Cinta, Air Mata, dan Jurus Ambyar
Dalam ranah jenis musik apa pun, seperti pop, keroncong, dangdut, atau campursari, air mata dan derita menjadi jurus ampuh melukiskan suasana hati yang ambyar. Dan, tampaknya hukum ambyar ini berlaku lintas generasi.
Kepergian Didi Kempot seperti mengingatkan, derita dan air mata membanjir dalam lagu putus cinta. Dalam ranah jenis musik apa pun, seperti pop, keroncong, dangdut, atau campursari, air mata dan derita menjadi jurus ampuh untuk melukiskan suasana hati yang ambyar.
”Pamer Bojo” menjadi salah satu lagu wajib dalam penampilan Didi Kempot di mana saja. Lagu itu menggiring massa untuk melakukan joget dan koor massal. Dunia pertunjukan menyebutnya sebagai sing along yang menandai terhubungnya artis di panggung dan massa penonton di depannya. Saat itu ”massa partai” Didi Kempot larut dalam luapan keriangan.
Sungguh kontradiktif dengan isi lagu yang bertutur tentang derita putus cinta dan penuh derai air mata. ”Pamer Bojo” bertutur tentang seseorang yang dikhianati pacar. Secara demonstratif, sang pacar memamerkan pasangan barunya di depan orang tersebut. Padahal, dia sedang kangen-kangennya. Hatinya pun remuk berkeping-keping alias ambyar.
Baca juga : Gembira Melepas Djaduk
Simak bagian lirik yang menggambarkan keambyaran hati: Nangis batinku nggrantes uripku/ Teles kebes netes eluh neng dadaku (Menangis batinku, sengsara hidupku. Basah kuyup menetes air mata di dadaku).
Begitu pula lagu kondang Didi yang lain, yaitu ”Kalung Emas”. Lagu ini kurang lebih menuturkan kisah sedih serupa. Disebutkan dalam lagu, warna perhiasan yang terkalung di leher kekasih itu telah memudar, seperti cinta si pacar. Seperti pada ”Pamer Bojo”, ada bagian lirik yang menekankan pada keambyaran hati. Dan, lagi-lagi air mata menjadi kata yang dipilih sebagai penanda derita.
Loro atiku, atiku keloro-loro/ Rasane nganti tembus ning dodo/ Nangisku iki mergo kowe sing njalari/ Kebangeten opo salahku iki/ Opo dosaku iki (Sakit hatiku, hatiku menderita/ Serasa menembus sampai dada/ Tangisku ini engkaulah penyebabnya/ Keterlaluan, apa salah/ Apa dosaku).
”Stasiun Balapan”
Lagu bertema cinta kandas karena ditinggal pacar sudah mendominasi lagu Didi Kempot sejak lebih dari 20 tahun lalu. Ketika itu, Didi Kempot sudah cukup populer meski belum sefenomenal seperti dua tahun terakhir ini. Kita sebut lagu legendarisnya adalah ”Stasiun Balapan” dan ”Terminal Tirtonadi”.
Stasiun dan terminal menjadi lokasi dan saksi mata kepergian kekasih. Pada kedua lagu tersebut, sang kekasih pergi dan berjanji akan segera kembali. Akan tetapi, janji tidak terbukti karena setelah bertahun-tahun kekasih tidak kembali. Dan, lagi-lagi itu membikin ambyar hati.
Baca juga : Mendengar Jerit dari Belakang Panggung
Seperti pada ”Pamer Bojo” dan ”Kalung Emas”, Didi pada ”Stasiun Balapan” juga menggunakan air mata sebagai penanda derita akibat putus cinta. Ra kroso netes eluh ning pipiku. Mungkin secara imajinasi visual, air mata paling mudah ditangkap sebagai penanda duka derita
Kita simak ”Stasiun Balapan” yang diawali dengan kisah seseorang mengantar kekasih pergi di stasiun kereta api, Solo Balapan, Solo. Ing stasiun balapan/ Rasane koyo wong kelangan/Kowe ninggal aku (Di Stasiun Balapan/ Rasanya seperti orang kehilangan/ Kau meninggalkan aku/ Tak terasa air mata menetes di pipiku).
Patah hati
Putus cinta, derita, dan air mata seperti sudah menjadi satu paket dalam lagu pop kita dari masa ke masa. Awal 1960-an, sejarah lagu pop kita mencatat fenomena ”patah hati” dari Rahmat Kartolo, penyanyi dan aktor film kondang pada masanya. Saat ”Patah Hati” populer, Rahmat Kartolo berusia 25 tahun, cukup muda untuk ukuran penyanyi pop.
Formula lagu ini sangat klasik, yaitu putus cinta, derita, dan air mata. Lagu yang ditulis oleh Imam Kartolo ini, secara eksplisit, menyebut perasaan terpisah dari kekasih itu sebagai patah hati, terjemahan lurus dari broken heart.
Akibat dari pengalaman broken heart itu, seperti ditulis dalam lagu, adalah perasaan merana, putus asa, risau, musnah harapan, dan berlinang air mata. Lagu ini kemudian dibuat versi jawaban oleh penyanyi perempuan Wilsa Thyssen. Dia seolah-olah berperan sebagai kekasih penyebab patah hati.
