Ketika dulu Inggris dan Perancis saling memblokade perairan untuk menutup jalur perdagangan, Amerika Serikat pun bingung. AS merupakan sahabat kedua negara itu.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Ketika dulu Inggris dan Perancis saling memblokade perairan untuk menutup jalur perdagangan, Amerika Serikat pun bingung. AS merupakan sahabat kedua negara itu.
AS tetap ingin berdagang dengan kedua negara itu. AS juga pernah mengenakan sanksi kepada Iran, melarang investasi asing dan jasa perbankan terlibat bisnis dengan Iran. Kemudian ketahuan bahwa perbankan AS justru turut menjembatani jasa perbankan untuk Iran.
Demikian halnya ketika China menghambat kapitalis sebelum era Deng Xiaoping, fakta menunjukkan Hong Kong justru berjaya sebagai pusat perdagangan dan keuangan global, menjembatani bisnis China dengan dunia.
Kini Hong Kong terjebak perseteruan antara China dan AS. Peraturan buatan China mendorong otoritas berhak mendalami jalur keuangan perbankan jika itu terkait pendanaan kegiatan prodemokrasi di Hong Kong. Hal ini dibalas AS dengan peraturan, memblokir pejabat Hong Kong agar tidak bisa menyimpan dana di perbankan AS dan Inggris jika dianggap mendukung China terkait gerakan demokrasi di Hong Kong.
Perbankan Hong Kong disebut seakan harus memilih AS dan China. Hal ini soal geopolitik semata, yang secara empiris sering berefek pada kelancaran bisnis lintas batas. Kekuatan geopolitik itu kerap kali anarkis, seperti sering dikatakan pakar hubungan internasional dari Universitas Chicago, John Mearsheimer. Kekuatan adidaya sesukanya sendiri dan ingin melakukan apa saja kemauannya secara bebas, diistilahkan free to Rome, oleh Mearsheimer.
Apakah perbankan Hong Kong harus memilih China atau AS? Jika ada yang harus memilih, itu hanya sebatas perbankan terkait AS atau China. Hong Kong merupakan pusat keuangan dunia, dimasuki lembaga keuangan dari mana saja. Jika satu bank terafiliasi AS dan China terkena dampak, lembaga lain akan mengisi.
Jangan lupa, bisnis AS dan China sejauh ini tetap berjalan lancar. Perbankan Hong Kong adalah urat nadinya. China dan AS secara de facto sama-sama kapitalis. Dua kekuatan ini sedang dalam proses menuju titik temu, tetapi tidak akan menghunjam bisnis, apalagi sampai mematikannya.
Tambahan dari itu, aliran uang itu mirip aliran angin, bisa dirasakan, tetapi tidak terlihat. Walaupun, misalnya, pejabat Hong Kong dilarang menabung di perbankan AS, celah tetap ada. Seorang pejabat Hong Kong, jika mau, tetap bisa menabung lewat negara atau teritori suaka pajak (tax haven). Ini akan sulit dilacak. Indonesia, umpamanya, sekian tahun susah melacak kekayaan yang diduga hasil korupsi, dan ditabung anonim di banyak ”negara surga pajak”.
Bisnis itu berjalan dengan mekanisme invisible hands, tangan tersembunyi. Tak akan ada yang berubah secara fundamental. ”Prahara itu tidak akan menyebabkan perubahan fundamental pada sistem moneter dan keuangan kami,” kata Eddie Yue, pemimpin Otoritas Moneter Hong Kong, seperti dia tulis di blog pribadinya.