Pemerintah mulai melonggarkan pembatasan sosial berskala besar dengan pembukaan restoran dan bioskop karena dianggap lebih mudah menerapkan protokol kesehatan dibandingkan wisata buatan manusia, seperti tempat bermain anak-anak dalam ruang.
Padahal, tempat wisata buatan manusia (themepark, waterpark, game/arcade, children playground) juga bisa menerapkan protokol kesehatan asalkan regulator menerapkan rumus menentukan jumlah pengunjung. Untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan, jumlah pengunjung harus dibatasi dengan rasio area publik dan umum. Untuk arena permainan sesuai Peraturan Menparekraf Nomor 30/2014 adalah 20:80. Dengan tatanan baru, rasio disesuaikan menjadi 40:60.
Ini juga berlaku untuk themepark dan waterpark. Maka, jumlah pengunjung untuk arena permainan seluas 2.000 meter persegi adalah 40% x 2.000m2: 4M2 = 200 pengunjung. Sesuai rekomendasi International Association of Amusement Park and Attraction (IAAPA) dan juga Kemenkes, jarak aman adalah 1 meter, yaitu 1 meter ke depan, ke belakang, ke samping kiri dan kanan. Total ruang butuh 4 meter. Inilah unsur pembagi di area publik.
Untuk waterpark dengan luas efektif 4 ha (40.000 m2) tidak termasuk lahan parkir, maka batas pengunjung adalah 40% x 40.000 m2 : 4M2 = 4.000 orang. Rasio area publik ini sama saja untuk area hiburan jenis lain karena lalu lintas pengunjung yang masuk ke tempat bermain tidak semua aktif bermain, sebagian hanya melihat-lihat. Beda dengan pengunjung themepark, waterpark, trampolines, dan children playground, semuanya bermain dan berada di dalam rata-rata di atas 1 jam.
Rumusan tersebut sangat penting untuk memastikan upaya jaga jarak dan menghindari kerumunan, serta bukan 50 persen dari kapasitas yang multitafsir. ARKI yang mewadahi theme park, waterpark, games/arcade, family entertainment center, children playground, dan trampolines mengusulkan penentuan jumlah pengunjung berdasarkan rasio yang sudah dijabarkan di atas. Jika pengunjung tidak dibatasi sesuai rumus tersebut, destinasi wisata permainan hanya akan menjadi kluster baru penularan Covid-19.
Taufik A Wumu Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia (DPP ARKI)
Tanggapan Polda Metro Jaya
Menanggapi surat Bapak Setyo Soedradjat berjudul ”STNK dan Birokrasi Kita” di Kompas, 17 Juli 2020, kami ucapkan terima kasih atas masukan terkait pelayanan di Gerai Samsat Blok M Square. Saat itu memang ada gangguan sistem dan jaringan sehingga berdampak ketidaknyamanan pelayanan bagi masyarakat.
Mekanisme dan proses pengesahan STNK tahunan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor Pasal 83. Wajib pajak perlu mengisi formulir permohonan dan melampirkan tanda bukti identitas. Untuk perseorangan, terdiri dari kartu tanda penduduk dan surat kuasa bermeterai bagi yang diwakilkan.
Untuk badan hukum, terdiri dari surat kuasa bermeterai, kop surat badan hukum, ditandatangani pimpinan, dan stempel cap badan hukum. Juga fotokopi KTP penerima kuasa, surat keterangan domisili, dan surat izin usaha perdagangan dan NPWP yang dilegalisasi. Untuk instansi pemerintah, kurang lebih sama. Pelayanan saat ini mengedepankan protokol kesehatan serta pembatasan jam operasional pelayanan.
Ini yang berdampak pada antrean. Kami telah mengunjungi Bapak Setyo Soedrajat, yang telah mengurus KTP dan membayar STNK di Samsat Gerai Gandaria City. Selama pandemi kami juga menggencarkan pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor secara online.
Kompol Marthinus Adhithya, SIK Kasi STNK Subdit Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya