Meskipun neraca perdagangan surplus, pandemi Covid-19 menurunkan kinerja. Keunggulan komparatif perlu dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (15/6/2020), melaporkan terjadi surplus perdagangan pada Mei 2020 meskipun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu ekspor secara keseluruhan turun 28,95 persen dan turun 13,4 persen jika dibandingkan dengan April 2020. Penurunan terbesar (21,02 persen) berasal dari golongan pertambangan, sementara ekspor hasil pertanian masih tumbuh 5,63 persen.
Surplus perdagangan terjadi sebab impor migas dan nonmigas turun tajam, 42,2 persen apabila dibandingkan dengan Mei 2019. Impor nonmigas terjadi pada golongan mesin dan peralatan mekanis. Penurunan perdagangan akibat pandemi Covid-19 sudah diperkirakan. Konsumsi dan aktivitas ekonomi melemah secara global. Selain itu, negara-negara juga membatasi impor atau ekspor sebagai bagian dari proteksi terhadap kesehatan dan mengamankan kebutuhan dalam negeri.
Belakangan, bahkan sebelum pandemi, muncul kecenderungan proteksionisme oleh negara-negara.
Surplus perdagangan harus menjadi momentum meningkatkan ekspor. Penurunan kinerja ekspor pada beberapa mata dagangan tertentu harus menjadi bahan evaluasi.
Perdagangan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi global. Belakangan, bahkan sebelum pandemi, muncul kecenderungan proteksionisme oleh negara-negara. Contoh paling mencolok adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Sebelum pandemi, guncangan pada perdagangan global tak terlalu memengaruhi karena Indonesia belum berada di jejaring utama rantai pasok dunia. Kita masih menumbuhkan kemampuan industri dalam negeri untuk mendapat nilai tambah tinggi dari rantai pasok perdagangan global.
Baca juga : Kuncinya adalah Disiplin
Pandemi Covid-19 membawa perubahan mendasar pada banyak bidang kehidupan. Tidak hanya menurunkan permintaan barang dan jasa secara global, Covid-19 juga diprediksi membuat orang memilih beraktivitas lokal atau dalam wilayah terbatas untuk menghindari tertular virus. Perubahan perilaku ini mungkin bertahan meski vaksin nantinya ditemukan.
Efek pandemi harus menjadi peluang menguatkan produk perdagangan kita di dalam maupun luar negeri. Pada saat semua negara menyetel ulang strategi menghadapi kehidupan baru bersama Covid-19, kita harus juga menyetel ulang strategi perdagangan.
Baca juga : Hidup Bersama Covid-19
Kita harus memiliki mahadata mata rantai perdagangan yang dikumpulkan secara akurat dan tepat berbasis sains. Data tersebut mulai dari produksi berdasarkan keunggulan komparatif kita, persyaratan yang ditetapkan mitra dagang, hingga perubahan cara hidup pascapandemi.
Dari mahadata berbasis sains tersebut, kita menyusun peta keunggulan komparatif, misalkan berdasarkan komoditas, wilayah, tenaga kerja, penguasaan teknologi, hingga negara atau wilayah tujuan ekspor. Kini saatnya kita memiliki strategi dan kebijakan yang presisi dan antisipatif. Hanya dengan cara itulah kita memperoleh manfaat berkelanjutan dari perdagangan kita.