Menyempurnakan sistem pemilu merupakan keputusan kelembagaan penting di negara demokrasi mana pun. Gol atau tidak, kini DPR memegang bolanya.
Oleh
·2 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian (tengah) berfoto bersama undangan dan peserta Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Pemerintahan Umum dan Deteksi Dini Mendukung Sukses Pilkada Serentak Tahun 2020 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (27/2/2020). Rapat koordinasi itu juga dihadiri kalangan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Badan Intelijen Negara (BIN) selain dari jajaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).
Menyempurnakan sistem pemilu merupakan keputusan kelembagaan penting di negara demokrasi mana pun. Gol atau tidak, kini DPR memegang bolanya. Terkait keserentakan pelaksanaan pemilu, Mahkamah Konstitusi menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk memutuskan.
MK hanya menegaskan, pelaksanaan pemilu yang konstitusional adalah tidak lagi memisahkan penyelenggaraan pemilu legislatif dengan pemilu presiden dan wakil presiden. Alasannya, keserentakan sistem pemilu itu terkait sistem pemerintahan presidensial.
Namun, terkait keserentakan pelaksanaan pemilu dan pilkada, hal itu diserahkan kepada pembentuk undang-undang. DPR yang mengajukan usul inisiatif revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, atau biasa disebut UU Pilkada, akan mengambil peran penting.
Sistem pemilu yang baik harus memastikan seluruh rakyat mudah menyalurkan aspirasi, memudahkan semua calon pemimpin berkompetisi secara adil, dan pascapemilu mendorong pemerintahan efektif, sistem kepartaian berkembang, dan memudahkan rakyat mengevaluasi. Dengan spirit itu, kita berharap para wakil rakyat menyempurnakan sistem pemilu, terutama terkait keserentakan pemilu.
Paling tidak ada enam varian pilihan yang terbagi dalam dua kelompok. Tiga varian pertama adalah pemilu dilakukan serentak untuk memilih anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), presiden/wakil presiden, DPRD provinsi, juga DPRD kabupaten/kota seperti pada 2019. Kedua, pemilu dilakukan serentak memilih anggota DPR, DPD, presiden/ wapres, sekaligus juga memilih gubernur, bupati/wali kota. Ketiga, pemilu serentak memilih anggota DPR, DPD, presiden/wapres, sekaligus memilih anggota DPRD provinsi, DPR kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.
Tiga varian lain, pertama, pemilu serentak memilih anggota DPR, DPD, presiden/wapres, kemudian digelar pemilu serentak lokal memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota. Kedua, pemilu serentak nasional memilih anggota DPR, DPD, presiden/wapres dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak memilih anggota DPRD provinsi dan gubernur, lalu disusul pemilu serentak memilih anggota DPRD kabupaten/ kota dan bupati/wali kota. Ketiga, pilihan lain sepanjang menjaga keserentakan pemilu nasional memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wapres.
Dari sejumlah varian itu, memberi jeda pelaksanaan pemilu serentak nasional dan lokal dinilai lebih masuk akal. Pemilih akan lebih dimudahkan karena surat dan kotak suara lebih sedikit. Pemilu lima kotak pada 2019 terbukti membuat bingung dan menyebabkan banyak surat suara tidak sah.
Pemberian jeda akan memudahkan penyelenggara pemilu mendistribusikan logistik dan penghitungan suara, juga pengawasannya. Pemisahan pemilu nasional dan lokal juga lebih bisa menggerakkan ekonomi daerah. Berbagai isu lokal penting akan semakin banyak terangkat ke permukaan. Kita ingat, lebih dari 450 petugas pemilu meninggal pada Pemilu 2019.