Mengapa Zuckerberg Cs Bungkam Soal China?
Mengapa korporasi AS bungkam soal China? Adakah langkah yang bisa dilakukan AS untuk menghambat pencurian teknologi oleh China jika memang ada? Jawabannya, isu ini dilematis dengan tingkat kesulitannya berlapis-lapis.
Apakah Anda percaya Pemerintah China mencuri teknologi dari perusahaan-perusahaan AS? Itulah pertanyaan dari Greg Steube, anggota DPR AS dari Partai Republik. Ini diajukan saat rapat dengar pendapat antara Kongres AS dan empat pimpinan korporasi raksasa teknologi informasi AS, Rabu, 29 Juli 2020, di Washington.
”Saya tidak tahu kasusnya secara spesifik, di sisi mana milik kami telah dicuri. Saya tidak tahu jika itu menyangkut perusahaan kami…. Saya hanya bisa bicara jika ada data tentang pencurian itu dari tangan pertama,” demikian jawaban pimpinan Apple, Tim Cook.
Jawaban serupa disampaikan pimpinan utama Google, Sundar Pichai. ”Saya tidak memiliki pengetahuan soal pencurian teknologi dari Google.” Kemudian Pichai merevisi pernyataan dengan menyebut kembali pencurian hak kekayaan intelektual milik Google pada 2009.
Pimpinan Amazon, Jeff Bezos, orang terkaya dunia, menjawab, ”Memang saya mendengar banyak laporan soal itu, tetapi tidak melihatnya secara personal.”
Jawaban salah satu pendiri dan pemilik Facebook, Mark Zuckerberg, lebih maju. ”Saya kira pencurian teknologi oleh pemerintahan China dari korporasi AS telah terdokumentasikan dengan baik,” kata Zuckerberg.
”Jika Anda melihat dari mana asal perusahaan teknologi informasi ternama sekarang berasal, satu dekade silam dari AS, kini hampir setengah dari China,” lanjut Zuckerberg.
Steube melanjutkan pertanyaannya, ” Bagaimana Kongres AS bisa melindungi korporasi AS dengan baik dari agresi dan intervensi pemerintahan asing, seperti China dan Eropa?”
Baca juga : Gangguan Trump pada Huawei, Gangguan pada Konsumen
Zuckerberg dan tiga rekannya tidak memberikan jawaban.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo hingga Presiden AS Donald Trump agak marah. Seharusnya empat korporasi raksasa AS itu berbicara blak-blakan dan lebih mendalam. Kongres AS pun kemudian menyerang korporasi itu sebagai terlalu besar dan menihilkan persaingan karena mendominasi.
AS juga ”mencuri”
Mengapa korporasi AS itu bungkam? Adakah langkah yang bisa dilakukan AS untuk menghambat pencurian teknologi oleh China jika itu memang ada? Jawabannya, isu ini dilematis dengan tingkat kesulitannya berlapis-lapis.
Ketika Zuckerberg menuding China harus diwaspadai di jagat raya ini soal internet, dia langsung dituduh telah mengkhianati China. Zuckerberg diserang habis-habisan.
Ketika AS mengenakan sanksi tarif terhadap impor asal China, balasan China cukup keras dan menyengsarakan petani AS, yang menjual produk ke China. Ford sempat terkena pelayanan lambat dalam bisnisnya di China setelah Trump memutuskan pengenaan tarif.
Baca juga : Pesan Kuat Presiden Xi Jinping
Lebih pelik lagi adalah fakta historis. Pada 200 tahun lalu, AS adalah negara yang paling dikenal sebagai pembajak kekayaan intelektual dan Inggris adalah korbannya. Apa yang terjadi sekarang oleh China, yang dituduh AS telah mencuri, juga merupakan pengulangan sejarah atas apa yang terjadi antara AS dan Inggris.
”Faktanya AS dulu pernah sebagai jagoan soal pencurian teknologi dan hak kekayaan intelektual,” kata Peter Andreas, seorang profesor di Brown University dan mendalami isu serupa di Watson Institute for International and Public Affairs, seperti diberitakan kantor berita Associated Press pada 19 Maret 2019.
Gambaran pencurian
China tentu menyanggah semua tuduhan pencurian itu. Dari masa ke masa jawaban sanggahan terus bermunculan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pada 11 Juni 2014, misalnya, menyanggah tuduhan AS bahwa spionase China meretas militer AS lewat serangan siber.
Kantor berita Reuters, 21 Desember 2018, juga menuliskan bantahan China atas tuduhan AS bahwa negara ”Tirai Bambu” telah melakukan spionase ekonomi.
