Premanisme menjadi isu hangat lagi setelah terjadi kekerasan antara duo kerabat Kei, John dan Nus. Semua sepakat, negara tak boleh kalah dengan preman.
Oleh
EDITOR
·3 menit baca
Premanisme menjadi isu hangat lagi setelah terjadi kekerasan antara duo kerabat Kei, John dan Nus. Semua sepakat, negara tak boleh kalah dengan preman. Berawal dari sengketa di tanah kelahiran di Ambon, Maluku, pertikaian John dan Nus berlanjut di Bekasi dan Jakarta. Kekerasan antarsaudara yang melibatkan pendukung masing-masing di ruang publik itu menodai rasa aman warga.
Dari penyelidikan polisi serta hasil prarekonstruksi, diduga kuat John mengatur, mengarahkan, hingga membagi tugas anggotanya dalam tindak kekerasan itu, dengan target utama Nus. Satu anak buah Nus Kei tewas. Seorang lagi anak buah Nus dan satu petugas keamanan di Green Lake City terluka.
Premanisme di kota besar bukan barang baru di Indonesia. Fenomena ini muncul karena adanya kebutuhan penyedia jasa keamanan secara fisik. Demi menjamin keamanan ”lahan”, apakah itu cuma sebidang tanah sengketa, areal parkir tidak resmi, tempat hiburan, atau berbagai bentuk lahan lainnya, si pemilik lahan kerap menyewa kelompok tertentu. Tak pelak, ada uang jasa keamanan dari penyewaan kelompok preman ini.
Premanisme makin sulit diberantas karena ada situasi saling membutuhkan antara kelompok preman, masyarakat, dunia usaha, bahkan aparat.
Lazim pula, geng preman semacam ini berebut lahan. Persaingan semacam inilah yang kadang memicu pertikaian, seperti antara duo John dan Nus Kei. Premanisme makin sulit diberantas karena ada situasi saling membutuhkan antara kelompok preman, masyarakat, dunia usaha, bahkan aparat. Sinyalemen yang pernah dilontarkan kriminolog Adrianus Meliala pada Juli 2005 (Kompas, 16/7/2005) ini rasanya masih relevan hingga sekarang.
Tabiat premanisme memicu keresahan warga karena menghalalkan segala cara, dengan kerap menggunakan pendekatan kekerasan. Korban jiwa ataupun luka-luka bisa dari anggota geng preman, tetapi bisa juga masyarakat umum. Dalam kasus pertikaian John dan Nus Kei, ada korban seorang petugas keamanan yang terluka, juga pengemudi ojek daring.
Hukum harus ditegakkan terkait kejadian ini demi efek jera terhadap pelaku. Oleh karena itu, menjadi relevan pernyataan Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, yang memastikan tidak akan memberi ruang kepada kelompok preman yang membuat resah dan takut masyarakat. Polri, kata Idham, akan mengawal kasus yang melibatkan John Kei dan kelompoknya sampai persidangan.
Tugas Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi masyarakat dari semua ancaman maupun gangguan, mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum.
”Kuncinya, negara tidak boleh kalah dengan preman,” kata Idham, dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/6/2020). (Kompas, 23/6). Penegasan Idham melegakan. Sudah sepatutnya Polri menjamin masyarakat bebas dari preman. Itu sejalan dengan Pasal 30 Ayat 4 UUD 1945, yang berbunyi, ”Tugas Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi masyarakat dari semua ancaman maupun gangguan, mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum”.
Kita menunggu perwujudan janji Kepala Polri. Ada faktor lain di luar urusan keamanan yang juga memicu premanisme, misalnya pengangguran. Namun, Polri sebagai institusi penegak hukum yang dibiayai negara sewajarnya bekerja keras demi pemberantasan premanisme yang meresahkan ini.