Saya takut serangan Covid-19 kepada yang paling rentan di dunia akan ganas. Waktu begitu singkat, tetapi kita harus bekerja bersama sekarang untuk sebisa mungkin mengurangi penderitaan apa pun yang akan terjadi.
Oleh
Peter Maurer
·4 menit baca
Jika korban pertama dalam perang adalah kebenaran, seperti kata pepatah, korban kedua sangat mungkin adalah sesuatu yang di mata dunia sangat tinggi nilainya saat ini: perawatan kesehatan berkualitas. Keluarga yang melarikan diri dari konflik atau berada di tengah desingan peluru tahu bahwa bantuan medis adalah keistimewaan yang langka dan berharga di zona perang.
Di tengah teror bom dan peluru, fasilitas medis yang berfungsi dengan baik adalah oase yang menyelamatkan jiwa, tapi hampir dapat dipastikan bahwa staf medis akan sangat kewalahan dan kekurangan pasokan.
Minimnya perawatan medis inilah yang membuat laju tak terhindarkan Covid-19 ke zona konflik begitu mengerikan: ini ancaman dramatis bagi kehidupan di tempat di mana orang-orang sering dianggap sebagai orang lain yang tak bernama, tak berwajah.
Namun, organisasi saya membantu dan mengenal orang yang benar-benar ada, keluarga sesungguhnya, yang sekarang terbaring di hadapan badai keras.
Sebagai Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), saya sudah menyaksikan pemandangan yang sangat sulit yang harus dihadapi korban perang.
Kami memberi makan kepada mereka yang sangat kekurangan gizi. Kami mendengarkan para penyintas serangan seksual. Kami menyatukan keluarga yang tercerai berai, dan kami menjahit luka perang mengerikan.
Singkatnya, kami menyaksikan dunia pada saat terburuknya. Itulah sebabnya, saya menghendaki agar para pemimpin dunia dan pemerintah mendengarkan dengan saksama: Saya takut. Saya takut karena Covid-19 membuat kewalahan kapasitas medis negara-negara Barat yang memiliki infrastruktur medis canggih.
Saya takut karena Covid-19 membuat kewalahan kapasitas medis negara-negara Barat yang memiliki infrastruktur medis canggih.
Saya takut manakala Covid-19 merambah penjara-penjara yang kekurangan sumber daya, di mana kombinasi kesehatan yang sudah rapuh dan kapasitas medis yang rendah menghadapi penyakit yang meluas.
Saya takut ketika Covid-19 mencapai kamp-kamp pengungsi yang sempit dan tempat penampungan sementara yang genting di seluruh dunia, di mana menjaga jarak sosial (social distancing) tidak mungkin dilakukan dan sumber daya medis sedikit.
Anak-anak, orang tua, dan terutama kakek nenek yang tinggal di sana akan segera dibiarkan berjuang sendiri melawan Covid-19. Dan itulah sebabnya, saya mendesak pemerintah dan kelompok kemanusiaan, seperti organisasi saya, melakukan sebanyak yang mereka bisa untuk membantu orang-orang yang paling rentan ini.
Ini sudah menjadi kebutuhan sejak lama. Saat ini, menolong mereka yang paling tidak mampu melindungi diri sendiri dari penyakit adalah suatu kewajiban moral dan politis bahkan—atau terutama—selama dampak kelumpuhan sosial dan ekonomi akibat krisis kesehatan global. Kita dapat dan harus mengurangi penderitaan yang disebabkan penyakit, terutama untuk mereka yang paling tidak mampu mengatasinya.
Rand Corporation dalam studi tahun 2016 mengungkapkan bahwa Afghanistan, Haiti, Yaman, dan 22 negara di Afrika menjadi 25 negara yang paling rentan terhadap wabah penyakit menular. Mayoritas dari 10 negara paling rentan ada di zona konflik.
Reorientasi
ICRC saat ini tengah melakukan reorientasi besar-besaran dalam aktivitas bantuan kemanusiaan, mengadaptasi pekerjaan kami yang sudah berjalan dengan realitas yang mengemuka saat ini. Di fasilitas-fasilitas medis yang kami dukung di Suriah, Somalia, dan Irak, kami menambah persediaan untuk kebutuhan dasar dan memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi.
Dalam fasilitas penahanan di lebih dari 50 negara, ICRC bekerja dengan otoritas setempat untuk memperkuat pemeriksaan kesehatan dan langkah pencegahan untuk penghuni baru, pengunjung, sipir, dan petugas pengantaran. Kami juga mendukung langkah disinfeksi dan mendistribusikan bahan-bahan higienitas.
Kami telah melihat tindakan-tindakan itu mencegah penyebaran kolera dan ebola di tempat-tempat penahanan di Guinea, Liberia, dan Kongo. Kita harus melakukan hal serupa terhadap Covid-19.
Itu semua adalah langkah penting sekarang ini. Namun, ada juga langkah penting lain: ICRC dan aktor kemanusiaan lain harus melanjutkan pekerjaan yang tak terkait Covid-19. Contohnya, sejumlah rumah sakit yang kami bantu di Sudan Selatan menerima lebih dari 145 pasien luka tembak dalam beberapa minggu terakhir. Mereka harus ditolong.
Kenyataan yang menyedihkan bagi orang-orang yang berada di tengah konflik, Covid-19 mungkin hanya jadi sebuah ancaman tambahan bagi nyawa mereka. Adalah untuk alasan baik Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan gencatan senjata global; aktor-aktor kemanusiaan membutuhkan semua ruang yang dimungkinkan untuk merespons pandemi ini.
Kenyataan yang menyedihkan bagi orang-orang yang berada di tengah konflik, Covid-19 mungkin hanya jadi sebuah ancaman tambahan bagi nyawa mereka.
Respons kami terhadap konflik dan Covid-19 pada waktu bersamaan sangat sulit karena beragamnya langkah penting yang diambil untuk mengatasi pandemi. Pembatasan perjalanan menghalangi penggalangan bantuan kemanusiaan dan menghambat tim kami memasuki negara-negara atau pengiriman pasokan. Kami terus berusaha mengatasi tantangan-tantangan ini, tetapi kami meminta pembuat keputusan membuat pengecualian untuk kerja-kerja kemanusiaan dan kesehatan.
Jika menolong adalah kewajiban moral, pemerintah dan aktor-aktor bersenjata yang terlibat konflik wajib memberikan proteksi terhadap ruang kemanusiaan yang netral dan imparsial, tidak memberi beban tambahan dengan berbagai peraturan dan pembatasan; setiap orang harus melindungi martabat manusia, tidak memarginalisasi, mengeksklusi, dan menstigmatisasi.
Saya takut serangan Covid-19 kepada yang paling rentan di dunia akan ganas. Waktu begitu singkat, tetapi kita harus bekerja bersama sekarang untuk sebisa mungkin mengurangi penderitaan apa pun yang akan terjadi. Pemerintah, pihak-pihak bertikai, dan pihak berwenang harus mengubah perilaku mereka. Virus tidak mengenal batas; dampak dari minimnya respons dan sumber daya bagi tahanan dan pengungsi dapat menghantui seluruh dunia.