Memobilisasi energi politik dan komitmen politik di Asia untuk mengelola isu internasional dari krisis Covid-19 akan menjadi langkah penting untuk mengatasi persoalan global saat ini.
Oleh
Peter Drysdale
·5 menit baca
Covid-19 telah memukul ekonomi dunia. Karena itu, dipikirkan inisiatif kerja sama global guna menghindari keterpurukan yang disebabkan oleh wabah penyakit ini.
Kerja sama ekonomi internasional akan sangat penting untuk mengelola krisis dan untuk membantu pemulihan ekonomi, baik melalui jalur perdagangan, stabilisasi pasar, pembukaan kembali rantai pasokan bisnis yang lebih cepat maupun perjalanan internasional. Tanpa itu, dunia menghadapi krisis kesehatan yang berkepanjangan. Implikasinya, stagnasi ekonomi yang berkelanjutan dalam skala yang tidak pernah terjadi sejak Depresi Besar 1930-an dulu.
Sayang, dalam dunia yang terfragmentasi secara geopolitik saat ini, kerja sama internasional bukanlah hal yang mudah. Amerika Serikat, kekuatan terbesar dunia, telah kehilangan minatnya untuk kerja sama multilateral dan berselisih secara strategis dengan China, kekuatan terbesar kedua di dunia. Dalam kondisi seperti ini, maka kepemimpinan harus diambil oleh negara-negara lain.
Tantangan kembar
Kondisi ini telah menempatkan Asia dan Indonesia di garis depan dalam pemulihan ekonomi global. Kita tahu, Asia adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Di Asia sendiri, ada tiga sumber pertumbuhan: India, Asia Tenggara dan Asia Timur dengan Jepang, China dan Korea Selatan.
Tidak dapat dimungkiri, ASEAN memiliki peran penting di sini. Dan jika kita berbicara mengenai ASEAN, Indonesia memiliki peran yang amat sentral. Itulah sebabnya, peran Indonesia menjadi penting di sini.
Karena peran dan potensinya dalam ekonomi dunia, ekonomi Asia merupakan pusat pemulihan dari krisis Covid-19. Karena virus Covid-19 terjadi lebih awal di Asia, Asia diharapkan mengalami pemulihan ekonomi lebih cepat dan dapat menjadi sumber vital pemulihan ekonomi global.
Asia, seperti negara-negara lain di dunia, harus menghadapi tantangan kembar: tantangan kesehatan internasional yang besar dan tantangan kebijakan ekonomi untuk keluar dari krisis. Kegagalan untuk menavigasi secara bijaksana antara keduanya akan menimbulkan masalah sosial, menimbulkan lebih banyak kematian dan kesulitan ekonomi. Ini bukan tugas yang mudah, melainkan sangat mendesak untuk dilakukan.
Karena itulah, kelompok pakar ekonomi Asia yang dihimpun oleh Asian Bureau of Economic Research (Biro Riset Ekonomi Asia), yang saya pimpin, beberapa waktu lalu mengeluarkan laporan mengenai strategi pemulihan Covid-19 Asia. Kami menyerukan negara-negara ASEAN+6 (ASEAN plus China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru) bergerak cepat untuk mengoordinasikan kebijakan keuangan, perdagangan, kesehatan masyarakat, dan keamanan pangan untuk menghindari stagnasi berkepanjangan dan mendorong AS dan Eropa bekerja sama dengan Asia di dalam inisiatif ini.
Fondasi untuk menyiapkan tindakan kebijakan regional di Asia diletakkan pada pertemuan puncak ASEAN+3 pada 14 April yang mencakup para pemimpin dari Asia Tenggara, China, Jepang dan Korea Selatan. Pertemuan itu membuat komitmen untuk koordinasi kebijakan kesehatan dan ekonomi.
Indonesia memainkan peran penting dalam inisiatif itu. Dengan bobotnya di ASEAN, Indonesia dan ASEAN sekarang memiliki kontribusi penting dalam kerja sama dengan negara-negara tetangga utama, seperti Australia, Jepang, India, Korea Selatan, dan China, dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh virus.
