Masukan Bank Dunia tentang perkiraan akan mengetatnya ruang fiskal perlu mendapat perhatian. Belanja publik dituntut lebih efisien dan efektif.
Oleh
Editor Kompas
·2 menit baca
Masukan Bank Dunia tentang perkiraan akan mengetatnya ruang fiskal perlu mendapat perhatian. Belanja publik dituntut lebih efisien dan efektif.
Kajian belanja publik Indonesia yang diluncurkan Bank Dunia bersama Kementerian Keuangan, Senin (22/6/2020), menyoroti tiga hal, yaitu meningkatkan kualitas belanja publik secara agregat dan lingkungan kelembagaan, belanja untuk sumber daya manusia, dan belanja untuk infrastruktur.
Indonesia mencatat sejumlah kemajuan dalam 22 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi per tahun rata-rata 5,3 persen antara tahun 2000 dan 2018, pendapatan nasional bruto per kapita naik dari 540 dollar AS menjadi 3.840 dollar AS. Orang miskin turun dari 19,4 persen menjadi 9,4 persen dari jumlah penduduk pada Maret 2019. Tingkat elektrifikasi, air bersih, dan sanitasi membaik, usia harapan hidup naik dari 66 tahun menjadi 69 tahun pada tahun 2017.
Walakin, Indonesia masih mengalami kesenjangan besar dalam modal manusia dan infrastruktur. Pembangunan dua hal itu menjadi prioritas pemerintah.
Kesenjangan itu, menurut Bank Dunia, menghambat kemampuan pemerintah menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan dalam jangka menengah. Dampak pandemi Covid-19 berisiko menurunkan capaian selama ini. Oleh karena ruang fiskal terbatas, risiko juga membesar dalam upaya menutup kesenjangan yang melebar akibat pandemi.
Tiga resep ditawarkan Bank Dunia: meningkatkan ruang fiskal untuk membiayai lebih besar sektor yang menjadi prioritas pemerintah; mengatasi kendala sistemik terhadap efisiensi dan efektivitas belanja; dan mengatasi kendala spesifik sektoral terhadap efisiensi dan efektivitas belanja.
Resep yang direkomendasikan Bank Dunia bukan sesuatu yang radikal dan baru. Mereformasi perpajakan untuk memperluas basis pajak konsumsi dan pajak penghasilan, memperbaiki administrasi perpajakan, meningkatkan pendapatan asli daerah, misalnya sudah sejak lebih dari lima tahun lalu dilaksanakan, meskipun belum menyeluruh.
Pengawasan dalam pengalokasian dan penggunaan dana perlu lebih ketat.
Tersedia mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat nasional hingga desa. Meski demikian, harus diakui koordinasi masih menjadi hambatan menjalankan strategi pembangunan. Dengan anggaran terbatas, perlu ketegasan untuk memastikan kegiatan yang mendapat anggaran sejalan dengan prioritas pemerintah. Pengawasan dalam pengalokasian dan penggunaan dana perlu lebih ketat.
Isu yang dapat menjadi sensitif adalah meningkatkan pendapatan pajak. Rekomendasi Bank Dunia, antara lain, meningkatkan pajak orang-orang terkaya, selain memotong subsidi energi dan pupuk. Kita telah belajar bagaimana mereka dengan ekonomi kuat memiliki juga kemampuan memanfaatkan celah peraturan untuk menghindar pajak. Di sini perlu dibangun rasa saling percaya.
Meningkatkan rasio pajak, dari hanya sekitar 11 persen ekonomi nasional sebagai sumber pembiayaan berkelanjutan, menjadi keharusan. Pada saat sama, strategi belanja publik harus dapat mengeluarkan orang miskin dari jerat kemiskinan dan menaikkan kesejahteraan kelas menengah rentan.