Urgensi Pemda Lindungi Anak
Komitmen pemda dari provinsi dan kabupaten/kota hingga memaksimalkan peran desa sangat penting dalam upaya perlindungan anak. Kepala daerah dan DPRD harus mengupayakan komitmen terbaik untuk melindungi anak Indonesia.
Kasus kekerasan pada anak, baik fisik, psikis, seksual, maupun siber, masih sering menghiasi laman media.
Di satu sisi, munculnya kasus-kasus itu dapat bermakna meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap anak agar mendapatkan penanganan secara optimal. Penanganan dapat berupa penegakan hukum bagi pelaku dewasa, penegakan hukum berdasarkan sistem peradilan pidana anak bagi anak, serta pendampingan dan rehabilitasi bagi anak korban.
Setiap anak Indonesia berhak dapat perlindungan.
Di sisi lain, terus meningkatnya kasus harus diselesaikan sejak di hulu. Sisi hulu ini adalah kebijakan pemda dalam perlindungan anak. Perubahan kebijakan pemda akan memengaruhi seluruh perlindungan anak, baik pencegahan, penanganan, maupun rehabilitasi. Tanpa perubahan kebijakan, upaya perlindungan anak akan sulit tercapai.
Setiap anak Indonesia berhak dapat perlindungan. Perlindungan anak merupakan upaya menjamin serta melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta berpartisipasi secara optimal. Perlindungan harus dilandaskan harkat martabat kemanusiaan. Setiap anak harus bebas dari kekerasan dan diskriminasi.
UU Perlindungan Anak menyebutkan, pemda bertanggung jawab untuk menghormati dan menjamin pemenuhan hak setiap anak Indonesia. Pemda juga bertanggung jawab menjamin pemenuhan hak anak. Pemda sebagai wakil negara memiliki kewajiban memenuhi, melindungi, dan menghormati hak anak serta melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam perlindungan anak.
Mandat pemda
Kehadiran UU No 23/2014 tentang Pemda menjadikan urusan perlindungan anak jadi urusan wajib daerah. Pemda, provinsi, dan kabupaten/kota, memiliki kewajiban sama menjadi pelaksana urusan perlindungan anak. Pasal 12 menyebutkan perlindungan anak tak berkaitan dengan pelayanan dasar, tetapi jadi urusan wajib pemda.
Perlindungan anak di daerah tidak lagi hanya jadi urusan penunjang, tetapi juga urusan inti. Perubahan ini bermakna kesungguhan regulasi mengatur bahwa urusan perlindungan anak jadi urusan wajib yang penting bagi masa depan bangsa.
Dampak perubahan di antaranya pada bentuk kelembagaan penanggung jawab perlindungan anak di daerah yang tidak lagi hanya berbentuk badan, biro, atau kantor urusan, tetapi juga menjadi setingkat dinas. Dinas bersifat lebih teknis dan dapat melakukan upaya perlindungan secara optimal.
Baca juga: Warnai Dunia Anak
Dengan pembagian jelas antara urusan pusat dan daerah, idealnya kasus-kasus perlindungan anak lebih cepat tertangani. Upaya pencegahan dan penanganan diharapkan merata di seluruh Indonesia.
Perubahan nomenklatur dalam UU Otonomi Daerah harus diikuti dengan perubahan kebijakan perlindungan anak. Tanpa itu, perlindungan anak akan kehilangan arah/gereget. Perubahan kebijakan ini harus membangun sistem perlindungan anak yang meliputi tiga unsur.
Pertama, keberadaan norma dan regulasi terkait perlindungan anak. Ini akan menjadi dasar bagi pengaturan perlindungan anak. Norma dan regulasi akan mengatur sejauh mana upaya perlindungan anak akan dilakukan dan diimplementasikan oleh pemda.
Baca juga: Jaga Anak-anak Indonesia
Isi perda harus menyeluruh, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga rehabilitasi anak korban. Saat ini, dengan keberadaan program kota layak anak, hampir semua kabupaten/kota telah memiliki perda tentang perlindungan anak.
