Prediksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dari minus 3 persen menjadi minus 4,9 persen, terburuk sejak Depresi Besar 1930-an. Dalam skenario terburuk, kontraksi ekonomi global diperkirakan bisa hingga 8 persen.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Dana Moneter Internasional (IMF) kembali merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan global, dengan kian dalamnya kejatuhan ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19.
Hanya dalam rentang dua bulan, prediksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dari minus 3 persen menjadi minus 4,9 persen, terburuk sejak Depresi Besar 1930-an. Angka IMF bahkan masih lebih moderat ketimbang prediksi Bank Dunia dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), masing-masing minus 5,2 persen dan 6 persen.
Angka prediksi Bank Dunia ini pun baru berdasarkan skenario dasar (baseline scenario). Dalam skenario terburuk, kontraksi ekonomi global diperkirakan bisa hingga 8 persen. Penurunan pendapatan per kapita diprediksi dialami 90 persen lebih perekonomian negara maju dan berkembang, membuat angka kemiskinan kembali melonjak, menghapus kemajuan signifikan yang dicapai beberapa dekade terakhir.
Penurunan pendapatan per kapita diprediksi dialami 90 persen lebih perekonomian negara maju dan berkembang.
Jangan dilupakan, prediksi suram ketiga lembaga itu masih sangat diwarnai dengan ketidakpastian dan berisiko untuk kembali direvisi ke bawah. Dengan belum adanya kepastian kapan vaksin ditemukan dan ancaman gelombang kedua pandemi, sangat mungkin negara-negara kembali menutup, memberlakukan pembatasan sosial atau lockdown, dengan dampak kerusakan masif pada ekonomi.
Akibat pembatasan dan lockdown, sejak kuartal I-2020 ekonomi global nyaris tak bergerak. Meski sekitar 15 triliun dollar Amerika Serikat (AS) stimulus fiskal dan moneter digelontorkan di seluruh dunia dan bertahap banyak negara kembali membuka perekonomian mereka, langkah itu tak mampu membendung kejatuhan ke jurang resesi.
Kontraksi pertumbuhan tetap terjadi, di negara maju bahkan mencapai minus 6-7 persen, sementara negara berkembang 2,5 persen. Sebagian besar negara mengalami resesi pada 2020, dan pendapatan per kapita mengalami kontraksi terbesar sejak 1870. Hanya Asia Pasifik yang diperkirakan masih tumbuh positif, itu pun cuma 0,5 persen; sementara Sub-Sahara Afrika minus 4,2 persen; Eropa dan Asia Tengah minus 4,7 persen; dan Amerika Latin minus 7,2 persen.
IMF memprediksi perekonomian global 2021 kembali tumbuh positif 5,4 persen, tetapi tak ada jaminan angka ini tak akan direvisi. Prediksi ini bisa dikatakan terlalu optimistis, mengingat hingga kini penyebaran virus korona belum mereda.
Di banyak negara pandemi belum mencapai puncaknya, sebagian bahkan baru mulai dan sebagian memasuki gelombang kedua pandemi. Banyak negara dipaksa mencari keseimbangan yang tepat dalam merespons pandemi, termasuk antara prioritas kesehatan dan ekonomi, dan mengerahkan seluruh instrumen nonkonvensional yang belum pernah ada sebelumnya, yang bisa memunculkan bahaya dan kerentanan baru bagi ekonomi global mendatang.
Berbeda dengan krisis sebelumnya, krisis kali ini diwarnai absennya koordinasi, kerja sama, dan kepemimpinan global, baik dalam membendung laju penyebaran Covid-19 maupun menekan dampak kerusakan pada perekonomian, karena semua negara sibuk mencari selamat sendiri.