Perluasan Perlindungan Sosial untuk Kelas Menengah Bawah
Pemerintah perlu memperluas perlindungan sosial ke kelas menengah bawah yang terkena dampak krisis Covid-19 dan meningkatkan bantuan sosial untuk membantu mereka yang sementara ini kehilangan upah dan pendapatan usaha.
Jika beberapa bulan lalu ada orang yang menggambarkan pada saya tentang berita utama di media hari ini, saya akan berpikir mereka bicara tentang plot dari sebuah film. Bagaimana tidak? Hanya dalam beberapa minggu, sebagian besar negara di dunia telah menutup aktivitas ekonominya, dengan harapan dapat mencegah kematian akibat Covid-19.
Pabrik-pabrik berhenti, restoran dan gerai belanja ditutup, dan angka pengangguran meroket di seluruh dunia. Tak hanya itu, resesi global juga telah terasa dampaknya bagi negara yang belum menerapkan karantina wilayah.
Resesi global diperkirakan terjadi karena penurunan permintaan dan perdagangan global secara drastis. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperkirakan produk domestik bruto (PDB) dunia akan mengalami kontraksi sebesar 3 persen pada tahun 2020, kontraksi yang lebih buruk sejak Depresi Besar 1930.
Indonesia menghadapi tantangan yang sama. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar, dengan tujuan mencoba mengurangi penyebaran virus. Sementara di banyak tempat lain di Indonesia, orang masih terus berdebat bagaimana caranya mengatasi persoalan yang akan muncul, sejalan dengan semakin luasnya penyebaran virus dan wabah yang terjadi.
Hari demi hari, tantangan terus meningkat dengan cepat. Keputusan perlu dibuat tentang bagaimana cara terbaik meningkatkan akses kesehatan dan juga melindungi kesejahteraan masyarakat, termasuk para pekerja kesehatan yang berada di garda depan. Tak hanya itu, kapasitas tempat tidur rumah sakit harus ditingkatkan dan peralatan pelindung untuk tenaga medis sangat dibutuhkan.
Namun, perlu diingat Covid-19 tidak hanya soal krisis kesehatan, tetapi juga soal ekonomi. Kita juga tidak boleh melupakan kebutuhan ekonomi masyarakat karena masalah ekonomi yang terganggu juga dapat menyebabkan meningkatnya kerawanan pangan.
Resesi global diperkirakan terjadi karena penurunan permintaan dan perdagangan global secara drastis.
Dalam krisis seperti ini, sangat penting memperluas bantuan sosial yang disediakan pemerintah. Ketika orang ”dikurung”, atau ada pembatasan sosial, bahkan tanpa perintah resmi, mereka tak dapat mencari nafkah. Jika Anda tak dapat bekerja, implikasi logisnya: Anda tak akan dapat memenuhi kebutuhan dasar Anda. Bahkan, tanpa karantina wilayah secara penuh sekalipun, guncangan ekonomi terjadi dan mengancam mata pencarian bagi banyak orang.
Program perlindungan sosial
Pemerintah Indonesia bereaksi dengan baik dan cepat terhadap krisis ini melalui serangkaian program stimulus. Kita perlu memberikan apresiasi. Misalnya, pemerintah dengan cepat meningkatkan bantuan yang didistribusikan kepada rumah tangga yang sangat miskin melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako. Pemerintah juga menyediakan listrik gratis untuk rumah tangga yang menggunakan sambungan listrik 450 VA dan 900 VA.
Sayangnya, dalam situasi yang luar biasa ini, hal itu belum cukup. Masih banyak hal yang dibutuhkan. Secara khusus, Indonesia perlu memastikan bantuan sosial untuk kelompok yang akhir-akhir ini juga masuk dalam kategori rentan: kelas menengah bawah.
Kebanyakan program perlindungan sosial yang sudah ada, seperti PKH dan Program Sembako, menyediakan bantuan uang tunai atau makanan bagi mereka yang miskin secara sistematis. Sebagai persyaratan untuk layak mendapat bantuan dari program ini, pemerintah menggunakan informasi tentang aset rumah tangga—jenis rumah yang mereka tinggali, apakah mereka memiliki sepeda motor atau tidak, dan sebagainya.
Mereka yang memiliki aset sedikit berhak untuk menerima bantuan itu. Ini masuk akal bagi program anti-kemiskinan di masa normal. Aset ini dapat dijadikan indikator kemiskinan jangka panjang, dan karena itu dapat membantu proses penetapan target kelompok miskin secara sistematis.