Enam inisiatif kerja sama regional
Ada enam hal penting dalam inisiatif kerja sama kebijakan regional. Pertama, mendorong bank sentral dan Kementerian Keuangan di negara-negara di dunia untuk memperluas skema currencybilateral swap dan menyepakati penerbitan baru Special Drawing Rights (SDR) untuk menciptakan jaring pengaman keuangan regional yang lebih kuat. Ini akan memberikan ruang bagi kebijakan ekonomi makro dan stabilitas keuangan, dalam memerangi wabah penyakit dan membantu pemulihan ekonomi di negara-negara berkembang di kawasan ini, termasuk Indonesia.
Kedua, mendukung pengembangan, produksi, dan distribusi pemerataan tes diagnostik, vaksin dan perawatan melalui komitmen pendanaan kolektif untuk WHO Covid-19 Tools (ACT) Accelerator dan perluasan Covid-19 ASEAN Response Fund untuk mencakup negara ASEAN+6 .
Ketiga, menjaga akses pasar untuk alat medis dan makanan di negara-negara kawasan agar tetap terbuka. Adalah hal yang sangat penting untuk menghindari pembatasan perdagangan peralatan medis dan pasokan.
Kita melihat adanya kecenderungan beberapa negara menutup ekspornya dan hanya fokus kepada kebutuhan domestiknya. Apabila ini terjadi, dampaknya akan sangat buruk bagi negara lain yang membutuhkan. Karena itu, setelah kebutuhan domestik terpenuhi, maka akses untuk ekspor ke negara lain harus tetap dibuka.
Ini membutuhkan komitmen negara-negara di kawasan untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif dan nontarif pada barang dan jasa medis. Demikian pula, ketahanan pangan regional akan bergantung pada akses ke pasar internasional dan penghapusan hambatan ekspor yang telah diberlakukan. Inisiatif bilateral saat ini untuk menjaga perdagangan agar ekspor makanan tetap terbuka dapat dikonsolidasikan ke dalam perjanjian regional.
Keempat, mengembangkan protokol untuk sertifikasi kesehatan bagi perjalanan internasional guna mempercepat dimulainya kembali perdagangan internasional, perjalanan untuk studi, pertukaran ilmiah, pergerakan tenaga kerja sementara, dan pariwisata. Mengumpulkan para ahli untuk mengatasi masalah adalah langkah pertama.
Kelima, mendukung transformasi digital dalam manajemen kesehatan yang sudah terjadi sebagai antisipasi wabah Covid-19. Asia dapat memulai agenda proaktif untuk tata kelola kolektif infrastruktur digital, yang mencakup koherensi pengaturan, standar privasi, dan berbagi data (data sharing). Hal ini dibutuhkan untuk praktik kerja baru, mode produksi baru, manajemen rantai pasokan, dan pengiriman barang dan jasa, termasuk layanan pemerintah.
Kita melihat adanya kecenderungan beberapa negara menutup ekspornya dan hanya fokus kepada kebutuhan domestiknya.
Menyegerakan RCEP
Keenam, menyelesaikan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) segera untuk memastikan berjalannya perdagangan regional. Persetujuan awal RCEP dengan 15 anggota, akan mengirimkan sinyal global tentang pentingnya menjaga perdagangan tetap terbuka, memastikan keamanan pangan dan menjaga pasar tetap terbuka di Asia Timur. Indonesia dan kelompok RCEP perlu tetap membuka jalan bagi keanggotaan India serta secara aktif mempromosikan kerja sama ekonomi dengan Asia Selatan.
Memobilisasi energi politik dan komitmen politik di Asia untuk mengelola isu internasional dari krisis Covid-19 akan menjadi langkah penting untuk mengatasi persoalan global saat ini. Ia menjadi langkah penting untuk menangani masalah besar global yang kita hadapi, termasuk stabilitas politik regional dan untuk memulihkan prospek awal kemakmuran.
Peter Drysdale,Guru Besar Emeritus, Head Asian Bureau of Economic Research, The Crawford School of Public Policy, Australian National University.