Jumat ini, genap tiga tahun Qatar berseteru dan diblokade empat negara Arab. Selama itu pula Qatar bertahan. Pertanyaannya, kapan konflik mereka berakhir?
Oleh
Editor Kompas
·3 menit baca
Jumat ini, genap tiga tahun Qatar berseteru dan diblokade empat negara Arab. Selama itu pula Qatar bertahan. Pertanyaannya, kapan konflik mereka berakhir?
Secara geografis, Qatar terjepit oleh tiga negara di kawasan Teluk (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain) yang memblokadenya dalam tiga tahun terakhir. Mesir, negara Arab lainnya di luar Teluk, turut mengisolasi Qatar. Dengan blokade darat, laut, dan udara yang dijatuhkan kuartet negara Arab itu, kemampuan Qatar bertahan menarik untuk dicermati. Perlu digarisbawahi terlebih dahulu bahwa perhatian pada isu ini tidak dimaksudkan sebagai bentuk pemihakan terhadap salah satu kubu yang bertikai dalam perseteruan tersebut.
Konflik antara Qatar dan kuartet Arab pimpinan Arab Saudi meletus pada 5 Juni 2017. Diawali disinformasi melalui laman kantor berita resmi Qatar—yang belakangan dikatakan laman itu diretas—pada Mei 2017, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir memutus hubungan dengan Doha. Kuartet itu menuduh Qatar mendukung terorisme. Tuduhan ini dibantah Doha.
Kuartet Arab menerapkan embargo dan blokade total kepada Qatar. Seluruh jalur transportasi—darat, udara, dan laut—dengan Qatar diputus. Banyak keluarga yang terbentuk oleh hubungan perkawinan warga negara itu menjadi terpisah. Rute penerbangan beralih jalur. Suasana di tubuh Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), organisasi enam negara Teluk, termasuk Arab Saudi, Qatar, UEA, dan Bahrain, pun tak kondusif. Kuartet Arab itu mengajukan 13 tuntutan yang harus dipenuhi Qatar sebagai syarat pencabutan blokade. Qatar menolak.
Selama tiga tahun dalam blokade, yang belum diketahui sampai kapan akan berakhir, Qatar dihadapkan—antara lain—pada persoalan pemenuhan kebutuhan pokok sekitar tiga juta warganya. Negara kaya gas itu selama ini bergantung pada impor bahan makanan, termasuk dari negara yang kini menjadi musuhnya. Turki dan Iran, dua dari tiga poros besar—selain Arab Saudi—di kawasan disebut sebagai pemasok bahan pokok bagi Qatar.
Economist Intelligence Unit menempatkan Qatar di peringkat pertama dalam Indeks Keamanan Pangan Global di Timur Tengah.
Selain itu, seperti diberitakan harian ini, Rabu (3/6/2020), blokade memaksa Qatar membuka lahan perkebunan sayur dan menstok bahan makanan pokok untuk menjamin ketersediaan pangan warganya. Stok bahan pangan mereka disebutkan aman hingga delapan bulan ke depan. Economist Intelligence Unit menempatkan Qatar di peringkat pertama dalam Indeks Keamanan Pangan Global di Timur Tengah dan peringkat ke-13 di dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian Qatar bakal surplus tahun 2020. Di tengah pandemi Covid-19, negara itu mengalihkan salah satu pabrik senjata untuk memproduksi ventilator, hasil kerja sama dengan perusahaan Amerika Serikat.
Upaya rekonsiliasi telah dicoba pada Desember 2019. Sempat muncul harapan, termasuk melalui diplomasi sepak bola saat Bahrain merebut trofi Piala Teluk di Qatar, Desember lalu. Namun, upaya itu buntu setelah perundingan terhenti pada Januari 2020. Hal ini semestinya bukan akhir dari upaya rekonsiliasi di antara negara-negara tersebut.