”Negara wajib hadir” dengan dukungan kebijakan yang tegas dan konsisten dalam memenuhi hak asasi lansia, sehingga mendorong penduduk disiplin dalam menerapkan protokol pencegahan.
Oleh
Lilis Heri Mis Cicih
·4 menit baca
Di bidang kependudukan, penuaan global merupakan fenomena yang relatif baru, tetapi cukup menarik perhatian berbagai kalangan di seluruh dunia. Peningkatan jumlah penduduk usia 60 tahun dan lebih (lansia) begitu cepat, mengakibatkan situasi kependudukan berbeda dengan periode sebelumnya.
Ke depan, dunia akan dipenuhi lansia daripada anak-anak balita. Jumlah lansia di dunia meningkat dari 524 juta orang pada 2010 menjadi 1,5 miliar orang pada 2050. Artinya, rata-rata penduduk hidup lebih lama daripada generasi sebelumnya.
Begitu juga di Indonesia, harapan hidup penduduk meningkat dari 69,8 tahun pada tahun 2010 menjadi 71,2 tahun pada tahun 2018. Seiring dengan itu, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat peningkatan jumlah lansia dari 25,6 juta orang tahun 2019 menjadi 63,3 juta orang tahun 2045.
Ini tantangan untuk mewujudkan penuaan sehat (healthy ageing), terutama saat new normal (tatanan kehidupan normal baru).
Kesiapan kita
Apakah kita sudah siap? Masa new normal bukan berarti sudah terbebas dari pandemi, melainkan hidup dalam tatanan baru dengan menjalankan aktivitas normal.
Bedanya, setiap orang dianjurkan menerapkan perilaku hidup sehat sesuai protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Setiap orang tanpa kecuali (lansia dan generasi muda) wajib untuk menjaga imunitas dan kesehatannya.
”Kita adalah lansia”, calon lansia masa depan, sehingga generasi muda termasuk generasi milenial atau generasi Z harus mempersiapkan kesehatan ataupun finansialnya sejak sekarang. Penting untuk menjaga kesehatan, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu fokus utama pembangunan. Ini diperlukan untuk mencapai lansia yang mandiri, sejahtera, dan mandiri seiring dengan penuaan penduduk.
Data 23 Mei 2020, kasus positif Covid-19 terbanyak pada usia kerja (18-59 tahun) sebesar 15.432 orang. Mereka yang pernah terkena Covid-19 perlu terus berperilaku hidup sehat dan menjaga imunitas tubuh agar tetap sehat di kemudian hari. Jangan sampai mereka hidup lebih lama, tetapi dengan kondisi sakit-sakitan.
Saat ini, pandemi masih berlangsung, tidak ada pilihan bagi penduduk untuk menghadapi new normal sehingga harus mempersiapkan diri dengan baik. Edukasi yang efektif kepada masyarakat dalam mencegah Covid-19 diperlukan. Berbagai panduan atau protokol sudah tersedia di situs khusus penanganan Covid-19, dan lainnya. Namun, masih banyak anggota masyarakat yang tak mematuhinya, seperti kerumunan di mal/pasar, atau transportasi publik.
Ada dua kemungkinan. Pertama, masyarakatnya tidak disiplin. Kedua, bisa jadi karena kebijakan yang tidak jelas dan tegas, termasuk pembatasan pergerakan yang tidak serentak di semua wilayah.
Dampak pandemi Covid-19 multidimensi, termasuk kesehatan, sosial, ekonomi, dan keamanan. Bagi kelompok rentan (lansia), dengan berbagai keterbatasan terhadap sumber daya dan akses ke berbagai hal, itu dapat dirasakan berat, apalagi jika lansia tinggal sendiri (tahun 2019 sekitar 9,3 persen).
Dalam kondisi pembatasan pergerakan atau pembatasan sosial masa pandemi Covid-19 ini, perlu ekstra perhatian dan perlindungan terhadap lansia karena kecenderungan kondisinya memburuk. Berbagai kasus tindak kekerasan, penipuan, penelantaran, dan kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup ditemukan pada saat pandemi ini.
Padahal, saat normal saja kondisi lansia masih memerlukan perhatian dalam berbagai hal. Sebanyak empat dari sepuluh rumah tangga lansia belum mapan secara ekonomi. Meski satu dari dua lansia masih bekerja, 84,3 persen bekerja di sektor informal dan 32,7 persen lansia bekerja dengan upah rendah.
Umumnya terkait dengan rata-rata pendidikannya yang hanya sampai kelas IV sekolah dasar (SD) atau sederajat. Selain itu, satu dari empat lansia mengalami sakit, dan menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, umumnya mengalami multipenyakit.
Penyakit yang banyak diderita lansia adalah hipertensi, stroke, dan sakit sendi. Keberadaan penyakit tersebut menjadi pemicu lansia banyak mengalami kematian akibat Covid-19, dan kasusnya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Sayangnya, satu dari tiga lansia tidak mempunyai jaminan kesehatan, dan hanya 10,1 persen yang mempunyai pensiun.
Hak asasi lansia
Ada yang berpendapat, biarkan saja lansia meninggal karena dapat mengurangi beban ketergantungan sehingga dapat mencapai bonus demografi. Juga lansia lebih dulu dikorbankan dalam prioritas penyelamatan dari bencana karena dianggap sudah tidak berdaya/berguna, dan hanya menunggu kematian.
Stigma negatif tersebut harus dikikis/dihilangkan karena kenyataannya masih banyak lansia potensial dan berguna bagi pembangunan. Selain itu, Resolusi PBB 65/182 pada 21 Desember 2010 mendorong setiap negara untuk melakukan penguatan perlindungan hak asasi lansia.
”Negara wajib hadir” dengan dukungan kebijakan yang tegas dan konsisten sehingga mendorong penduduk disiplin dalam menerapkan protokol pencegahan. Perlu diantisipasi dan dipersiapkan penanganannya pada saat memasuki new normal, dengan becermin pada penanganan Covid-19 sebelumnya.
Langkah konkret dengan semangat pencegahan untuk mendorong: peningkatan kesadaran kesehatan diri; pelibatan masyarakat akar rumput untuk gotong royong dan peduli sesama; kerja sama antarpemangku kepentingan dalam monitoring dan basis data terpadu lansia; dan penggunaan teknologi informasi komunikasi; harmonisasi antargenerasi; promosi dan edukasi penuaan sehat dan hak lansia.
”Salam lansia”. Lansia adalah Kita
(Lilis Heri Mis Cicih, Peneliti Senior LDFEB Universitas Indonesia, Dosen, dan Pemerhati Lansia)