Covid-19 dan Kesehatan Masyarakat
Usaha kuratif, yang berorientasi jangka pendek dan menengah, serta preventif, yang berorientasi jangka panjang, harus berjalan beriringan. Kita harus tetap fokus untuk terus membangun kejayaan Indonesia sebagai bangsa.
Pengalaman adalah guru yang terbaik dan pengalaman terburuk memberikan pelajaran yang paling berharga.
Dunia sedang diuji dengan merebaknya virus SARS-CoV-2 dan Indonesia juga harus melalui ujian yang sama. Ujian kali ini sangat berat karena menyangkut nyawa dan belum ada satu manusia pun di muka bumi ini yang memiliki pemahaman untuk memberikan solusi terbaik bagi masalah yang ada.
Dengan demikian, kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan yang mungkin berhasil di suatu negara belum tentu dapat berhasil di negara lain. Model penelitian yang sudah pernah digunakan di negara lain belum tentu dapat digunakan di sini.
Hal yang membuatnya gamang adalah bagaimana virus ini menyebar sangat cepat, jauh lebih cepat daripada penyakit lain selama ini. Pola transportasi modern telah tanpa sengaja membantu penyebaran penyakit ini menjadi penyakit modern dalam jangka waktu yang singkat.
Pola transportasi modern telah tanpa sengaja membantu penyebaran penyakit ini menjadi penyakit modern dalam jangka waktu yang singkat.
Di Indonesia, kita telah melihat kenaikan tingkat kematian. Namun, kita belum mengetahui tingkat penyebaran virus ini. Masih banyak yang kita belum ketahui dan yang sepertinya sudah kita ketahui dapat berubah dalam hitungan hari, jam, menit, bahkan detik.
Kita belum tahu bagaimana kekebalan tubuh dapat terbentuk. Peneliti di Indonesia kekurangan data. Setiap lokasi di Indonesia, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi, memiliki karakteristik berbeda. Apakah iklim merupakan suatu variabel dalam menentukan tingkat penyebaran? Kami tak tahu. Namun, peneliti harus berasumsi demikian.
Kita tak perlu panik. Kita harus terus waspada dan menerapkan semua tindakan pencegahan. Namun, seperti diungkapan dr Fauci, langkah pencegahan tak memberikan jaminan apa pun. Para ilmuwan harus bekerja ekstrakeras dalam mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang virus ini.
Baca juga: Hidup Bersama Covid-19
SARS-CoV-2 bisa jadi, atau mungkin bukan, virus paling berbahaya yang dikenal dalam sejarah manusia. Sekali lagi, kita belum tahu. Secara statistik, ada penyakit lain yang lebih banyak merenggut nyawa dibandingkan dengan korona. Kurva epidemi (epi curve) menunjukkan perkembangan penyakit dalam wabah dari waktu ke waktu dan kurva epi yang akurat diperlukan untuk dapat membantu pemerintah menentukan prioritas demi mengatasi pandemi Covid-19.
Setiap orang ingin kembali ke kehidupan normal mereka dan melakukan bisnis sehari-hari. Baru-baru ini Indonesia berada di daftar teratas kasus yang dilaporkan di Asia Tenggara dan jumlah yang dilaporkan ini hanyalah puncak gunung es.
Ukuran gunung es, atau prevalensi Covid-19, dapat ditentukan dengan tes serologis (antibodi), umumnya dikenal sebagai rapid test. Tes PCR tidak dapat memberikan informasi tentang prevalensi. Namun, rapid test, tentu saja, harus dilakukan dengan benar, dengan metodologi yang sesuai, dengan menentukan sampel yang tepat, agar data dapat diekstrapolasi untuk akhirnya menghasilkan angka prevalensi atau mendapatkan kurva epi yang akurat.
Baca juga: Mendesain Vaksin Covid-19
Seiring dengan bertambahnya pengetahuan kita terkait pandemi ini, kebijakan untuk tindakan preventif dan kuratif harus terus berjalan bersamaan.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah salah satu program single-payer terbesar dan paling ambisius di dunia. Diluncurkan pada Januari 2014, JKN telah mencakup 221 juta orang atau 83 persen dari populasi Indonesia pada Mei 2020.
Setiap orang ingin kembali ke kehidupan normal mereka dan melakukan bisnis sehari-hari.
Pemerintah berkomitmen memastikan keberlanjutan JKN dan memiliki dampak positif pada hasil kesehatan, perlindungan keuangan, ekuitas kesehatan, serta pada pasar kesehatan dan ekonomi secara umum. Namun, defisit tahunan terus meningkat dan keberlangsungannya sangat membutuhkan perhatian lebih. Pandemi Covid-19 jelas menambah tekanan pada sistem perawatan kesehatan Indonesia.
Preventif dan kuratif
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) telah memproyeksikan dampak Covid-19 pada perekonomian dan semua skenario menunjukkan anggaran untuk mengurangi pandemi akan meroket, sesuai anggaran negara untuk belanja kesehatan 2020.
Sistem JKN yang kita miliki merupakan pendekatan kuratif atau istilah awamnya mengobati. Adapun porsi yang dialokasikan untuk program-program preventif dengan peningkatan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengendalian penyakit serta pendidikan hanya sekitar 7 persen dari keseluruhan alokasi anggaran kesehatan 2021 yang sedang dibahas di DPR saat ini. Padahal, kita semua sepakat mencegah lebih baik daripada mengobati.
Baca juga: Vaksin: Komersial atau Sosial?
Salah satu contoh fokus program peningkatan kesehatan masyarakat adalah peningkatan kesehatan ibu dan anak. Peran bidan dalam membantu ibu selama dan setelah persalinan, serta selama kehamilan, menjadi amat penting. Dengan jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat, bidan di seluruh Indonesia harus menavigasi prosedur baru saat melahirkan bayi, dengan kesadaran penuh bahwa mereka mengekspose diri mereka terhadap kemungkinan infeksi.
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mencatat, pandemi ini mengakibatkan wanita hamil dan pasangan enggan untuk mengunjungi fasilitas kesehatan, bahkan hanya untuk menjalani pemeriksaan atau menerima kontrasepsi.
Di sisi lain, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Indonesia (BKKBN) memproyeksikan peningkatan 420.000 kelahiran pada awal 2021, jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Peningkatan jumlah kehamilan yang tak direncanakan selama pandemi tak hanya meningkatkan risiko kesehatan bagi ibu dan bayi, tetapi juga menghadirkan tantangan bagi rumah tangga baru yang kemungkinan besar telah dihadapkan pada beban finansial sebagai dampak dari pandemi.
Usaha kuratif, yang berorientasi jangka pendek dan menengah, serta preventif, yang berorientasi jangka panjang, harus berjalan beriringan.
Perdana Menteri Inggris Winston Churchill mengatakan, ”Warga negara yang sehat adalah aset terbesar yang dapat dimiliki sebuah bangsa.” Kutipan tersebut masih akan relevan hingga akhir zaman.
Usaha kuratif, yang berorientasi jangka pendek dan menengah, serta preventif, yang berorientasi jangka panjang, harus berjalan beriringan. Kita harus tetap fokus untuk terus membangun kejayaan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dengan mengutamakan kesehatan setiap warga negaranya.
Dono Widiatmoko, Senior Lecturer di University of Derby, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.