Hanya saja, memang tidak ada negara di dunia secepat China dalam mengembangkan teknologi di segala bidang. Bahkan, kemajuan China sudah melampaui AS dalam beberapa hal, seperti penciptaan jaringan teknologi informasi 5G.
China adalah satu-satunya negara, selain Eropa dengan Airbus, yang menciptakan pesawat terbang sekaliber Boeing 737 dengan pemunculan pesawat C-919. Ketika AS pernah menuduh Samsung mencuri teknologi Apple, pembuat telepon cerdas China juga telah memproduksi gadget sekualitas dengan Apple, bahkan melebihi dalam beberapa hal (Perangkat Apple diproduksi di China meski diberikan keterangan dirancang di AS).
Bagaimana China melakukan itu? Tentu China melakukan riset tersendiri. Tentu mudah seperti biasanya bagi AS menuding China. Direktur Federal Bureau of Investigation (FBI) Christopher Wray pada 7 Juli 2020 mengatakan, ”Ancaman telah dilakukan China terhadap keamanan nasional dan ekonomi AS.”
Namun, kembali lagi, hal serupa dialami Inggris atas sejarah pencurian oleh AS.
Pebisnis tak acuh
Lalu bagaimana hiruk-pikuk isu pencurian teknologi AS-China ini berakhir? Mungkin bisa dilihat sejarah, AS dan Inggris kemudian akrab dengan negara-negara lainnya dalam Trans-Atlantik. Semuanya tumbuh bersama dengan inovasi yang terus-menerus terjadi.
Dan, seperti dikatakan Paul Krugman, yang menyebabkan dia sekaligus meraih hadiah Nobel Ekonomi 2008, ”Setiap negara yang menghasilkan produk bagus, secara empris, juga mengalami peningkatan dagang.” AS dan China adalah pedagang terbesar di dunia dan perdagangan intra AS-China adalah yang terbesar di dunia, sekitar 737,1 miliar dollar AS pada 2018.
Di samping itu, bagi korporasi AS, China adalah pasar besar. ”China adalah masa depan,” kata Elon Musk menjelang peluncuran bisnis di China pada 2019.
Tentu korporasi AS merasakan dan mengeluhkan iklim persaingan di pasar China, di mana perusahaan China dibuai pemerintahannya. Namun, pebisnis AS, seperti dituliskan Forbes pada 30 Agustus 2019, memang mengeluhkan tindakan tidak adil oleh Pemerintah China itu, tetapi tidak terlalu hirau dengan itu.
Mengapa demikian? Meski AS mengenakan tarif terhadap impor asal China, dan membombardir China dengan berbagai serangan dari semua sudut tiada henti sejak Trump memimpin AS, korporasi AS enggan hengkang dari China.
Survei korporasi AS menunjukkan kurang dari 50 persen yang menunjukkan korporasi AS akan meninggalkan pasar China. Trump boleh saja mengatakan, ”Kita tidak membutuhkan China”, tetapi korporasi AS menyatakan sebaliknya.
”China pasar besar bagi korporasi AS untuk penjualan produk,” kata Shaun Rein, Direktur Pelaksana China Market Research Group, yang memberikan konsultasi pada perusahaan-perusahaan AS dalam melakukan bisnis di China.
Meniru China
Adalah China yang paling berhasil melawan dominasi AS dalam perekonomian, termasuk penguasaan AS dalam peraturan perdagangan dunia, hingga penetapan peraturan yang meminta semua negara di dunia tunduk. Munculnya China membuat AS seperti tidak rela. ”Elite AS tidak rela kehilangan dominasi,” demikian harian China yang merupakan corong pemerintah, The Global Times, edisi 17 Juni 2020.
Jika sejak dulu banyak negara seperti China yang berani melawan karena berhasil menguatkan diri dalam sendi-sendiri perekonomian domestiknya, hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi global yang lebih besar. Efeknya adalah penarikan miliaran warga dunia dari kemiskinan. China telah membuktikan itu, menarik 800 juta warganya dari kemiskinan.
Relasi semrawut AS-China di bawah Trump memunculkan pelajaran berharga. Nyali dalam pembangunan dan berani melawan dominasi Barat, termasuk dalam aturan kontrak bisnis internasional, adalah jalan menuju kemakmuran.
Indonesia sebagai negara berpenduduk banyak dan diproyeksikan sebagai super power ekonomi masa depan tidak lagi saatnya sibuk berantem sendiri di dalam. Indonesia harus bergegas mengejar kemajuan ekonomi dan tidak sibuk menghukum diri sendiri. Sebab jutaan rakyat masih sangat miskin.