Norma akan mengatur pembiayaan perlindungan anak yang layak yang harus jadi komitmen pemda.
Berdasarkan data KPAI (2015), anggaran perlindungan anak non-kebutuhan dasar di sembilan provinsi berkisar 0,5-2 persen dari APBD. Data KPAI (2019) menemukan 48,3 persen layanan anak korban tak tuntas, di antaranya karena keterbatasan anggaran di daerah. Keberadaan anggaran menjadi salah satu penentu keberlangsungan perlindungan anak.
Isi perda harus menyeluruh, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga rehabilitasi anak korban.
Kedua, keberadaan struktur dan kelembagaan untuk pelaksanaan kebijakan perlindungan anak. Perubahan menjadi dinas merupakan bukti bahwa regulasi telah mengamanatkan perlindungan anak menjadi urusan yang penting.
Keberadaan dinas berdampak pada SDM pelaksana. Adanya kepastian SDM yang memiliki kompetensi, komitmen, sekaligus rekam jejak yang baik dalam perlindungan akan memaksimalkan upaya perlindungan anak. Aparat negara yang bertugas harus benar-benar orang yang layak untuk bekerja melindungi anak. Kejadian di Lampung Timur, oknum lembaga layanan malah jadi pelaku kejahatan seksual pada anak yang dilindungi.
Ketiga, program perlindungan anak dalam kerangka preventif harus dilakukan tidak hanya sampai pada kader di tingkat desa sebagaimana evaluasi saat ini, tetapi juga harus sampai pada keluarga yang jadi garda terdepan pengasuhan.
Orangtua dengan pemahaman yang baik tentang pengasuhan akan memberikan fondasi yang baik pada tumbuh kembang anak sehingga anak tak rentan jadi korban ataupun pelaku kejahatan. Perlindungan anak harus mengedepankan perlindungan yang holistik dan hasil kerja sama dengan dinas-dinas terkait.
Utamakan pencegahan
Pemda harus mengedepankan proses preventif dalam perlindungan anak. Sosialisasi ke seluruh keluarga, tokoh masyarakat dan komunitas, guru dan sekolah, serta tokoh agama dan organisasi agama sangat penting karena sejatinya mengasuh butuh orang sekampung.
Dengan demikian, anak-anak Indonesia akan tumbuh dengan baik dan bebas dari kekerasan. Menyiapkan anak-anak hari ini sejatinya kita menyiapkan SDM Indonesia yang unggul pada masa datang
Jika anak sudah jadi korban, penanganannya berpotensi memakan waktu yang panjang. Anak harus mendapatkan rehabilitasi dengan tuntas. Orangtuanya pun harus dapat pembekalan untuk mendampingi sehingga dapat menjembatani jika anak butuh pertolongan rehabilitasi lanjutan.
Pemda harus mengedepankan proses preventif dalam perlindungan anak.
Jika rehabilitasi tak tuntas, anak korban berpotensi jadi pelaku pada masa datang. SDM seperti ini rentan jadi beban sosial dan berpotensi menjadi SDM Indonesia yang tak produktif sekaligus jadi beban finansial negara secara berkelanjutan. Untuk itu, pencegahan harus diupayakan maksimal. Desa/kelurahan sebagai ujung tombak pemda wajib menjadikan program perlindungan anak program utama. Desa harus memiliki peta jalan perlindungan anak sebagai upaya melindungi anak di level pemerintahan paling bawah.
Desa harus memiliki upaya perlindungan dan prosedur standar operasi (SOP) penanganan jika ada kasus kekerasan terhadap anak. Dana desa juga dialokasikan untuk program-program pencegahan. Keterlibatan desa akan memaksimalkan upaya pencegahan dan anak-anak Indonesia terlindungi.
Akhirnya, komitmen pemda dari provinsi dan kabupaten/kota hingga memaksimalkan peran desa sangat penting dalam upaya perlindungan anak. Kepala daerah dan DPRD harus sama-sama mengupayakan komitmen terbaik untuk melindungi anak Indonesia. Selamat Hari Anak, Anak Indonesia sehat dan ceria!
(Rita Pranawati, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); Dosen FISIP Uhamka)