Baca juga : Tamasya Indah ke Dunia Dongeng Disney
Kesengsaraan dan air mata berlanjut dan semakin menjadi-jadi dalam lagu ”Pusara Cinta”. Kadar derita pada lagu ini tampaknya lebih kental dibandingkan dengan ”Patah Hati”. Pada ”Patah Hati” diungkapkan seseorang yang mengalami ”derita menanggung rindu”. Pada lagu ”Pusara Cinta” si tokoh mengatakan, Hatiku sengsara tak terkira/ Karena cintaku yang musnah.
Mungkin, itulah hukum ambyar dalam lagu putus cinta yang berkelanjutan dari era 1960-an ke masa selanjutnya, sampai ke zaman milenial, saat Didi Kempot dijuluki sebagai Godfather of Broken Heart. Lagu pop memang memerlukan apa yang disebut sebagai hook atau kait.
Hook dalam kamus Merriam Webster dijelaskan sebagai ”something intended to attract…”. ”Sesuatu yang dimaksud untuk menarik (perhatian).” Itu mengapa selain tema, narasi dan pilihan diksi menjadi penting untuk membuat orang menyendengkan telinga ke lagu tersebut. Kata-kata menjadi hook atau penarik perhatian. Termasuk untuk menguatkan perasaan ambyar.
”Cintamu Tlah Berlalu”
Jurus ambyar dari masa ke masa terbukti ampuh untuk menggedor perasaan penikmat lagu pop. Pada awal 1970-an, Koes Plus merebut hati publik lewat album pertamanya, Volume 1. Ini merupakan album awal Tony Koeswoyo dan adik-adiknya setelah vakumnya Koes Bersaudara.
Mereka berganti nama sebagai Koes Plus, seiring masuknya drummer Murry sebagai pengganti Nomo Koeswoyo. Koes Plus melempar sejumlah lagu kondang, antara lain ”Kembali ke Jakarta” dan ”Cintamu Tlah Berlalu”.
Dengan lirik yang cukup puitis, Tony Koeswoyo menuturkan seseorang yang putus cinta. Dia memaparkan lanskap berupa fenomena alam yang diparalelkan dengan suasana hati seseorang yang putus cinta.
Baca juga : Bertualang ke Negeri ”Greng”
Lanskap pertama adalah malam dingin sehingga orang perlu kehangatan dengan menyalakan tungku. Namun, dinginnya malam ternyata masih kalah dingin dengan hati seseorang yang terpisah dari kekasih. Namun, jauh dingin dalam hidupku/ Sejak kau putuskan kasihmu.
Lanskap kedua adalah hujan deras di malam hari yang diibaratkan sebagai hujan air mata seseorang yang ambyar hatinya. Waktu hujan turun di malam hari/ Di bawah payung kuberlindung/ Sederas hujannya air mataku/ Sejak cintamu tlah berlalu.
Refrein dalam lagu ini menggambarkan suasana ambyar, sia-sia, hati musnah. Suasana dibangun dramatik dengan memilih waktu malam hari. Tokoh dalam lagu merasa sebagai orang yang ”tiada arti”. Ia berada dalam suasana malam dengan suara lolongan anjing.
Deskripsi lolongan anjing ini menyempurnakan dramatika malam dingin, dan hujan deras pula. Sekaligus menyempurnakan ambyarnya hati orang putus cinta. Kau dengar lolongan anjing di malam hari/ Menambah kesepian dan hampa di dalam hidupku.
”Layu Sebelum Berkembang”
Era 1970-an juga ditandai dengan lagu ambyar ”Layu Sebelum Berkembang”. Penciptanya pria, yaitu A Riyanto, dan disuarakan perempuan bersuara lembut Tetty Kadi. Keambyaran hati langsung disodokkan pada lirik awal. Hatiku hancur mengenang dikau/ Berkeping-keping jadinya.
Hati hancur berkeping-keping ditinggal orang yang dicintai itu berakibat berantai: ”Air mata jatuh bercucuran”, ”tiada lagi harapan”, dan ”kesedihan berantai”. Formula atau jurus ambyar ini tampaknya sudah menjadi baku dalam lagu pop.
Baca juga : Dari Dangdut, Michael Jackson, Sampai Verdi
Apa pun judul dan cara ungkapnya, intinya mengacu pada satu situasi, yaitu ambyar. Bukankah lagu karya A Riyanto yang dinyanyikan Jamal Mirdad pada 1980 awal berjudul ”Hati Lebur Jadi Abu” sama sebangun esensinya dengan hati ambyar.
Dan, tampaknya hukum ambyar ini berlaku lintas generasi. Band d\'Masiv yang muncul era 2000-an masih bermain dengan hukum ambyar. Coba simak lirik ini.
Kau membuatku berantakan/ Kau membuatku tak karuan/ Kau membuatku tak berdaya. Pilihan kata berantakan, tak karuan, dan tak berdaya dalam lirik itu tiada lain ”anak-anak” kandung dari sang ambyar.
Oh ya, lagu tersebut berjudul ”Kau Bunuh Aku Dengan Cintamu”, sebuah hook yang membuktikan bahwa ambyar itu jurus ampuh dalam lagu pop.