Nama bom atom AS di Hiroshima 6 Agustus 1945 cukup menyesatkan karena bom yang diberi nama Little Boy seketika menewaskan 140.000 warga.
Oleh
Editor
·3 menit baca
Nama bom atom AS di Hiroshima 6 Agustus 1945 cukup menyesatkan karena bom yang diberi nama Little Boy seketika menewaskan 140.000 warga.
Senjata atom, yang kemudian dinamai senjata nuklir, sungguh senjata sangat mengerikan. Oleh karena daya penghancurannya yang amat dahsyat, senjata ini dijuluki senjata pemusnah massal, bersama senjata kimia dan senjata biologi. Senjata nuklir sangat maut karena tiga efek mematikan yang berasal dari tekanan ledakan, suhu amat tinggi yang sangat membakar, dan efek radiasi yang bisa mengubah genetik dan bersifat jangka panjang.
Membaca laporan peringatan 75 tahun penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang), kita menangkap dua pesan. Pertama, kesaksian mengerikan yang disampaikan para penyintas yang dikenal dengan sebutan hibakusha. Kedua, impian mereka untuk melihat dunia bebas nuklir.
Ketika efek radiasi belum dipahami, tidak sedikit yang percaya bahwa bom atom menimbulkan penyakit menular.
Untuk yang pertama, meski selamat dari kematian, apa yang dialami Lee Jong-keun, yang kemudian mengubahnya jadi nama Jepang, Masaichi Egawa, tidak baik. Rekan kerja menjauhinya dan menyebut dirinya memendam ”penyakit bom”. Ketika efek radiasi belum dipahami, tidak sedikit yang percaya bahwa bom atom menimbulkan penyakit menular.
Dengan berbagai dampak dan perundungan, penyintas bom atom enggan membuka masa lalu yang amat mengerikan itu. Ketika bom meledak di ketinggian 600 meter dari permukaan tanah, dan menimbulkan kilatan bola api mahapanas dan amat menyilaukan, seketika itu juga meluluhlantakkan kota dan menimbulkan kematian dalam jumlah fantastis.
Memang, dalam sejarah umat manusia bom atom baru digunakan dua kali, yang membuat Jepang menyerah tanpa syarat. Namun, pengalaman tersebut tidak bisa dilupakan oleh umat manusia, lebih-lebih oleh penyintas. Namun, impian mereka untuk melihat dunia bebas dari senjata nuklir semasa mereka hidup tampaknya sulit mewujud.
Setelah tahun 1945, monopoli AS dalam senjata nuklir gugur. Uni Soviet menyusul di tahun 1949, lalu Inggris (1952), Perancis (1960), dan China (1964). Di luar mereka (anggota tetap Dewan Keamanan PBB) masih ada empat negara lain yang memiliki senjata nuklir ini, India, Pakistan, Israel (meski tidak pernah mengonfirmasi), dan Korea Utara.
Dari segi jumlah, AS dan Rusia sudah mengurangi banyak bom/hulu ledak nuklir di gudang senjata (arsenal) mereka melalui Strategic Arms Reduction Treaty (START). Kedua kuasa nuklir utama dunia ini berniat melanjutkan pengurangan dari level sekitar 6.000 hulu ledak. AS meminta China ikut ambil bagian, tetapi serta-merta ditolak. China menyatakan mau ikut jika level arsenal AS diturunkan hingga selevel arsenal China, yakni 5 persen arsenal AS.
Setelah pengeboman Jepang, Blok Barat dan Blok Timur terlibat Perang Dingin yang ditandai dengan lomba senjata nuklir. Sudah 75 tahun tak ada perang dunia konon karena takut akan ”perang yang tak dapat dimenangi” jika menggunakan senjata nuklir. Tetapi baguskah perdamaian yang didukung pilar senjata pemusnah massal itu?