Kamis, 4 Juni 2020, saya hendak mengurus perpanjangan SIM C di Polres Indramayu karena memperpanjang SIM kini bisa dilakukan di mana saja. Salah satu syarat adalah surat keterangan kesehatan dari klinik atau dokter yang ditunjuk pihak kepolisian setempat. Setelah tiba di klinik yang ditunjuk, masih dalam situasi pandemi Covid-19, saya melihat masyarakat yang hendak membuat SIM harus duduk dan sebagian berdiri berdesakan untuk mendapat nomor antrean pemeriksaan.
Tidak ada yang menjaga jarak. Nomor antrean dibagikan secara tidak berurutan sehingga mereka yang datang paling awal bisa mendapat nomor antrean paling akhir. Pengambilan nomor berlangsung semrawut, tidak beraturan, dan tidak tertib. Setelah mendapat antrean dan nomor dipanggil, saya maju ke meja depan petugas klinik. Petugas hanya menanyakan tinggi dan berat badan, tanpa pemeriksaan tekanan darah dan tes buta warna, kemudian mencatatnya di balik fotokopi KTP saya.
Lalu, saya masuk ke dalam ruangan, tempat petugas klinik mengisi surat keterangan kesehatan berdasarkan informasi tinggi dan berat badan di balik fotokopi KTP, meminta uang Rp 50.000, lalu memberikan surat keterangan kesehatan. Tidak ada tanda terima bukti pembayaran. Saya mengusulkan agar ke depan proses perpanjangan SIM dapat lebih profesional. Misalnya, lewat online dengan disertai hasil scan dokumen yang diperlukan (foto, KTP, SIM lama, surat keterangan kesehatan).
Sidik jari dan tanda tangan seharusnya sudah terekam secara nasional di kepolisian sehingga tidak diperlukan lagi. Surat keterangan kesehatan pun tidak harus dari klinik atau dokter yang ditunjuk kepolisian setempat, tetapi bisa dari klinik atau dokter mana pun sehingga tidak terjadi penumpukan antrean.
Setelah membayar ke bank dan konfirmasi pembayaran, SIM dapat dikirim ke alamat rumah tanpa harus mendatangi polres setempat. Bisa juga melalui layanan drive thru dengan menunjukkan bukti bayar. Selain menunjang anjuran pemerintah menjaga jarak fisik, menghindari kumpulan orang dalam jumlah besar, proses pembuatan SIM pun bisa dibuat menjadi lebih mudah, cepat, dan profesional.
M HADINATA, Kecamatan Kesambi, Cirebon
Waspada
Belakangan ini sering muncul istilah new normal terkait upaya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar. Namun, konsep itu sulit dimengerti masyarakat. Ada yang mengira dengan new normal berarti sudah bebas seperti sebelum ada pandemi.
Bahkan, ada yang menyelenggarakan acara dengan makan prasmanan. Untunglah Sdri Tingka Adiati memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan konsep new normal adalah ”tatanan baru” dalam Surat Kepada Redaksi (Kamis, 4/6/2020). Jadi, new normal bukan akhir pandemi.
Kita masih harus waspada. Virus korona penyebab Covid-19 masih ada di sekitar kita. Protokol kesehatan masih harus dipatuhi, termasuk di antaranya harus memakai masker, jaga jarak, tidak berkerumun, mencuci tangan.
Terima kasih atas penjelasan Sdr Tingka Adiati.
Titi Supratignyo, Pondok Kacang, Tangsel
Garis Penyeberang
Tiap hari saya menempuh perjalanan dari Kalimalang ke Nagrak, Kabupaten Bogor, pergi pulang. Di Jl Transyogi alternatif Cibubur, tepatnya di perempatan Jl KH Rafie-Nagrak dan Jl Letda Natsir-Cikeas, banyak penyeberang jalan.
Kondisi lalu lintas kendaraan ramai. Orang yang menyeberang jalan harus melambaikan tangan untuk memberi tanda kendaraan agar melambat. Mohon kepada pihak berwenang untuk membuat garis penyeberangan jalan atau jembatan penyeberangan demi keamanan penyeberang jalan.
Vita Priyambada, Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620