Program-program ini telah menunjukkan keberhasilan dalam membantu keluarga miskin. Selain itu, jenis program ini adalah investasi yang baik untuk masa depan Indonesia. Analisis kami (Cahyadi, Hanna, Olken, Prima, Satriawan, dan Syamsulhakim, 2019), misalnya, menemukan bahwa PKH mengurangi stunting untuk anak di bawah lima tahun dan meningkatkan tingkat pendidikan yang telah dicapai (educational attainment). Peningkatan kesehatan dan pendidikan pada usia dini telah terbukti memiliki efek jangka panjang pada pendapatan dan kesejahteraan.
Namun, program-program ini ditujukan untuk mereka yang miskin, dan bukan kelas menengah bawah. Program- program ini dirancang bukan untuk yang kehilangan pekerjaan karena kejutan ekonomi, seperti akibat Covid-19, atau kehilangan upah karena pengangguran, atau kehilangan pendapatan dari usaha yang melambat atau ditutup. Program perlindungan sosial ini dirancang dengan memilih sasaran berdasarkan status pendapatan masa lalu dan aset yang dimiliki selain kondisi saat ini.
Dalam krisis ini, ada kelompok baru di masyarakat yang terpengaruh. Banyak pekerja yang bulan lalu masih bekerja sekarang kehilangan pendapatannya, baik karena pembatasan sosial maupun karena perlambatan ekonomi. Banyak dari mereka tidak memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka jika mereka kehilangan pendapatan.
Hal ini merupakan tantangan bagi kelompok masyarakat yang hidup dengan upah hariannya, seperti pekerja informal. Mereka ini tidak dicakup oleh program yang ada. Mudahnya: hanya karena Anda tidak tinggal di rumah berlantai tanah, bukan berarti Anda memiliki cukup tabungan untuk memberikan makan keluarga Anda ketika Anda kehilangan penghasilan.
Tanpa bantuan keuangan dari pemerintah untuk mengelola masa-masa sulit ini, banyak dari keluarga ini akan jatuh kembali ke kemiskinan. Indonesia akan kehilangan prestasi yang telah dicapainya selama 20 tahun ini dalam pengurangan kemiskinan. Ada juga risiko keresahan sosial. Hal ini semua dapat membawa dampak jangka panjang pada kesejahteraan setiap warga negara Indonesia, bahkan setelah krisis Covid-19 ini berakhir.
Dalam krisis ini, ada kelompok baru di masyarakat yang terpengaruh.
Perluas bantuan sosial
Karena itu, Indonesia perlu meningkatkan bantuan sosial lebih jauh untuk membantu mereka yang sementara ini kehilangan upah dan pendapatan usaha karena krisis. Untuk itu, pemerintah perlu memperluas perlindungan sosial ke kelas menengah bawah yang terkena dampak guncangan Covid-19.
Seperti disebutkan di atas, banyak di antara mereka belum menerima bantuan sosial karena tak masuk kategori penerima manfaat di masa normal. Pendekatan baru perlu dicoba untuk menjangkau kelompok rumah tangga yang memerlukan bantuan, tetapi selama ini belum masuk target perlindungan sosial.
Dalam tiga tulisan berseri, saya bersama kolega saya—Benjamin Olken dari MIT dan M Chatib Basri dari Universitas Indonesia—mencoba membahas kebijakan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ini. Benjamin Olken akan membahas bagaimana cara mengidentifikasi rumah tangga baru yang rentan akibat pembatasan sosial, yang sebelumnya mungkin belum tercakup dalam sistem selama ini.
Chatib Basri akan mengulas implikasi fiskal dan dampaknya bagi ekonom makro Indonesia: bagaimana pemerintah tetap dapat memberikan bantuan kepada kelompok yang rentan, di tengah begitu banyaknya kebutuhan anggaran lain dan adanya kendala keuangan.
Di seluruh dunia, masyarakat bekerja sama demi kesehatan dan kesejahteraan. Setiap orang diminta untuk berkorban demi kebaikan yang lebih besar. Namun, dalam pengorbanan itu, kita perlu memastikan bahwa jangan sampai beban terbesar justru ditanggung oleh mereka yang paling rentan, atau kita membiarkan orang kelaparan.
(Rema Hanna, Guru Besar Studi Asia Tenggara, Harvard Kennedy School, Harvard University; Direktur Harvard’s Evidence for Policy Design; Scientific Director of J-PAL Southeast Asia)