulis buku terkenal Give and Take: A Revolutionary Approach to Success, yang diterbitkan pada 2013.
Grant menyarankan, jadilah giver yang taktis, cerdik, sehingga tidak diperalat oleh taker. Giver yang diperalat, oleh Grant, disebut sebagai foolish giver, pemberi lugu atau katakan pemberi bodoh sehingga dia bisa rugi sendiri. Grant menyebutkan, mayoritas pekerja dari hasil penelitiannya adalah matcher, orang yang seimbang, atau ada di tengah giver dan taker. Memberi dengan pertimbangan, dalam konteks, tidak menjadikan dirinya sebagai korban.
Lalu bagaimana dengan posisi takers atau pengambil keuntungan? Baik Johnson maupun Grant mengatakan, sukses adalah milik figur giver.Taker hampir selalu berakhir dengan kegagalan. Bisa saja taker sukses di awal tetapi itu tidak akan langgeng. Sebab, orang lain akan paham juga pada akhirnya keberadaan si taker.
Taker punya kecenderungan, hanya akan memberi jika mendapatkan imbal balik, melebihi yang dia berikan.
Taker, oleh Grant, dikatakan melekat juga terkadang dengan karakter narsisisme, memikirkan diri sendiri, tidak mau memikirkan orang lain. Tidak mau bersinergi walau itu demi kepentingan bersama. Taker punya kecenderungan, hanya akan memberi jika mendapatkan imbal balik, melebihi yang dia berikan.
Grant juga lebih lanjut mengatakan, giver bisa dikenali dari wajahnya. Dalam sebuah ceramahnya di hadapan karyawan Google pada 2013, Grant mencontohkan dua wajah. Kepada peserta seminar dia tanyakan, mana wajah dua orang itu yang giver dan mana yang taker. Gambar yang ditunjukkan oleh Grant adalah wajah Jon M Huntsman, seorang pebisnis AS yang dermawan dan penulis buku Winners Never Cheat. Wajah yang satu lagi mantan eksekutif Enron, yang sudah lama bangkrut, Kenneth Lee Lay.
Grant menyebut Huntsman figur giver. Enron menjadi korporasi AS yang menghebohkan pada 2016 karena berbagai penipuan. Kenneth Lee Lay dia sebut figur taker.
Grant mengatakan, tenaga pemasaran barkarakter giver berujung dengan sukses. Tim teknisi dengan keberadaan giver menaikkan produktivitas. Namun, Grant juga mengatakan, seseorang taker bisa diajari atau bisa belajar menjadi giver.