Setiap tanggal 30 Juni, penduduk dunia merayakan Hari Media Sosial Internasional. Peringatan yang digelar sejak tahun 2010 itu diprakarsai oleh Mashable.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Setiap tanggal 30 Juni, penduduk dunia merayakan Hari Media Sosial Internasional. Peringatan yang digelar sejak tahun 2010 itu diprakarsai oleh Mashable.
Mashable, berbasis di New York, Amerika Serikat, adalah perusahaan media dan hiburan multiplatform global, yang antara lain memiliki edisi Asia Tenggara. Indonesia mempunyai Hari Media Sosial Nasional yang dirayakan pada 10 Juni.
Perkenalan umat manusia dengan media sosial (medsos) belumlah lama. Platform medsos yang diakui sebagai yang pertama di dunia adalah SixDegrees,yang dikenalkan Andrew Weinreich asal Pennsylvania, AS, pada 1997. Jaringan ini saat ditutup tahun 2000 memiliki sekitar 3,5 juta anggota.
Di Indonesia, dari sekitar 272 juta penduduknya, ada sekitar 175,4 juta pengguna internet. Sebanyak 160 juta orang merupakan pengguna aktif medsos dengan lama mengakses rata-rata 3 jam 26 menit per hari. Youtube menjadi medsos yang paling banyak diakses di negeri ini. Warga dunia banyak yang membuka Facebook.
Medsos terus berkembang dan semakin populer. Kontroversi pun menyertainya, antara lain terkait penggunaan data pribadi tanpa izin, ujaran kebencian, gangguan kesehatan mental pada pemakainya, berita bohong, dan ancaman pada demokrasi. Freedom House, lembaga nirlaba untuk kemajuan demokrasi dan kemerdekaan berpendapat di Washington, AS, pada November 2017 melaporkan adanya manipulasi medsos untuk melemahkan demokrasi, termasuk memengaruhi hasil pemilu di 18 negara, seperti AS. Manipulasi informasi dalam medsos terjadi hingga saat ini.
Padahal, awalnya medsos lahir sebagai cara bagi seseorang terhubung dalam jaringan dengan keluarga, teman, dan orang lain secara instan sehingga bisa menikmati hal positif di dalamnya. Harapan itu tak terjadi sepenuhnya bukan karena kesalahan penyedia platform saja, melainkan juga pemakai medsos.
Ruang publik di dunia maya seharusnya bersih dari konten negatif dan materi yang bisa merusak kemanusiaan.
Kejadian terakhir adalah gerakan boikot memasang iklan di medsos, khususnya Facebook, dari aktivis, yang didukung sekitar 400 perusahaan di seluruh dunia. Platform medsos dihukum karena membiarkan unggahan bernada kebencian di platform itu tanpa ada niat mencopotnya. Ruang publik di dunia maya seharusnya bersih dari konten negatif dan materi yang bisa merusak kemanusiaan (Kompas, 2-3/7/2020).
Selama ini, penyedia platform hampir tak tersentuh terkait penyimpangan di medsos yang dikelolanya dan terkait pengaturan pajak. Penyelenggara negara berjuang sendiri-sendiri menghadapi penyedia platform. Namun, literasi digital yang masif membuat warga dunia mengerti akan kuasanya berhadapan dengan penyedia medsos. Saatnya medsos kembali pada peran positifnya untuk kemanusiaan dan kesejahteraan bersama.