Kemunculan buron Joko Tjandra di PN Jakarta Selatan memunculkan keriuhan petinggi lembaga hukum di negeri ini. Terlepas dari itu, kasus itu makin menegaskan adanya masalah dalam pemantauan perlintasan di Ditjen Imigrasi
Oleh
Budiman Tanuredjo
·4 menit baca
Dunia hukum negara ini seperti panggung sandiwara. Banyak aktor yang bermain. Entah peran wajar atau peran berpura-pura. Lirik ”Panggung Sandiwara” yang digubah Ian Antono-Taufiq Ismail dan dipopulerkan Ahmad Albar tahun 1977 terasa pas menggambarkan dunia hukum Indonesia.
Publik tersenyum kecut melihat sinetron hukum di Tanah Air. Namun, jika tak diatasi, kepercayaan terhadap sistem hukum bisa kian meredup. Pada 29 Juni 2020, di depan Komisi III DPR yang membidangi hukum, Jaksa Agung ST Burhanuddin ”curhat” soal buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra, yang dipidana 2 tahun penjara.
”Kami sudah beberapa tahun mencari Joko Tjandra ini. Tetapi, yang melukai hati saya, Joko Tjandra bisa ditemui di mana-mana, di Malaysia dan di Singapura. Kami minta ke sana-sini, tetapi enggak ada yang bisa bawa. Dan, informasi lagi yang menyakitkan hati saya adalah tiga bulanan dia ada di sini (Indonesia). Sekarang baru terbuka,” kata Burhanuddin.
Kami sudah beberapa tahun mencari Joko Tjandra ini. Tetapi, yang melukai hati saya, Joko Tjandra bisa ditemui di mana-mana, di Malaysia dan di Singapura. Kami minta ke sana-sini, tetapi enggak ada yang bisa bawa. Dan, informasi lagi yang menyakitkan hati saya adalah tiga bulanan dia ada di sini (Indonesia). Sekarang baru terbuka (Jaksa Agung ST Burhanuddin)
Joko Tjandra kabur ke luar negeri, Rabu, 10 Juni 2009, malam hari. Ia kabur sehari sebelum Mahkamah Agung memutuskan menerima peninjauan kembali (PK) yang diajukan jaksa, yakni pada Kamis, 11 Juni 2009. Joko Tjandra dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus cessie Bank Bali dengan hukuman 2 tahun penjara. Seperti dikutip Kompas, 19 Juni 2009, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan menyebut, Joko Tjandra telah berada di Port Moresby, Papua Niugini. Dia kabur menggunakan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Joko berstatus buronan. Kegiatannya tak terlacak. Belakangan baru muncul di Tanah Air. Dia mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa Agung di depan Komisi Hukum DPR mengatakan, Joko telah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu.
Pengakuan Jaksa Agung di depan Komisi Hukum DPR itu dibantah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Yasonna adalah petinggi hukum juga. Pada era Orde Baru ada lembaga Mahkejapol. Satu lembaga yang terdiri dari Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian. Mereka saling berkoordinasi untuk kasus hukum. Di era reformasi semuanya berubah. Bahkan, bisa berbeda dan saling bantah.
Yasonna bersikukuh tidak ada pelintasan orang atas nama Joko Tjandra. Dalam jumpa pers di tempat berbeda, 1 Juli 2020, kuasa hukum Joko Tjandra, Andi Putra Kusuma, mengaku, dirinya bertemu Joko Tjandra pada 8 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Joko dalam kondisi sehat.
Sebut saja, misalnya, keterangan Jaksa Agung di depan Komisi III DPR dibantah Yasonna. Kepada wartawan di Kompleks Parlemen, 30 Juni 2020, Yasonna mengatakan, ”Dari mana data bahwa dia (Joko) tiga bulan di sini (Indonesia), tidak ada datanya, kok. Di sistem kami tidak ada. Saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada. Kemenkumham tidak tahu sama sekali, di mana. Makanya kemarin, kan, ada dibilang ditangkap, kami heran juga. Jadi, kami sudah cek sistem kami, tidak ada,” kata Yasonna (Kompas, 1 Juli 2020).
Yasonna bersikukuh tidak ada pelintasan orang atas nama Joko Tjandra. Dalam jumpa pers di tempat berbeda, 1 Juli 2020, kuasa hukum Joko Tjandra, Andi Putra Kusuma, mengaku, dirinya bertemu Joko Tjandra pada 8 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Joko dalam kondisi sehat.
Joko datang ke PN Jakarta Selatan mendaftarkan PK. Andi tidak tahu apakah Joko sudah berada tiga bulan. ”Saya kurang tahu (Joko) tiga bulan di Indonesia atau tidak. Saya hanya tahu beliau ada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020,” kata Andi. Namun, saat sidang perdana PK, 29 Juni 2020, Joko tidak bisa hadir karena sakit berdasarkan surat dokter dari klinik di Kuala Lumpur.
Yasonna mengatakan, sejak tahun 2014, Joko sudah tak masuk red notice Interpol (Kompas, 3 Juli 2020).”Jadi, seandainya masuk dengan benar, ia tak bisa kami halangi karena tidak masuk red notice.”
Terlepas masuk atau tidak di red notice, Joko adalah buronan yang harus ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Menariknya lagi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono mengaku tidak tahu terkait hal itu. Intinya sebenarnya bukan red notice atau tidak. Ya, namanya buronan datang ke pengadilan, ya, harus ditangkap!
Tampaknya, pelintasan imigrasi di Indonesia sedang bermasalah. Sebelumnya, publik geger ketika kedatangan Harun Masiku, buronan KPK, juga terlambat dideteksi Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta. Harun masuk ke Jakarta, 7 Januari 2020, tetapi baru diketahui pihak Imigrasi 22 Januari 2020
Tampaknya, pelintasan imigrasi di Indonesia sedang bermasalah. Sebelumnya, publik geger ketika kedatangan Harun Masiku, buronan KPK, juga terlambat dideteksi Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta. Harun masuk ke Jakarta, 7 Januari 2020, tetapi baru diketahui pihak Imigrasi 22 Januari 2020. Itu pun setelah media membongkar kepulangan Harun. Alasannya, ada masalah dalam pelaporan sistem teknologi informasi mengenai data pelintasan. Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie menjadi korban. Vendor yang menyiapkan sistem pelaporan disalahkan. Harun pun hilang....
Peristiwa sejenis kembali terjadi. Kedatangan Joko Tjandra tak terpantau di pintu pelintasan. Ini berbahaya. Perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM membingungkan publik. Ada apa di balik itu semua? Peran wajar atau peran berpura-pura? Kasihan Presiden Joko Widodo. Benar kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, tangkap Joko Tjandra. Juga bongkar siapa yang membantunya! Kisah buronan koruptor kabur itu masih banyak.