Kabar gembira datang terkait uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga. Namun, kita tak boleh lengah karena proses masih panjang dan virus tetap beredar di sekitar kita.
Oleh
Editor
·3 menit baca
Kabar gembira datang terkait uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga. Namun, kita tak boleh lengah karena proses masih panjang dan virus tetap beredar di sekitar kita.
Dengan prosedur ilmiah yang ketat, vaksin paling cepat baru siap pertengahan 2021. Artinya, hingga setahun ke depan, perilaku kita harus tetap waspada, mematuhi protokol kesehatan dan belajar hidup selaras dengan alam. Itu pun dengan catatan kalau prediksi berjalan sesuai harapan.
Kenyataannya, membuat vaksin butuh prosedur panjang, mulai dari persiapan calon vaksin, uji laboratorium, uji hewan, hingga uji klinis pada manusia. Metode vaksinasi, yang berarti memasukkan virus yang dilemahkan untuk memicu kekebalan, bisa berdampak macam-macam tanpa uji mendalam. Bisa dipahami, mengapa sampai kini hanya ada sekitar 40 vaksin untuk manusia, padahal infeksi begitu beragam.
Mengingat urgensi vaksin Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengupayakan percepatan penelitian vaksin tanpa meninggalkan asas keamanan dan manfaat. Melalui Solidarity Trial, 100 negara berpartisipasi dalam uji klinis acak terkontrol. Indonesia pun berpartisipasi dalam program ini dengan mengikutsertakan 22 rumah sakit di sejumlah daerah. Diharapkan uji klinis bisa berlangsung serentak, meluas, dan berhasil cepat.
Total ada 136 calon vaksin Covid-19 yang telah dicatat WHO dari seluruh dunia. Dari jumlah itu, 10 calon vaksin—terbanyak dari China—telah melewati uji pada hewan, bahkan uji klinis tahap I dan II pada manusia. Vaksin terdepan segera memasuki tahap III, dengan melibatkan ribuan partisipan, seperti yang diumumkan Universitas Oxford, Inggris, bekerja sama dengan perusahaan farmasi AstraZeneca.
Dalam publikasi di jurnal The Lancet (Senin, 20/7/2020), hasil awal uji klinis tahap I dan II calon vaksin cukup menggembirakan: mampu memunculkan respons sel T yang berfungsi menyerang sel yang terinfeksi dalam dua minggu setelah vaksinasi. Universitas Oxford bahkan sudah membuat perjanjian kerja sama dengan perusahaan vaksin di India untuk produksi skala besar jika vaksin ini berhasil.
Indonesia melalui Bio Farma juga menguji 2.400 calon vaksin Covid-19 dari Sinovac, China. Calon vaksin itu akan diuji klinis tahap III mulai Agustus selama enam bulan. Namun, produksi vaksin diprediksi paling cepat baru berlangsung pada kuartal pertama tahun depan.
Selain kerja sama internasional, Indonesia juga mengembangkan konsorsium penelitian nasional, tidak hanya untuk meneliti beberapa calon vaksin nasional, tetapi juga mengembangkan alat pelindung diri dan alat deteksi cepat.
Mengatasi pandemi Covid-19 memang butuh keserentakan dari segala arah. Bukan saatnya lagi bersikap xenofobia karena Indonesia adalah bagian dari masyarakat global yang harus ikut bertanggung jawab mengatasi tantangan zaman. Apalagi, kerja sama internasional memungkinkan terjadinya alih teknologi. Dalam menjalankan pekerjaan besar ini, dukungan regulasi dan fasilitas dari pemerintah jelas dibutuhkan.