logo Kompas.id
OpiniHitam-Putih Korona
Iklan

Hitam-Putih Korona

Ledakan permintaan atas barang-barang pencekal virus korona melambungkan hasrat menimbun dan memperkaya diri. Para pemimpin saling serobot mencari panggung, dengan pandangan saling berseberangan.

Oleh
Yudi Latif
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/_yKbhkRs9ad5fd56fh_BSTuDZ-Y=/1024x1024/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F57674064_1548261106.jpg
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO (NUT)

YUDI LATIF

Pada Oktober 1347, dua belas kapal dagang Genoa berlabuh di pelabuhan Messina, Sisilia, setelah mengarungi Laut Hitam. Banyak pelaut di kapal itu meninggal dengan sekujur tubuh bertabur gelembung hitam; membuat penyakit itu disebut ”Maut Hitam”. Otoritas Sisilia terlambat mencegah kapal itu berlabuh. Akibatnya, selama lima tahun kemudian, Benua Eropa dilanda pandemik penyakit pes yang melenyapkan sekitar satu pertiga penduduknya.

Kehilangan banyak penduduk, lahan yang semula sesak jadi lebih longgar. Penduduk desa bisa menguasai tanah lebih luas. Ketersediaan lahan garapan bersamaan dengan kelangkaan tenaga kerja membuat rakyat tak mau lagi tunduk pada sistem perbudakan. Untuk mengolah lahan baru, petani meminjam uang. Otoritas gereja mulai toleran terhadap bunga pinjaman. Semua itu menumbuhkan kemakmuran bagi Eropa, yang sebagian diinvestasikan bagi inovasi teknologi.

Editor:
Antony Lee
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000