Mungkin ada tetangga yang tiba-tiba rajin berjualan untuk bertahan hidup. Jika memang kita butuhkan, uang belanja tambahan dari Ibu Sri Mulyani bisa digunakan untuk membeli apa yang ditawarkan oleh tetangga kita itu.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Untuk meringankan beban para pekerja selama pandemi Covid-19 ini, pemerintah tidak hanya memberikan insentif untuk perusahaan, tetapi juga kepada karyawan.
Salah satunya adalah insentif Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 21. Biasanya, perusahaan membayarkan pajak penghasilan karyawan kepada negara melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Terkait pandemi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menandatangani keputusan bahwa pemerintah akan menanggung pajak karyawan. Artinya, setoran pajak untuk negara dikembalikan kepada karyawan.
Per April 2020, karyawan dengan pendapatan hingga Rp 200 juta per tahun atau sekitar Rp 16 juta per bulan akan menerima gaji utuh tanpa pemotongan pajak. Insentif ini akan berlaku hingga September 2020.
Ada 1.062 sektor industri yang menikmati insentif ini. Daftar industrinya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Aturan ini diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 27 April 2020 dan berlaku selama enam bulan hingga September 2020. Untuk mendapatkan insentif tersebut, perusahaan wajib mengajukannya terlebih dahulu. Setelah itu akan ditinjau oleh Kementerian Keuangan apakah diterima atau ditolak.
Mari kita lihat perhitungannya. Contoh, Amir adalah karyawan di perusahaan produsen makanan bayi. Industri ini termasuk dalam daftar yang mendapatkan insentif pajak PPh 21.
Pada April 2020, Amir mendapatkan tunjangan dan gaji sebesar Rp 16,5 juta. Ia juga membayar iuran pensiun sebesar Rp 330.000. Setelah dikurangi iuran pensiun dan tunjangan jabatan, penghasilan netonya per bulan menjadi Rp 15.670.000. Dengan demikian, penghasilan per tahunnya sebesar Rp 188.040.000.
Amir memiliki satu tanggungan sehingga penghasilan tidak kena pajaknya (PTKP) sebesar Rp 63 juta. Dengan demikian, setelah dikurangi PTKP, penghasilan kena pajaknya dalam satu tahun sebesar Rp 125.040.000.
Dari total penghasilan kena pajak itu, sebanyak Rp 50 juta dikenai tarif pajak sebesar 5 persen atau sebesar Rp 2,5 juta. Sisanya, yakni Rp 75.040.000, dikenai tarif pajak sebesar 15 persen atau sebesar Rp 11.256.000 sehingga pajak terutangnya menjadi Rp 13.756.000. Jumlah ini dibagi 12 menjadi Rp 1.146.333 per bulan.
Dengan demikian, mulai April sampai September 2020, setiap bulannya Amir akan mendapatkan ”tambahan penghasilan” sebesar Rp 1.146.333, yang merupakan pengembalian dari pajak penghasilannya.
Pemerintah berharap ”penghasilan tambahan” itu akan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Uang tambahan ini dapat digunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, termasuk yang konsumtif, seperti kebutuhan sehari-hari.
Pada masa pandemi ini, bisa jadi ada tetangga kita yang tiba-tiba rajin berjualan sebagai caranya untuk bertahan hidup. Jika kebetulan kita memang membutuhkan apa yang ditawarkan oleh tetangga kita itu, ”uang belanja tambahan dari Ibu Sri Mulyani” ini bisa kita gunakan untuk membeli jualan tetangga. Dengan begitu, perekonomian akan tetap berjalan meski pandemi melanda.