Pada masa pandemi ini, kondisi warga Rohingya di pengungsian lebih menderita. Mereka juga tetap berupaya naik kapal dan mellintasi laut untuk mencari penghidupan yang lebih baik di Malaysia.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Sebanyak 26 pengungsi Rohingya, yang dikhawatirkan tewas, karena berenang untuk mencapai Malaysia, ditemukan bersembunyi di lepas pantai Pulau Langkawi.
Warga Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh sering kali bertolak ke Malaysia untuk mencari kehidupan lebih baik. Namun, sejak masa pandemi Covid-19, Malaysia menolak kedatangan pengungsi Rohingya. ”Mereka ditemukan bersembunyi di semak-semak di pulau (Langkawi) itu,” ungkap Mohd Zubil Mat Som, Direktur Jenderal Badan Penegakan Maritim Malaysia (MMEA), lewat sebuah pesan.
Semua migran tersebut telah ditahan dan akan menjalani tes Covid-19 sebelum diserahkan kepada otoritas imigrasi. Ratusan ribu warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh, dipicu oleh penumpasan dan penganiayaan militer Myanmar tahun 2017, sering berusaha menyeberangi laut ke Malaysia.
Bulan lalu, Malaysia menahan 269 warga Rohingya yang tiba di Langkawi dengan kapal yang sudah rusak. Mohd Zubil menambahkan, lusinan orang di kapal itu diyakini tewas dalam perjalanan yang berlangsung selama empat bulan.
Malaysia juga pernah mengusir perahu pengungsi Rohingya pada April 2020 karena takut di antara pengungsi membawa virus korona baru. Para pengungsi itu akhirnya ditolong aparat Bangladesh. Ketika ditemukan, kondisi mereka sangat memprihatinkan dan kelaparan. Aparat Bangladesh menyatakan, 32 orang tewas dan jenazahnya dibuang ke laut.
Menurut Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), kamp Kutupalong di Cox’s Bazar, Bangladesh, adalah permukiman pengungsi terbesar di dunia karena dihuni lebih dari 860.000 pengungsi Rohingya. Daerah ini dekat dengan Teluk Benggala sehingga hampir semua pengungsi keluar dari Bangladesh lewat teluk menuju Malaysia (Kompas, 27/7/2020).
Pada masa pandemi ini, kondisi warga Rohingya di pengungsian lebih menderita. ”Orang-orang memberi tahu kami bahwa mereka takut terkena Covid-19. Mereka telah mendengar betapa berbahayanya penyakit itu dan banyak orang di seluruh dunia sekarat karena Covid-19 itu,” kata Saidul, satu dari sekitar 1.400 sukarelawan Covid-19 di pengungsian.
Bulan lalu, Malaysia menahan 269 warga Rohingya yang tiba di Langkawi dengan kapal yang sudah rusak.
Sejauh ini jumlah kasus positif Covid-19 di Kutupalong relatif rendah, hanya 62 kasus per 21 Juli 2020. Menurut Dr Asma Absari dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sukarelawan sangat membantu menjangkau masyarakat dan mendiskusikan dengan mereka perlunya tes Covid-19.
Manusia perahu Rohingya akan terus terjadi selama Myanmar tetap menolak memberikan status warga negara kepada mereka. Myanmar harus bertanggung jawab dan terlibat mencari solusi permanen terhadap persoalan Rohingya.
Awalnya, kita berharap banyak kepada peraih Nobel Perdamaian dan Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi. Namun, ketika bersaksi di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, akhir 2019, Suu Kyi menolak tuduhan genosida, kita ragu apakah dia dan kelompoknya mau menyelesaikan persoalan ini. Namun, jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, korban warga Rohingya pasti akan lebih banyak lagi.