Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menugaskan pemerintah untuk memprioritaskan para lansia. Hal ini diatur Pasal 5 Ayat 2. Bunyinya: ”Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi a) pelayanan keagamaan dan mental spiritual,” dan seterusnya.
Tampaknya hal ini perlu mendapat perhatian Kementerian Agama. Jatah peserta haji Indonesia di atas 200.000 orang. Tahun 2020 total 204.000 orang untuk seluruh Indonesia. Menurut Menteri Agama dari jatah itu 1 persen untuk warga lansia, berarti 2.040 orang. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018, jumlah penduduk lansia 24 juta orang. Itu berarti 9 persen dari keseluruhan jumlah penduduk (265 juta orang).
Seyogianya jatah untuk warga lansia dalam menunaikan ibadah haji juga 9-10 persen. Kementeriaan Agama menurut saya agak keterlaluan juga dalam mengatur prioritas bagi warga lansia ini. Misalnya orang yang berusia 95 tahun ke atas harus sudah terdaftar tiga tahun, sementara yang berusia 85-95 tahun harus sudah terdaftar lima tahun. Mengapa mereka tidak langsung diberangkatkan saja?
Saya sendiri sudah berusia 66 tahun dan sudah mendaftar di DKI sejak lima tahun lalu (nomor porsi 0900195607). Entah kapan saya berangkat naik haji.
Asvi Warman Adam Widya Graha LIPI, Jalan Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan
Masker Korona
Sebelum pengumuman dua kasus positif Covid-19 di Indonesia, harga satu kotak masker isi 50 Rp 22.000. Sekarang paling murah Rp 350.000 per kotak, bahkan banyak yang menjual seharga Rp 750.000. Sedih rasanya melihat kondisi ini. Bukankah pemerintah seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya, terutama dalam hal masker. Mestinya tersedia gratis di mana pun.
Saat ini rakyat yang khawatir menghadapi Covid-19 dengan kesadaran sendiri datang ke toko, ke apotek, atau order di internet untuk membeli masker, sebagai reaksi pertama mencegah korona. Sayangnya, jumlah masker yang tersedia sangat terbatas sehingga terjadi kelangkaan masker yang membuat harga melambung tinggi. Semoga pemerintah bisa segera mengatasi masalah ini.
Indragung Priyambodo Bumi Sentosa, Nanggewer Mekar, Cibinong, Bogor
Tak Peduli Korona
Kami sekeluarga berbelanja di toko swalayan dalam suatu mal. Kami heran, di dalam mal sama sekali tidak tampak usaha untuk mencegah penularan virus tersebut. Petugas pintu masuk tidak mengenakan masker, tidak disediakan cairan pencuci tangan (hand sanitizer) baik di depan pintu masuk maupun di tempat makan (food court, restoran, supermarket, dan sebagainya).
Tidak tampak kegiatan penyemprotan dalam mal sebelum buka atau setelah mal ditutup. Seolah-olah tidak ada wabah Covid-19 yang sedang melanda di semua tempat. Apakah tidak ada instruksi untuk pencegahan virus ini dari yang berwenang? Atau pemilik mal yang acuh tak acuh? Sebaiknya diadakan pemeriksaan atau sidak atas semua mal sehingga penyebaran atau penularan virus korona dapat dicegah sedini mungkin.
Ini mengingat di mal ada banyak orang yang memudahkan terjadinya penularan. Dianjurkan juga agar didalam mal dipasang poster atau pengumuman pencegah virus ini, misal pembersihan tangan di pintu masuk dan sebelum makan di restoran, anjuran tidak bersin sembarangan, membuang lap tangan/tisu pada tempatnya, dan lain lain.
Dengan demikian, penularan atau penyebaran virus ini dapat dicegah dan diturunkan angkanya.
ALBERTUS SURITNO Cipinang Baru, Jakarta