Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Begitulah bunyi Pasal 28B Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin perlindungan bagi anak-anak di negeri ini, dari kekerasan dan diskriminasi. Konstitusi pun menambahkan, ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” (Pasal 34 Ayat 1).
Anak-anak, seperti warga negara yang lain, juga berhak atas pendidikan dasar, yang pemerintah wajib membiayainya. Namun, masih banyak anak-anak, hingga usia 18 tahun, yang tak bersekolah atau putus pendidikan dasar sembilan tahun. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, pada 2017/2018 ada 32.127 anak putus sekolah dasar dan 51.190 anak putus sekolah menengah pertama. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menunjukkan warga berusia 7-18 tahun yang tak bersekolah di negeri ini mencapai 4,586 juta anak.
Wajah anak di negeri ini kian memprihatinkan sebab masih banyak yang menjadi korban kekerasan, atau terpaksa bekerja, sebab keluarganya tak mampu. ”Global Report 2017: Ending Violence in Childhood” melaporkan, sekitar 73,7 persen anak Indonesia berusia 1-14 tahun mengalami kekerasan fisik dan psikologis. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2019 menerima 1.192 laporan kekerasan terhadap anak. Secara spesifik, sepanjang tahun lalu, KPAI menerima 21 aduan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, dengan 123 anak diduga menjadi korbannya.
Yang terbaru, kasus eksploitasi seksual terhadap ratusan anak oleh FAC (65), warga negara Perancis. FAC diamankan oleh Polda Metro Jaya. Polisi menemukan 305 video yang diduga berasal dari anak-anak berbeda. Korban kebanyakan merupakan anak jalanan. FAC sering kali ke Indonesia sejak Februari 2015, sebagai turis (Kompas, 10/7/2020).
Kekerasan terhadap anak dilaporkan terjadi di lembaga keagamaan pula.
Sebelumnya, petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Lampung, DA, diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak yang seharusnya didampinginya. Kekerasan terhadap anak dilaporkan terjadi di lembaga keagamaan pula.
Sanksi hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap anak di negeri ini sangatlah keras. Pelaku bisa dikebiri, bahkan dihukum mati, seperti Siswadi alias Robot Gedek tahun 1997. Namun, ternyata sanksi tegas itu tak juga menjerakan.
Perlindungan pada anak-anak di negeri ini harus dilakukan bersama oleh semua warga, tak bisa hanya bergantung pada aparat, dan dimulai dari kelompok warga yang terkecil. Kita bersama-sama harus melindungi anak-anak bangsa ini. Anak-anak kita semua.