Tidak ada mata pelajaran khusus di sekolah yang mengajarkan mengelola keuangan kepada anak-anak. Padahal, ujian soal keuangan ini tidak hanya berlangsung di kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Tahun ajaran baru yang ”tidak biasa” telah berjalan. Sebagian sekolah menyelenggarakan kelas daring untuk murid-muridnya. Berbagai hal baru pun mulai diajarkan.
Hanya saja, ada hal yang hingga saat ini belum diajarkan kepada anak-anak, yaitu soal pengelolaan keuangan. Tidak ada mata pelajaran khusus di sekolah yang mengajarkan soal keuangan kepada anak-anak. Padahal, ujian soal keuangan ini tidak hanya berlangsung di kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Para ahli mengatakan, semakin dini anak dikenalkan dengan konsep keuangan akan lebih baik karena semakin mengurangi kemungkinan seseorang terjebak kasus, seperti investasi bodong, pengeluaran berlebihan, utang berbunga tinggi, dan persoalan keuangan lainnya.
Sejak anak berusia tiga tahun, sebenarnya sudah dapat dikenalkan dengan konsep menabung dan belanja. Dalam laporan yang dibuat oleh para peneliti dari Universitas Cambridge yang bekerja sama dengan Money Advise Service, kebiasaan finansial anak sudah terbentuk sejak usia tujuh tahun.
Money Advise Service merupakan badan independen yang dibentuk oleh Pemerintah Inggris untuk memberikan petunjuk gratis kepada masyarakat mengenai cara pengelolaan uang.
Orangtua merupakan guru utama dan pemberi pengaruh utama untuk membentuk kebiasaan finansial anak-anaknya. Jadi, kelak anak menjadi orang yang berhati-hati dalam konsumsi barang dan jasa, orang yang boros, gemar menabung dan berinvestasi, atau murah hati, sedikit banyak bergantung kepada orangtuanya.
Misalnya saja, anak usia kisaran 3-5 tahun sudah dapat diajarkan untuk menunda keinginan membeli sesuatu. Anak dapat diberi tahu, untuk mendapatkan barang yang ia inginkan, ia perlu menunggu terlebih dahulu sehingga tidak langsung dibelikan.
Pemberian barang yang diinginkan anak dapat dilakukan dalam kesempatan istimewa, seperti ulang tahun atau anak harus menyisihkan uang jajannya terlebih dahulu untuk membeli barang yang ia inginkan. Ajarkan pula anak untuk memiliki tujuan dan cara mencapainya dengan cara menyimpan dan mengumpulkan sebagian uangnya.
Ketika anak berusia 5-10 tahun, dapat dijelaskan bahwa uang yang kita miliki terbatas, sementara keinginan tidak ada batasnya. Dengan demikian, anak sudah harus dapat memilih barang apa yang diprioritaskan dan bukan membeli semua barang yang diinginkan.
Ketika pergi ke pasar swalayan, misalnya, anak dapat diberi sejumlah uang dan dibebaskan untuk memilih barang apa yang diinginkan. Tentu dia harus memilih satu atau dua barang yang paling diinginkan dan tidak bisa membeli semua barang yang ia mau.
Pada usia 11-13 tahun, anak praremaja sudah dapat diperkenalkan dengan konsep menyisihkan uang untuk jangka lebih panjang, bukan sekadar untuk membeli mainan. Misalnya, jika si anak senang jajan cemilan setiap hari, ajak dia berhitung menggunakan kalkulator finansial yang banyak tersedia. Berapa uang yang akan dia miliki setelah menyisihkan uang jajan tiga tahun.
Orangtua dapat memasukkan konsep bunga berbunga ketika menjelaskan soal ini. Dapat digambarkan bahwa dengan menambah dana secara teratur yang kemudian diinvestasikan kembali, uang akan semakin berkembang.
Biaya kuliah merupakan komponen biaya pendidikan yang cukup besar, termasuk di universitas negeri yang saat ini biayanya sudah hampir sama dengan biaya di universitas swasta. Belum lagi biaya hidup jika harus kuliah di luar kota.
Pada usia 14 tahun, anak sudah dapat diajak berbicara mengenai tingginya biaya kuliah dan diajak mengetahui bagaimana orangtua mempersiapkannya.
Ketika anak mulai kuliah sekitar usia 18 tahun, percayakan dana bulanan anak untuk ia kelola sendiri. Dana harus mencukupi untuk hidup satu bulan. Anak juga dapat diberikan kesempatan bekerja untuk mendapatkan penghasilan selain uang bulanan dari orangtua.
Langkah-langkah pengajaran soal keuangan ini dapat dilakukan setiap orangtua. Tentu orangtua tidak ingin anaknya kelak terjebak persoalan keuangan akibat sebelumnya tidak menerima bimbingan.
Ingin mencetak generasi baru yang paham pengelolaan keuangan atau malah terjebak tumpukan utang dan investasi bodong? Semua pilihan ada di tangan orangtua.