Dalam beberapa hari terakhir saya mendapatkan pesan singkat dari rekan media yang menanyakan kabar seputar resesi. Mungkin setelah membaca berita negara tetangga mengenai hal itu, banyak masyarakat yang juga bertanya
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
ARSIP PRIBADI
Prita H. Ghozie
Dalam beberapa hari terakhir saya mendapatkan pesan singkat dari rekan media yang menanyakan kabar seputar resesi. Mungkin setelah membaca berita negara tetangga mengenai hal itu, banyak masyarakat yang juga bertanya apakah Indonesia akan mengalami hal serupa.
Untuk saya dengan profesi sebagai konsultan keuangan pribadi, membahas resesi perekonomian bukanlah ranah saya. Saya lebih tertarik menulis tentang bagaimana membuat keuangan rumah tangga Indonesia lebih kuat dan tahan terhadap ancaman resesi. Berikut ini tipsnya.
Bagi pembaca yang masih memperoleh penghasilan, saya ingin mengajak Anda bersyukur. Berikutnya adalah mengevaluasi dampak yang telah dan mungkin terjadi akibat perlambatan ekonomi terhadap sumber penghasilan rumah tangga.
Umumnya penghasilan rumah tangga dapat terbagi menjadi: penghasilan aktif dari gaji, penghasilan aktif dari menjalankan bisnis, penghasilan investasi dari aset keuangan, dan penghasilan pasif dari aset produktif. Di luar itu, tentu saja ada peluang tambahan penghasilan dari hibah, hadiah, dan lainnya.
Di masa pandemi, mengelola penghasilan ke dalam pos pengeluaran menjadi hal yang sangat penting. Saya menyarankan untuk membagi penghasilan ke dalam tiga hal utama, yaitu pos Living atau berbagai pengeluaran untuk biaya hidup serta cicilan, pos Saving atau menyisihkan penghasilan untuk dana darurat, tabungan serta investasi, dan pos Playing atau mengalokasikan penghasilan untuk kebutuhan dan keinginan pribadi.
Tentu saja, apabila penghasilan rumah tangga terdampak, penghematan sebaiknya dimulai dari pos Playing. Lantas, bagaimana agar keuangan rumah tangga tetap dapat bertahan dalam kondisi ekonomi yang menurun?
Pertama, pertahankan rasio utang terhadap pendapatan dalam rasio yang rendah. Pembayaran utang konsumtif bulanan (di luar cicilan rumah) sebaiknya maksimal 15 persen dari penghasilan yang dibawa pulang per bulan.
Misalnya, cicilan utang online Rp 2,75 juta dibagi dengan Rp 25 juta dari gaji bersih sama dengan rasio utang konsumtif terhadap pendapatan sebesar 11 persen. Itu berada di bawah zona bahaya, yaitu 15 persen.
Selain mempertahankan kemampuan membayar cicilan utang, pembaca juga perlu memerhatikan rasio saldo utang terhadap jumlah kekayaan bersih. Misalnya, rumah tinggal senilai Rp 1 miliar dan utang untuk rumah pembaca adalah Rp 500 juta. Maka, rasio utang terhadap modal adalah 50 persen, setengah utang dan setengah kekayaan bersih.
Di masa sulit, pembaca sebaiknya menggunakan metode bertahan, yaitu membatasi saldo utang tidak lebih dari 35 persen hingga 40 persen dari total nilai aset (tidak termasuk nilai furnitur dan kendaraan bermotor).
Prinsipnya, kekuatan finansial sebuah rumah tangga menjadi terancam pada mereka yang memiliki terlalu banyak utang. Hal yang umum terjadi adalah saat pencari nafkah atau bisnis yang menjadi sumber penghasilan jatuh ke dalam kesulitan, biasanya kemampuan untuk membayar cicilan utang bermasalah.
Kedua, memelihara dana darurat setidaknya untuk pengeluaran 12 bulan ke depan. Saya cukup bahagia melihat fenomena banyak masyarakat yang mulai menyadari arti penting dana darurat dalam keuangan rumah tangga.
Di masa perekonomian sulit, selain pembaca yang beruntung, pembaca yang memiliki kecukupan dana darurat yang dapat terus bertahan.
Saran saya, simpan uang ini dalam bentuk setara kas, seperti rekening tabungan bank. Apabila saldo dana darurat sudah mencapai 50 persen dari ideal, kelebihannya dapat juga ditempatkan dalam bentuk reksa dana pasar uang ataupun emas.
Ketiga, memastikan kecukupan proteksi keuangan. Membeli asuransi jiwa yang memadai untuk melindungi tanggungan terhadap kehilangan penghasilan pencari nafkah dan kecacatan asuransi untuk memberikan penghasilan lanjutan setelah kecelakaan atau sakit adalah hal yang bijaksana.
Sayangnya, masyarakat masih banyak yang terjebak pada kesalahan dalam pemilihan jenis asuransi jiwa yang sesuai. Membeli asuransi jiwa yang digabungkan dengan tabungan ataupun investasi adalah hal yang sah saja. Namun, jangan sampai ketidakmampuan membayar premi menjadi hambatan dalam membeli asuransi jiwa sesuai kebutuhan ideal rumah tangga.
Keempat, tingkatkan pengetahuan tentang topik-topik keuangan sehingga membantu dalam pengambilan keputusan keuangan yang cerdas. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang ilmu perencanaan keuangan pribadi, investasi, dan lainnya, saya kerap memberikan kelas secara daring (online).
Terakhir, jangan pernah menganggap pendidikan atau pelatihan kerja pembaca sudah selesai. Saat masa sulit, terus kembangkan keterampilan baru yang dapat dipasarkan. Saat tidak ada lagi pihak luar yang dapat diandalkan, maka tingkatkan kualitas diri pribadi.
Jangan lupa untuk senantiasa menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan agar fisik tetap produktif. Terus tingkatkan modal diri agar dapat tetap dipekerjakan di pasar tenaga kerja yang sangat kompetitif saat ini.