Peretasan telepon genggam aktivis dengan modus menguasai akun aplikasi percakapan dan kemudian digunakan untuk menyebarkan konten tertentu kembali terjadi.
Oleh
EDITOR
·2 menit baca
Peretasan telepon genggam aktivis dengan modus menguasai akun aplikasi percakapan dan kemudian digunakan untuk menyebarkan konten tertentu kembali terjadi.
Kasus terakhir terjadi pada Ravio Patra, peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi. Pada Selasa siang, 22 April 2020, ketika ia mencoba menghidupkan Whatsapp, tiba-tiba muncul tulisan, ”You’ve registered your number on another phone” dan ada permintaan pengiriman kode sekali pakai, one-time password (OTP), yang biasanya dipakai untuk mengonfirmasi perubahan pengaturan Whatsapp.
Tidak lama, sekitar pukul 13.19 hingga 14.05, Ravio pun mendapatkan panggilan dari dua nomor yang tidak dikenalnya dan nomor telepon asing dengan kode negara Malaysia dan Amerika Serikat. Setelah itu, akun WA Ravio dikendalikan pihak lain dan mengirimkan pesan berisi hoaks yang memprovokasi massa melakukan penjarahan dan pembakaran. Ravio pun sempat diamankan kepolisian karena dianggap sebagai penyebar pesan provokatif tersebut.
Kasus ini tentunya sama sekali tidak boleh dibiarkan dan polisi perlu segera membongkar dan mengungkap para pelaku, termasuk auktor intelektualisnya. Apabila hal ini dibiarkan, tentu akan menjadi preseden buruk, mengancam demokrasi, bahkan membahayakan negara.
Kita ingat, dalam setahun terakhir ini, sekitar 30 aktivis mengalami dugaan peretasan dengan modus serupa. Namun, hingga saat ini polisi belum mengungkap pelaku ataupun auktor intelektualisnya.
Siapa sesungguhnya para peretas aktivis itu? Apa motifnya? Ketika negeri ini tengah diterpa pandemi dan semua elemen bangsa mengerahkan segala daya upaya untuk mengatasinya, sungguh sebuah kejahatan apabila ada pihak-pihak yang justru mendorong terjadinya kerusuhan massa.
Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus yang terdiri dari sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil telah mendesak Polri agar segera membongkar dan mengungkap tuntas kasus ini.
Siapa sesungguhnya para peretas aktivis itu? Apa motifnya?
Semua pelaku perlu segera ditangkap dan diadili. Kita tentu memercayai kemampuan dan kesungguhan Polri untuk mengungkap kasus ini hingga ke akar-akarnya. Apabila kesulitan menelusuri rekam jejak digital pelaku, Polri dapat menggandeng perusahaan aplikasi ataupun telekomunikasi.
Pembajakan penguasaan akun aplikasi percakapan atau akun media sosial memang tidak terlampau sulit dilakukan. Laporan investigasi Kompas, 2 Maret 2020, mengungkapkan, biasanya pembajakan akun diawali dengan penguasaan kode OTP melalui berbagai tipu daya dengan memanfaatkan kelengahan target sasaran. Korbannya beragam, mulai dari politisi, selebritas, hingga pengemudi ojek daring.
Untuk mencegah hal serupa terjadi, pemerintah pun perlu terus mengedukasi warga agar lebih mewaspadai berbagai penipuan digital, termasuk pembajakan akun. Polisi pun perlu melindungi masyarakat atas berbagai peretasan ini. Jangan sampai peretas hidup bebas dan meluas layaknya virus.