Presiden Argentina 2015-2019, Mauricio Macri, dituduh memata-matai ratusan wartawan. Tuduhan itu dilancarkan pemerintahan Presiden Alberto Fernandez. Ini menunjukkan pertarungan politik di Argentina keras dan terbuka.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tuduhan memata-matai lawan politik, wartawan dari seluruh dunia, dan duta besar terhadap Presiden Argentina Mauricio Macri tergolong serius.
Tuduhan ini pasti menimbulkan kehebohan meski perilaku politik represif tergolong lazim, lebih-lebih selama rezim militer berkuasa di Argentina tahun 1960-an sampai awal 1980-an. Macri berkuasa pada periode 2015-2019.
Menghebohkan karena Macri memata-matai ratusan wartawan dunia saat meliput pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2017 ataupun pertemuan negara-negara Grup 20 (G-20) 2019 di Buenos Aires, ibu kota Argentina. Juga terungkap, Macri memata-matai para duta besar negara asing, pimpinan serikat buruh, pengusaha, anggota parlemen, para gubernur, bahkan para pejabat dekat dirinya.
Pada Pemilu 2019, Macri kalah dari Presiden Alberto Fernandez. Mengapa Fernandez sampai meminta dokumen intelijen tentang aksi mata-mata Macri harus dibuka?
Macri memata-matai duta besar negara asing, pimpinan serikat buruh, pengusaha, anggota parlemen, gubernur, bahkan pejabat dekat dirinya.
Apa pun alasannya, pertarungan politik sudah begitu terbuka dan sangat keras sampai-sampai dokumen intelijen pun dibuka ke publik secara dini. Suatu langkah yang tidak lazim. Kenyataan itu sekaligus menggambarkan tentang kondisi panggung politik Argentina yang masih penuh pergolakan, jauh dari keadaan stabil dan tenang.
Sejauh yang dapat disimpulkan dari isi dokumen yang disiarkan ke publik, perilaku politik Macri yang berhaluan kanan cenderung represif terhadap oposisi dan media. Jika banyak pemimpin dunia bermitra dengan media dalam menjalankan komunikasi publik secara positif dan konstruktif, Macri sebaliknya, cenderung curiga terhadap media.
Hasil analisis tentang jejak digital dan tulisan menjadi dasar untuk sampai pada kesimpulan, apakah wartawan tersebut netral, mendukung, atau menentang Macri. Terlepas dari soal salah atau benar, tindakan mata-mata Macri lazim dalam sejarah kekuasaan. Praktik macam itu tergolong umum di mana-mana, lebih-lebih di pemerintahan otoriter.
Hasil analisis tentang jejak digital dan tulisan menjadi dasar untuk sampai pada kesimpulan, apakah wartawan tersebut netral, mendukung, atau menentang Macri.
Bahkan, di era digital, apa yang dilakukan Macri adalah lumrah. Upaya menghimpun data pribadi dilakukan untuk kepentingan bisnis dan politik. Melalui proses analisis berbasis algoritma, berbagai pihak, termasuk lembaga, termasuk institusi pemerintahan, berlomba-lomba mendapatkan data pribadi untuk berbagai kepentingan.
Rakyat Argentina sudah sangat menderita oleh ulah elite, yang terus bertarung kekuasaan, saling menjatuhkan, tanpa memedulikan kesejahteraan umum. Trauma rezim militer masih terasa sampai sekarang di Argentina. Perilaku kekuasaan represif masih tersisa meski rezim militer berakhir tahun 1983. Argentina kini dihadang krisis ekonomi luar biasa, yang berkomplikasi pada kehidupan sosial politik. Pemerintahan berkali-kali jatuh karena krisis sosial ekonomi.
Proses konsolidasi kekuatan sulit dilakukan jika kaum elite tidak kompak dan saling menjatuhkan. Perpecahan di elite menimbulkan keretakan luas di kalangan masyarakat. Masa depan bangsa itu sungguh dipertaruhkan.