Momen memperingati Hari Kartini pada 21 April tahun ini ada baiknya digunakan untuk melihat dampak pandemi Covid-19 pada perempuan.
Oleh
·2 menit baca
Momen memperingati Hari Kartini pada 21 April tahun ini ada baiknya digunakan untuk melihat dampak pandemi Covid-19 pada perempuan.
Hari Kartini biasanya diperingati untuk melihat kedudukan perempuan di keluarga, komunitas, dan masyarakat. Selain juga mengenang Raden Ajeng Kartini yang menginginkan perempuan memiliki kemandirian ekonomi dalam hubungan interdependensi secara jender.
Sejak Kartini memperjuangkan kesetaraan hak bagi perempuan, banyak kemajuan dicapai perempuan. Kita mempunyai perempuan presiden, perempuan menteri pada pos-pos penting dan strategis, serta perempuan ketua lembaga legislatif. Perempuan dokter dan perawat jumlahnya tidak kurang dan mereka ikut terjun memerangi Covid-19.
Pandemi Covid-19 semakin mempersulit kehidupan mereka walaupun Covid-19 tidak mengenal jender.
Walakin, masih banyak perempuan mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Pandemi Covid-19 semakin mempersulit kehidupan mereka walaupun Covid-19 tidak mengenal jender.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perempuan (UN Women) menyebutkan, pantauan selama 100 hari pertama sejak kasus Covid-19 diumumkan pada 31 Desember 2019 menunjukkan adanya peningkatan ketimpangan jender dan diskriminasi norma sosial di semua negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia, yang terjadi sejak sebelum munculnya pandemi korona. Ketimpangan ini membuat dampak Covid-19 lebih berat bagi perempuan dan anak perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan anak laki-laki. Ketimpangan ini memengaruhi ketahanan perempuan dan anak perempuan memitigasi efek pandemi.
Dari sisi ekonomi, misalnya, perempuan berada pada sektor produksi yang terpukul paling berat. Sektor itu meliputi manufaktur, tekstil dan garmen, industri pariwisata dan yang terkait, mulai dari makanan hingga kerajinan.
Perempuan kepala keluarga di akar rumput sangat rentan secara ekonomi dan rentan kekerasan dalam rumah tangga. Mereka umumnya bekerja di sektor pertanian, perdagangan, dan usaha mikro. Badan Pusat Statistik menyebut jumlah perempuan kepala keluarga 16 persen dari total keluarga. Data lain menyebutkan jumlah 25 persen ketika menghitung juga perempuan pencari nafkah utama meskipun bersuami.
Peran jender yang masih disosialisasikan masyarakat, bahwa perempuan adalah pemelihara utama dalam rumah tangga memberi beban tambahan. Menjaga anak, orangtua, dan anggota keluarga yang sakit dibebankan kepada perempuan. Apabila dia juga mencari nafkah, bebannya jadi berganda.
Pemerintah telah meluncurkan jaring pengaman melalui bantuan sosial untuk keluarga miskin dan rentan miskin. Bantuan tersebut perlu dipastikan mencapai hingga ke desa-desa yang juga terkena dampak Covid-19.
Penggunaan dana desa dan program padat karya untuk membantu mengurangi dampak Covid-19 harus melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan. Sambil mengingat perjuangan Kartini, kita menginginkan pemerintah pusat hingga daerah menyadari bahwa penanganan bencana non- alam tidak boleh mengandaikan tidak ada diskriminasi.