Intervensi pasukan asing dan ancaman Uni Eropa memberi negara pelanggar embargo senjata PBB sanksi belum tentu menurunkan tensi perang saudara di Libya.
Oleh
EDITOR
·2 menit baca
Intervensi pasukan asing dan ancaman Uni Eropa memberi negara pelanggar embargo senjata PBB sanksi belum tentu menurunkan tensi perang saudara di Libya. Pada Kamis (16/7/2020) digelar perundingan rahasia untuk mencegah perang besar di kota Sirte, Libya, serta perang langsung antara Mesir dan Turki.
Perundingan itu melibatkan Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Italia, dan Turki dengan agenda meminta pasukan Jenderal Khalifa Haftar, pemimpin Tentara Nasional Libya (LNA), mundur dari Sirte ke kota Ajdabiya. (Kompas, 18/7/2020)
Menurut laporan Departemen Pertahanan AS, Turki yang mendukung Pemerintah PM Fayez al-Sarraj dan diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirim 3.500-3.800 tentara bayaran Suriah ke Libya selama tiga bulan pertama 2020.
Di sisi lain, militer AS makin khawatir akan pengaruh Rusia yang mendukung loyalis Jenderal Haftar. Dalam beberapa pekan terakhir, Turki melakukan intervensi di Libya, memberikan dukungan udara dan senjata untuk membantu pemerintah mengusir pasukan Haftar yang menguasai kota-kota pinggiran di luar Tripoli. Sebaliknya, Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi menegaskan, Mesir tak akan berpangku tangan melihat mobilisasi militer di sekitar Sirte. Mesir menolak keras Libya menjadi basis aman bagi para milisi ilegal.
Pernyataan El-Sisi ini jelas ditujukan kepada Turki. Pada Sabtu (18/7/2020), pasukan pemerintah yang didukung Turki memindahkan pejuang lebih dekat ke Sirte. Kota kelahiran bekas pemimpin Libya Moammar Khadafy itu merupakan pusat sumber minyak di Libya yang kini diperebutkan antara pasukan Haftar dan pemerintah, serta kekuatan asing yang membantu kedua belah pihak.
Pada awal tahun ini, pasukan Haftar berhasil mengambil alih Sirte dari penguasaan pemerintah. Namun, dalam beberapa pekan terakhir ini, pasukan pemerintah dibantu Turki berupaya merebut kembali kota minyak itu. Namun, dukungan Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA) terhadap pasukan Haftar bisa membuat upaya merebut kembali itu menjelma menjadi perang besar di kawasan tanduk Afrika.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, campur tangan asing dalam perang saudara di Libya telah mencapai ”tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Ancaman sanksi dari Uni Eropa dan upaya menempatkan pasukan PBB di Sirte menggantikan pasukan Haftar sulit diterima loyalis Haftar dan sekutunya.
Apalagi, parlemen Libya yang dipimpin Aquila Saleh yang berbasis di kota Tobruk, 14 Juli 2020, telah memberikan lampu hijau kepada militer Mesir agar segera melakukan intervensi ke Libya. Melihat intervensi asing dan dalamnya perang saudara di Libya, meski kita sangat tidak berharap, bisa saja menjadi perang besar di tanduk Afrika ini. Kita mendukung upaya masyarakat dunia mencari jalan keluar terbaik lewat perundingan, untuk menyelesaikan perang saudara di Libya.