Orang bijak bilang harapan adalah pendamping kekuatan, dan ibu dari kesuksesan; karena mereka yang sangat berharap memiliki dalam dirinya karunia mukjizat. Cara terbaik agar tak dikuasai putus asa ialah melakukan sesuatu
Oleh
J Kristiadi
·4 menit baca
Tradisi rakyat Indonesia menjelang peringatan hari kemerdekaan selalu menyinarkan aura kegembiraan, dari Sabang sampai Merauke. Ada berbagai ragam cara merayakan peringatan hari yang membebaskan rakyat dari penjajah tersebut.
Manifestasi rasa bangga dan sukacita disertai romantika semangat perjuangan, antara lain, terwujud dalam upacara bendera, pawai alegoris, karnaval, pertandingan panjat pinang, pentas budaya lokal, serta pengibaran bendera Merah Putih di rumah warga. Bahkan, pada tahun 1990-an, warga saling mengirim ucapan dirgahayu kemerdekaan.
Namun, pada peringatan hari kemerdekaan tahun ini, saat hampir memasuki minggu kedua Agustus, suasana kegairahan belum dirasakan. Padahal, peringatan kali ini diharapkan menjadi tonggak menyongsong seabad kemerdekaan, yang dinobatkan sebagai Tahun Emas Indonesia pada 2045. Kelesuan publik dapat dipahami karena amukan pandemi Covid-19, yang mengakibatkan berbagai krisis, terutama krisis ekonomi.
Warga dunia khawatir karena hingga saat ini belum diketahui pasti kapan krisis itu dapat diatasi. Menurut Michael T Osterholm, profesor dan Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di Universitas Minnesota, Amerika Serikat, krisis akibat pandemi Covid-19 hanya berakhir apabila vaksin tersedia, yang membutuhkan waktu cukup lama; atau ketika ada cukup populasi global yang mengembangkan imunitas, dengan catatan kekebalan tersebut bertahan lama. Kemungkinan terakhir ini persyaratannya tak ringan karena diperkirakan untuk mencapainya dibutuhkan sekitar dua pertiga dari total populasi penduduk dunia terinfeksi virus pencetus Covid-19 (Foreign Affairs; Juli/Agustus, 2020).
Namun, bangsa Indonesia tidak boleh terjebak, terlena, apalagi larut dalam kekhawatiran dan menyerah kalah dikuasai kecemasan, atau lebih tepatnya, gamang menghadapi ketidakpastian. Ketakutan terhadap ketidakpastian bukan ketakutan yang normal karena bukan lawan dari keberanian (Albert Camus, Krisis Kebebasan, Yayasan Obor 2013). Kekuatan paling ampuh melawan ketakutan jenis ini adalah mengobarkan harapan.
Orang bijak bilang harapan adalah pendamping kekuatan, dan ibu dari kesuksesan; karena mereka yang sangat berharap memiliki dalam dirinya karunia mukjizat. Cara terbaik agar tidak dikuasai rasa putus asa adalah melakukan sesuatu. Dalam bahasa Aristoteles, harapan adalah mimpi yang terbangun atau pada saat orang terjaga (hope is a waking dream). Hanya dalam kegelapan, bintang di langit akan kelihatan.
Karena itu, cita-cita tahun 2045 sebagai puncak kejayaan Indonesia wajib dirawat karena bukan kemustahilan. Sejarah membuktikan, Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan tak lebih dari 100 kata, tetapi berhasil mengajak rakyat melakukan revolusi dan bangkit mengusir penjajah. Hal ini terjadi karena Dwitunggal Soekarno-Hatta sangat yakin dengan mimpi bahwa rakyat Indonesia mampu membebaskan diri dari kekejaman penjajah. Kemerdekaan menjadi jembatan emas bagi bangsa Indonesia mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045.
Harus diakui, mewujudkan kejayaan bangsa bukan urusan sepele. Dinamika kehidupan membangsa dan menegara selama 75 tahun berjuang meniti jembatan emas mewujudkan kejayaan memang belum berhasil. Namun, selama kurun waktu itu, bangsa Indonesia tak kekurangan modal untuk berjuang, antara lain, makin meyakini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mampu merawat modal sosial. Semangat kebersamaan terjaga.
Pemerintah, di tengah kekusutan politik, bekerja ekstra keras menangani pandemi Covid-19. Negara juga mampu meredam gejolak yang dipicu oleh politik identitas serta masalah rumit lainnya.
Menyongsong Indonesia emas sudah dipersiapkan sejumlah lembaga pemerintah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, misalnya, tahun 2018 telah mempunyai strategi cukup komprehensif untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Salah satu isu yang dianggap penting adalah bonus demografi.
Generasi milenial saat ini akan berada di puncak usia produktif pada 2045, yakni berusia 40-51 tahun. Artinya, nasib Indonesia mendatang ditentukan generasi milenial hari ini. Namun, perlu diingat, bonus demografi memerlukan kehadiran negara untuk mendidik generasi muda; apabila negara gagal, mereka akan jadi penganggur. Akibatnya, mereka akan menjadi spesies yang amat berbahaya.
Majalah berbahasa Jerman, Der Spiegel Nomor 2/2008, menurunkan artikel ”Junge Manner: Die Gefahrlichste Spezeis der Welt” (Orang Muda: Spesies yang Paling Berbahaya di Dunia). Tantangan lain yang dihadapi pemuda milenial, robot dapat dipastikan akan semakin menggantikan tenaga kerja manusia (Rise of the Robots: Technology and the Threat of a Jobless Future, Martin Ford, 2015).
Agenda mendesak mewujudkan Indonesia 2045, pertama-tama mengajak rakyat menaati protokol kesehatan. Kebijakan ini lebih efektif apabila dilakukan lewat gerakan disiplin nasional. Organisasi, seperti Pramuka dan sejenisnya, dapat dijadikan pionir. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dalam mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila juga bisa menjadi pelopor gerakan ini. Jika hal itu berjalan, pada 2045 bangsa Indonesia akan mewujudkan Indonesia Emas, bukan Indonesia cemas.