Penundaan Pekan Olahraga Nasional Ke-20 di Papua selama setahun harus menjadi pemacu untuk memastikan pelaksanaannya semakin baik. Penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan keputusan yang tepat di tengah kondisi bangsa Indonesia yang terus berjuang menghadapi Covid-19.
Mestinya PON di Papua dilaksanakan 20 Oktober-2 November 2020, tetapi karena kondisi, ditunda hingga Oktober 2021. Hampir tak ada kejuaraan internasional bergengsi yang digelar Oktober 2020.
Kita tahu, akibat penundaan semua kegiatan olahraga internasional, agenda olahraga pada tahun 2021 sangat padat. Sedikitnya, dimulai pada Mei-Juni 2021 akan ada Piala Dunia U-20, pada bulan Juli Asian School Games, kemudian ada Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo yang juga ditunda setahun ke bulan Juli-Agustus 2021.
”Selain itu, ada Asian Youth Games, ada MotoGP Mandalika setelah SEA Games, juga ada Asian Para Games. Jadi, waktu yang tepat adalah bulan Oktober 2021,” kata Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali.
Secara teknis, baik bagi atlet maupun panitia pelaksana, penundaan PON berkonsekuensi pada penjadwalan ulang latihan atlet hingga penetapan prioritas pembinaan dan pembangunan venue. Di satu sisi, penundaan ini berkah bagi panitia dan atlet serta pelatih karena persiapan bisa dilaksanakan lebih baik.
Di sisi lain, khusus bagi atlet dan pelatih, jadwal yang padat di tahun 2021 tidak hanya membutuhkan upaya berlatih yang optimal di tengah ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 akan mereda. Belum lagi bicara soal pendanaan mengingat semua daerah sedang berkonsentrasi pada pencegahan, penyebaran, dan kesembuhan pasien Covid-19.
Konsentrasi daerah pada Covid-19 secara keseluruhan bisa dianggap baik mengingat dalam kondisi normal pelaksanaan PON selalu diwarnai perpindahan atlet, sebagai cara instan daerah meraih medali tanpa membina atlet sejak dini. Padahal, cara ini tidak menggambarkan kemandirian daerah, tidak sportif, dan mencederai semangat sportivitas.
Daerah mestinya mengembangkan pembinaan berjenjang atlet. Selain untuk menghindarkan jual beli, hal ini sekaligus untuk menghindarkan PON hanya sebagai ajang atlet yang sudah menjadi langganan pelatnas. Tanpa persiapan yang mandiri, daerah hanya dapat untung sesaat tanpa bisa menarik manfaat lebih banyak lagi bagi kepentingan bangsa dan negara secara keseluruhan.
Padahal, pembinaan olahraga bisa menjadi ajang untuk memunculkan sportivitas yang menghargai prestasi atau jujur mengakui kekalahannya. Seorang atlet sportif mengakui kemenangan orang lain, tanpa harus mencari kambing hitam atau menyalahkan pihak lain seperti sering kita saksikan.
Kini dan masa depan, kita membutuhkan sportivitas ini. Tanpa sportivitas, terlihat pada masa pandemi Covid-19, seperti orang yang membuat berita hoaks dan menyebarkannya sehingga meresahkan warga dan bangsanya.