Masih banyak orang menggunakan kata "narsis" untuk maksud "narsisisme", padahal arti kedua kata itu beda. Misalnya: “Tak usah narsis, kamu tidak cakep!” Maksudnya jangan terlalu kagum pada diri sendiri. Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan lema "narsisisme" sebagai hal (keadaan) cinta diri yang berlebihan, sedangkan "narsis" adalah tanaman sejenis bunga bakung dengan nama Latin Amarylidaceae.
Asal kata itu dari mitologi Yunani. Alkisah, Narkissos (Latin: Narcissus) mencintai bayangannya sendiri di telaga. Ketika menjulurkan tangan untuk menyentuh bayangan itu, ia tercebur dan mati tenggelam. Kemudian di tepi kolam itu tumbuh tanaman bunga narsis. Kata "narsisisme" dipungut dari bahasa Inggris "narcissism". Dalam Belanda ditulis "narcisme"; yang tidak kita gunakan. Di sisi lain, kita menerapkan "fanatisme" (pungutan dari Belanda), bukan "fanatisisme" dari Inggris.
Pada Inggris, -ism ialah imbuhan yang lazim muncul pada kosakata pinjaman dari bahasa Yunani; tetapi juga berarti teori, doktrin, sistem pemikiran, mazhab, dengan pola derivasi kata dasar+ism. Dengan demikian kita mendapati "narcissus", "narcissistic", "narcissism" (pada Jerman "Narzissismus"); juga "fanatic" dan "fanaticism"; "romantic" dan "romanticism".
Bagaimana dengan bentukan "fanatisme" yang kita pungut dari bahasa Belanda? Jelaslah ini tidak selaras dengan "narsisisme" yang kita pungut dari bahasa Inggris dan kita cantumkan pada kamus yang sama. Jadi, pola mana yang sesungguhnya hendak kita terapkan? Dengan bertolak dari pola derivasi bahasa Inggris, kita dapat mempersoalkan: jika kita menggunakan "fanatisme", berarti kita berasumsi kita punya kata dasar "fanati" (berimbuhan -isme), padahal yang ada "fanatik". Kalau mau setia kepada pola yang rigid, maka selayaknya kita menggunakan "fanatisisme", sebagaimana kita mencantumkan "romantisisme" dalam KBBI. Sekadar catatan, Kamus Belanda-Indonesia W. van Hoeve (1986) cuma mencantumkan "romantiek, romantiseren, romantisch". Jika ada yang menulis "romantisme", berarti dia berasumsi bentukan itu dari "romanti+isme", bukan "romantis+isme".
Kata lain yang kerap membingungkan, manakah yang memenuhi syarat konsistensi suatu kaidah: "empirisme" atau "empirisisme"? KBBI mencantumkan "empiri" (kata benda) dan "empiris" (kata sifat); dari kata benda itu KBBI membakukan "empirisme". Tampaknya kata "empiri" diambil dari bahasa Belanda dan dari situ dibikin "empirisme", tetapi dari mana bentukan ini? Di kamus W. van Hoeve hanya ada "empiricus, empirie", dan "empirisch".
Kembali ke lema "romantisisme": hal ini menunjukkan KBBI tidak konsisten. Apabila pada bahasa Inggris ada "empiric, empirical", dan "empiricism", maka konsistensi pembentukan kata derivatif itu langsung tampak jelas dengan sendirinya. Sedangkan pada bahasa Indonesia kita bertanya-tanya dan kebingungan mencari tahu proses derivasi "empirisme". Ada orang menulis “eksotisme” untuk arti "eksotika", padahal bentukan itu tidak berdasar. Ini merupakan contoh ekses dari distraksi itu.
Catatan kecil ini menunjukkan KBBI sebagai kamus induk terombang-ambing antara penerapan kosakata Belanda dan Inggris. Padahal, setiap bahasa memiliki kaidah yang unik. Kamus lumrah menganut pola deskriptif, tapi selayaknya tak jadi dokumen beku yang membiarkan masyarakat kocar-kacir memilah kata dalam pemakaian sehari-hari tanpa pola yang koheren dan konsisten.