Kuadran Korona
Salah satu prinsip yang bisa dijadikan rujukan agar Indonesia tidak masuk ke kuadran terburuk adalah selama kita tidak bisa mengendalikan pandemi Covid-19, kita tidak akan dapat berbuat banyak tentang ekonomi nasional.
Pandemi Global Covid-19 merupakan pendadakan strategis yang membuat banyak negara, termasuk negara besar, seperti AS, China, Jepang, Inggris, dan negara-negara Eropa Barat, terlihat rentan.
Warga dunia yang terpapar Covid-19 telah melewati 1,42 juta orang, dengan angka kematian melebihi 82.000 jiwa. Banyak analisis dimunculkan untuk menjawab akar masalah kerentanan ini.
Satu perspektif menawarkan pendekatan institusional yang menyoroti jebakan organisasi saat negara-negara cenderung terperangkap birokrasi berlapis yang tidak bisa bergerak lincah di saat krisis. Perspektif lain menawarkan pendekatan kepemimpinan yang menyoroti kegagapan elite politik saat krisis besar terjadi. Perspektif ketiga melihat mandulnya solidaritas global untuk bersama bersatu mengatasi krisis global.
Perspektif lainnya bersifat doktrinal yang menjelaskan lemahnya doktrin peringatan dan cegah tangkal dini yang antara lain ditandai dengan tidak adanya kebijakan untuk membentuk cadangan nasional untuk mengantisipasi krisis berskala besar.
Baca juga : Covid-19 dan Momentum Mengubah Struktur Ekonomi
Kuadran korona I adalah kuadran kemitraan global. Kuadran ini merupakan kuadran terbaik yang terbentuk saat kapasitas institusional dan kepemimpinan negara-negara di dunia cenderung kuat. Negara-negara hadir dengan doktrin tanggap darurat yang memungkinkan pemerintah untuk menggunakan kewenangan khusus untuk cepat bergerak mengatasi pandemi Covid-19. Kuadran ini juga muncul saat ada indikasi pemulihan ekonomi global sehingga kurva penurunan ekonomi segera bergerak naik membentuk kurva V.
Warga dunia yang terpapar Covid-19 telah melewati 1,42 juta orang, dengan angka kematian melebihi 82.000 jiwa.
Saat ini, dunia cenderung berada di kuadran korona II. Di kuadran ini, harapan terjadinya pemulihan ekonomi kurva V tetap ada. Namun, negara-negara dunia cenderung menerapkan strategi proteksionisme untuk mengutamakan keselamatan warga masing-masing. Kuadran II ini akan cenderung ditandai perebutan sumber daya kesehatan yang bersifat terbatas yang akan membuat negara-negara miskin sulit mendapatkan akses ke kebutuhan alat kesehatan untuk melawan korona.
Pekerjaan rumah utama saat ini adalah mencegah terbentuknya kuadran korona III. Kuadran ini merupakan skenario terburuk, ditandai dengan terjadinya krisis multidimensi berkepanjangan. Kuadran ini akan terbentuk saat negara-negara bergeser menjadi negara gagal yang cenderung tak memiliki kapasitas tanggap darurat untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Baca juga : Pidana Langgar ”Social Distancing”
Kemunculan negara-negara gagal ini diperparah dengan kompetisi bahkan konflik antarnegara untuk memperebutkan sumber daya kesehatan untuk mengatasi pandemi.
Saat ini terjadi, kurva V pemulihan ekonomi tidak muncul, perekonomian dunia akan masuk ke jurang resesi ekonomi yang dalam. Saat ini, proyeksi ekonomi cenderung mengarah ke arah resesi ekonomi dalam dan berlarut karena kombinasi dari tekanan negatif perang dagang antara AS dan China, perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia, guncangan rantai produksi global karena penerapan pembatasan sosial, bahkan karantina wilayah di hampir semua negara, serta guncangan pasar keuangan global.
