Demokratisasi di Myanmar berjalan tidak mudah. Upaya untuk mengurangi peran militer dalam pentas politik di negara itu menghadapi jalan buntu.
Oleh
·2 menit baca
Langkah Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar mengurangi peran militer dalam politik Myanmar masih menemui kendala. Parlemen Myanmar yang 25 persen kursinya dikuasai militer tidak menyetujui upaya demokratisasi yang diusahakan NLD. Perubahan yang gagal disepakati antara lain pengurangan jumlah anggota parlemen dari militer.
Selain itu, seperti diberitakan harian ini pada Kamis (12/3/2020), parlemen juga menolak menghapus kata ”disiplin” dari frasa ”sistem demokrasi multipartai yang asli dan disiplin” dalam definisi sistem politik Myanmar. Rencana menghapus pasal yang menyebut panglima angkatan bersenjata sebagai ”panglima tertinggi semua angkatan bersenjata” juga tidak berhasil.
Di semua negara demokratis, politik dijalankan sepenuhnya oleh otoritas sipil. Kekuatan militer berada di bawah otoritas sipil yang dipilih secara berkala dan demokratis. Kekuatan-kekuatan politik ini berwujud pada perwakilan partai di parlemen. Karena itu, ada ungkapan, tanpa partai politik, maka tidak ada demokrasi.
Selain itu, demokrasi juga mengandung prinsip kebebasan pers, kebebasan berserikat, kebebasan berkumpul, perlindungan hak asasi, serta penegakan hukum. Semua hal ini juga diwujudkan oleh aparat sipil.
Meski demikian, situasi tersebut belum sepenuhnya terjadi di Myanmar. Negara yang memulai penerapan demokrasi baru beberapa tahun silam itu masih memberikan porsi cukup besar terhadap militer dalam pengambilan keputusan politik meski tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi telah dijadikan salah satu pemimpin pemerintahan Myanmar.
Sejarah negara tetangga Myanmar di Asia Tenggara juga memperlihatkan sulitnya mengurangi peran militer dari politik. Perlu perdebatan panjang di parlemen dan kesepakatan luas secara nasional bahwa sudah saatnya militer meninggalkan pentas politik. Hal yang tidak kalah penting ialah para pemimpin militer bersedia meninggalkan politik. Hanya dengan cara itu, demokratisasi dapat terwujud.
Memang, penerapan demokrasi tidak menjamin sebuah negara menjadi sejahtera, bebas dari korupsi, dan bergerak cepat dalam menjalankan pembangunan nasional. Akan tetapi, demokrasi memastikan ada saling cek, perimbangan kekuatan, dan kebebasan bagi masyarakat untuk mengkritik pemerintah. Kekuasaan tidak terpusat pada kelompok tertentu. Dalam konteks demikian, sangat penting perekrutan pemimpin dan anggota parlemen oleh partai politik dilakukan secara baik. Mereka yang dicalonkan benar-benar memiliki keberpihakan pada rakyat dan tidak memburu rente.
Upaya NLD masih belum didukung luas. Namun, kita berharap semangat memperjuangkan demokratisasi di Myanmar tak padam. Bahkan, besar kemungkinan, lewat demokrasi, kekerasan atas warga di Rakhine pelan-pelan teratasi.