Pembelajaran jarak jauh tetap berlanjut di sebagian besar daerah pada tahun ajaran baru 2020/2021 ini. Meskipun belum efektif, hal ini menjadi jalan keluar terbaik.
Oleh
Editor KOMPAS
·2 menit baca
Pembelajaran jarak jauh tetap berlanjut di sebagian besar daerah pada tahun ajaran baru 2020/2021 ini. Meskipun belum efektif, hal ini menjadi jalan keluar terbaik.
Terbaik bagi siswa, orangtua peserta didik, guru, dan juga masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pendidikan yang selama pandemi Covid-19 mengalami penutupan sekolah. Sebagian daerah sudah menyelenggarakan pembelajaran secara tatap muka, tetapi terbatas dan harus memperhatikan protokol kesehatan.
Tiga bulan pertama penutupan sekolah menjadi pembelajaran bagi guru dan sekolah yang mempunyai akses ke teknologi digital dan internet untuk meningkatkan metode pembelajaran secara online atau dalam jaringan (daring). Webinar atau pelatihan secara daring untuk meningkatkan kemampuan guru tak pernah sepi peminat.
Laman Guru Berbagi yang disediakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga menjadi tempat bagi guru untuk belajar dan berbagi metode pembelajaran jarak jauh, baik secara daring maupun offline (di luar jaringan/luring). Pada 3 Juli 2020, akses ke laman ini mencapai 5,9 juta dengan 950.000 lebih pengunjung.
Tak sedikit guru berinovasi untuk menyiasati keterbatasan akses ke teknologi digital dan internet dalam pembelajaran daring. Sejumlah guru memadukan pembelajaran daring dan luring, atau pembelajaran semidaring, sesuai aksesibilitas teknologi digital dan internet anak didik mereka. Telepon genggam dan aplikasi media sosial menjadi andalan.
Guru dan siswa terbantu dengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk pembelian kuota internet. Namun, bantuan ini hanya dinikmati sekolah yang memiliki akses ke teknologi digital dan internet. Padahal, ada 40.779 sekolah atau sekitar 18 persen sekolah dasar dan sekolah menengah yang tidak ada akses internet, bahkan 7.552 sekolah atau sekitar 3 persen di antaranya belum terpasang jaringan listrik.
Sebagian besar sekolah itu selama ini menyelenggarakan pembelajaran luring dengan guru kunjung, tetapi beberapa di antaranya tiada pembelajaran sama sekali, terkendala geografis. Untuk tingkat sekolah dasar saja, jika mengacu pada survei Kemendikbud pada 3-8 April 2020, ada 6 persen atau 8.940 sekolah tak menggelar pembelajaran daring atau luring.
Pandemi Covid-19 semakin memajankan ketidaksetaraan dalam akses maupun kualitas pendidikan. Tanpa strategi dan kebijakan khusus, siswa yang rentan, karena ada keterbatasan atau bahkan tanpa akses teknologi digital dan internet, akan semakin tertinggal.
Menyelesaikan masalah akses teknologi digital dan internet akan membutuhkan waktu. Saat ini, pedoman kurikulum yang disederhanakan atau kurikulum adaptif dan modul pembelajaran jarak jauh akan membantu mengurangi permasalahan tersebut.
Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk menjangkau siswa yang rentan. Jangan sampai seorang anak didik pun tertinggal dalam pembelajaran jarak jauh ini. Pendidikan adalah penentu masa depan bangsa.