Baca juga : Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Poros korona
Untuk mencegah terbentuknya kuadran terburuk, pemimpin-pemimpin dunia pertama-tama harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat yang diarahkan untuk memunculkan poros global melawan korona. Poros ini cenderung bersifat taktikal yang memiliki tujuan jangka pendek untuk segera bertindak konkret menyelamatkan jiwa warga dunia. Poros ini belum bisa melakukan perubahan-perubahan struktural yang cenderung baru bisa dilakukan saat pandemi Covid-19 telah berakhir.
Jika poros korona ini bisa dibentuk, dunia akan keluar dari kuadran terburuk dan bergerak ke kuadran korona IV. Di kuadran ini, diharapkan pemimpin-pemimpin dunia memiliki komitmen bersama untuk bergerak cepat untuk memastikan rantai logistik global bisa cepat dipulihkan untuk mendukung perang lawan korona. Untuk negara-negara yang memiliki ruang fiskal besar, mereka dapat mengalokasikan stimulus fiskal yang signifikan hingga 10 persen, bahkan 20 persen dari produk domestik bruto.
Baca juga : Anggaran Darurat Covid-19
Namun, untuk negara-negara miskin, harus segera dirancang strategi bantuan kemanusiaan global yang akan meningkatkan kemampuan tanggap darurat negara-negara itu. Strategi kemanusiaan ini bisa juga diperkuat dengan stimulus fiskal dari institusi keuangan global untuk (1) menopang kelompok warga paling rentan terhadap pandemi Covid-19, (2) memperkuat kapasitas negara untuk melakukan intervensi kesehatan melawan pandemi Covid-19, (3) memastikan aktivitas ekonomi yang menopang kehidupan rakyat banyak tetap berjalan, dan (5) melakukan stabilisasi ekonomi makro untuk mengurangi dampak tekanan negatif resesi ekonomi global.
Indonesia
Analisis kuadran tentunya dapat juga diterapkan untuk situasi Indonesia. Sama seperti kecenderungan global, kuadran awal korona untuk Indonesia adalah kuadran II, saat pemerintah tampak tak siap untuk mengantisipasi pendadakan strategis pandemi Covid-19 dan bahkan terlihat tak memiliki satu pendekatan tunggal untuk melawan korona.
Jika poros korona ini bisa dibentuk, dunia akan keluar dari kuadran terburuk dan bergerak ke kuadran korona IV.
Sampai akhir Maret 2020, pemerintahan Jokowi mendapat tekanan publik untuk segera menunjukkan jargon politik negara hadir. Tekanan ini untuk sementara dijawab dengan memberikan tiga formula utama untuk melawan korona: (1) status darurat kesehatan di bawah kendali Gugus Tugas Covid-19, (2) penetapan pembatasan sosial berskala besar, (3) pemberlakuan anggaran khusus untuk perbesar kapasitas fiskal negara.
Implementasi tiga formula ini akan dianggap berhasil dengan melihat pergerakan tiga indikator. Pertama, kapasitas infrastruktur kesehatan untuk melayani warga yang terpapar virus Covid-19 meningkat tajam. Ini ditandai dengan indikator-indikator teknis seperti adanya alat pelindung diri untuk rumah sakit, terlaksananya tes Covid-19 secara masif, dan nantinya kemampuan pemerintah untuk segera mendistribusikan vaksin Covid-19.
Kedua, kurva kumulatif nasional tentang warga yang terpapar virus Covid-19 akhirnya bergerak mendatar dan segera turun mendekati nol. Dan ketiga, tekanan negatif terhadap ekonomi nasional dapat diatasi dengan melihat pergerakan stabil indikator-indikator ekonomi makro.
Jika tiga indikator di atas bisa bergerak positif, Indonesia tidak akan masuk ke kuadran terburuk di mana negara gagal hadir untuk memastikan keselamatan negara dan pada saat yang bersamaan Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi.
Untuk memastikan agar Indonesia tidak masuk ke kuadran terburuk, salah satu prinsip utama yang bisa dijadikan rujukan adalah selama kita tidak bisa mengendalikan pandemi Covid-19, kita tidak akan dapat berbuat banyak tentang ekonomi nasional.
Keselamatan warga harus menjadi prioritas utama dan pertama, ekonomi dijadikan instrumen untuk mengawal keselamatan warga.
ANDI WIDJAJANTO
Analis Hubungan Internasional, Jakarta