Kalau Vita Priyambada berterima kasih kepada agen dan loper koran Kompas (17/3/2020), Mustakim (23/4/2020) tentang Kompas sebagai teman setia meniti karier, dan Idris Ilyas (28/6/2019) tentang Kompas yang mengantarnya jadi sarjana, saya ingin berterima kasih pada platform digital Kompas: Kompas.id, Kompas TV, dan Kompas.com.
Walaupun jauh dari Indonesia karena tugas belajar, saya merasa dekat dengan informasi terkini dan tepercaya dari Tanah Air. Kompas menginspirasi saya untuk ikut menyumbangkan ide-ide untuk mengatasi masalah. Di sisi lain, Kompas dengan Litbang-nya dapat menganalisis suatu fenomena secara kuantitatif dan hasilnya ditulis dengan bahasa yang populer, mudah dipahami.
Saya menghargai penggunaan tata bahasa Indonesia yang baku dan benar. Hal ini selalu dirawat baik, terutama di rubrik Opini. Kompas layak bersanding dengan literatur akademik, seperti jurnal dan textbook.
Perkenalan saya dengan Kompas dimulai dari ayah saya, seorang guru, yang juga menjadi agen koran awal tahun 1980-an. Kami sekeluarga terbiasa mendengar Kompas ketika loper bersiap mengantar koran-koran.
Almarhumah eyang putri saya, pensiunan guru bidan SPK Celaket/RSSA Malang, Maria M Darmodihardjo, memilih Kompas karena ”hurufnya besar-besar”. Saat itu saya masih SD, pertengahan tahun 1980-an.
Selanjutnya, saya mulai berlangganan Kompas lagi tahun 2005 setelah sempat menjadi pelaku industri kreatif fotografi. Saya dipercaya mengabadikan pelatihan untuk para calon wartawan Kompas, berkolaborasi dengan sahabat saya, penyelenggara outbound di Bendungan Selorejo, Batu, Kabupaten Malang (waktu itu).
Saya semakin terkesan dan memercayai Kompas sebagai surat kabar yang kredibel karena melihat langsung cara pembinaan wartawannya yang mengedepankan aspek kepercayaan dan kejujuran.
Hingga akhirnya saya menjadi pengajar di salah satu universitas di Kota Malang dan melanjutkan kuliah di luar negeri, saya tetap menjadi pelanggan setia Kompas.
Semoga ke depan Kompas terus menjaga nilai-nilai kebaikan dan keluhuran untuk terus berkarya. Dirgahayu yang ke-55 tahun Kompas! Salam hangat!
Swasta Priambada
Jl Simpang Ijen RT 005 RW 010, Malang 65112
Obat Covid-19
Presiden Jokowi di Kompas TV (Jumat, 20/3/2020), menyatakan telah memesan dua jenis obat Covid-19. Salah satunya mengandung zat aktif chloroquin fosfat.
Saya jadi terkenang masa lalu, ketika masih kelas III SMK Farmasi Kemenkes Bandung, tahun 1956. Saat itu kami berkesempatan meninjau pabrik kina di Jl Cihampelas, Bandung, kini Kimia Farma Unit Produksi. Kami mendapat oleh-oleh ”obat flu” dengan zat aktif quinin HBR.
Kabarnya gejala penyakit Covid-19 mirip gejala sakit flu. Mungkinkah kita menghidupkan kembali obat flu, seperti produk pabrik kina ”tempo doeloe” itu?
Ayub Zayusman
Pensiunan Pegawai Kemenkes, Jl Mulya Bakti, Leuwigajah, Cimahi Selatan 40532
Agar Bisnis Jalan
Gara-gara virus korona, ekonomi nyaris berhenti. Kita tahu virus ini menyerang orang tua dengan kondisi kesehatan lemah. Orang muda yang fit biasanya tidak sakit meski tetap bisa membawa dan menulari orang lain.
Karena vaksin sebagai solusi terbaik belum ditemukan, saya mengusulkan karantina hanya untuk orang tua, misal usia di atas 60 tahun.
Kegiatan bisnis bisa dibuka kembali, yang boleh bekerja hanya pegawai usia muda yang fit dan sehat. Namun, karena bisa membawa virus, mereka tidak boleh bertemu orang tua usia di atas 60 tahun.
Jadi, PSBB diberlakukan secara selektif. Jaga jarak, pakai masker, sering cuci tangan, harus tetap dilakukan.
Ny H Sudiyanto
Jl Junaedi, Cipete Selatan, Jakarta Selatan 12410