Setelah memiliki perangkat hukum melaksanakan kedaruratan kesehatan untuk menghentikan penyebaran Covid-19, kita butuh segera penapisan massal.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi virus Covid-19, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 yang mengatur penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat terkait dengan pandemik Covid-19.
Terakhir, keluar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 sebagai pedoman pelaksanaan PSBB sebagai petunjuk pelaksanaan peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
Saat ini Presiden memilih PSBB sebagai cara menangani pandemi Covid-19 dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi Indonesia. Pembatasan sosial atau menjaga jarak fisik diyakini sebagai cara memutus rantai penularan Covid-19. Dengan adanya Permenkes itu, pelaksanaan operasional PSBB menjadi lebih jelas.
Selanjutnya, kita mengharapkan transparansi dalam penetapan PSBB di suatu wilayah. Setelah menetapkan peraturan pelaksanaan PSBB, pemerintah perlu segera bertindak cepat menapis orang yang jadi pembawa (carrier) virus Covid-19. Hal ini disebabkan tidak semua orang dengan Covid-19 menunjukkan gejala sakit.
Penapisan cepat dan massal dengan metode yang andal, terutama saat ini yang terbaik memakai polymerase chain reaction (PCR), mendesak segera diadakan dan diperbanyak. Orang yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 melalui PCR harus segera diisolasi. Semua yang berkontak dengannya harus segera dilacak dan juga diisolasi.
Kita belajar dari negara lain yang menerapkan PSBB. Di Korea Selatan, Singapura, dan Amerika Serikat, misalnya, penapisan massif dilakukan bersama-sama dengan pemberlakuan PSBB. Sementara hingga Sabtu (4/4/2020), menurut data resmi pemerintah, kita baru melakukan PCR terhadap 7.896 sampel. Jumlah ini terlalu sedikit untuk negara dengan penduduk sekitar 270 juta orang.
Kita meminta pemerintah dapat fokus menangani pandemi Covid-19 dan memiliki satu suara dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Informasi tidak boleh bermakna ganda karena akan membingungkan dan menimbulkan kekisruhan yang tidak perlu di masyarakat.
Saat ini suasana ketakutan berlebihan muncul di masyarakat. Hal ini terlihat, antara lain, dari penolakan terhadap pekerja yang pulang kampung, pemakaman jenazah orang dengan Covid-19, serta pengucilan dan stigma terhadap tenaga kesehatan ataupun keluarga orang dengan Covid-19.
Sejumlah kepala daerah hingga tingkat desa berinisiatif mengisolasi sementara warga yang pulang kampung ataupun pendatang. Di sini kejelasan dan ketegasan pemerintah mengatur PSBB sangat penting. Kita hindari tragedi kemanusiaan, seperti anak-anak yang ditolak lingkungan dan kerabat sebab orangtuanya terinfeksi atau meninggal akibat Covid-19.