Saat warga dunia bersama-sama melawan virus korona baru, ada virus lainnya yang harus dihadapi. Prasangka dan kebencian, kini, juga menyebar bagaikan virus.
Oleh
·2 menit baca
Seperti diberitakan Kompas, prasangka dan kebencian atas dasar perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan itu bak virus, terus menyebar dan menjangkiti banyak orang di mana saja. Bukan hanya di Indonesia, virus intoleransi itu pun menjangkiti sejumlah negara maju (Kompas, 18/2/2020).
Bahkan, dari berbagai data, virus intoleransi itu cenderung meningkat sebarannya. Kementerian Agama, akhir tahun lalu, merilis indeks kerukunan umat beragama di Indonesia tahun 2019 berada pada angka 73,83. Provinsi dengan indeks kerukunan beragama tertinggi adalah Papua Barat dengan nilai 80. Provinsi Aceh memperoleh angka terendah, 60. Indeks kerukunan umat beragama tahun 2019 lebih tinggi dibanding 2018, sebesar 70,9. Namun, indeks kerukunan umat beragama pada 2019 lebih rendah dibandingkan 2015, 75,36. Indeks itu menyangkut toleransi, kerja sama, dan kesetaraan.
The Economist Intelligence Unit mengaitkan demokrasi dengan toleransi. Indeks demokrasi Indonesia tahun 2019, dari 165 negara yang dinilai, cenderung stagnan, dengan angka aspek kebebasan sipil 5,59 dalam skala 10. Kian besar nilainya, kian baik kondisinya. Kebebasan sipil terkait dengan toleransi, kebebasan beragama, serta diskriminasi berbasis agama dan rasial. Pew Research Centre menunjukkan pula, sejak tahun 2007 tingkat intoleransi di Indonesia juga cenderung naik. Indonesia rentan terhadap radikalisme.
Virus prasangka dan kebencian atas dasar perbedaan merambah sekolah pula. Kasus bullying (perundungan) berdasar atas perbedaan berulang kali menghiasi media massa dengan pelaku sebagian masih pelajar. Di lembaga pendidikan, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan prinsip penyelenggaraan pendidikan, antara lain demokratis, berkeadilan, serta tak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kasus kekerasan di masyarakat atas dasar perbedaan juga marak terjadi, apalagi menjelang dan saat pemilu dan pemilihan kepala daerah. Sepanjang 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika menangani 1,5 juta konten negatif, termasuk ujaran kebencian. Tahun 2019, konten negatif yang diadukan masyarakat 431.065 aduan. Nasihat dalam bahasa Arab, ikhtilafuhum rohmah (perbedaan adalah rahmat).
Dialog terbuka antarkelompok berbeda, apalagi dilakukan sejak dini, adalah cara yang diyakini efektif untuk membangun kebersamaan. Di Jakarta, Senin (17/2/2020), Festival Toleransi Convey Day 2020 ”Be Inspiring, Be Tolerant” menyuarakan, kebersamaan dan keterbukaan penting untuk mengikis prasangka dan kebencian atas dasar perbedaan. Azyumardi Azra, Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta, mengingatkan pula, kejahatan atas dasar kebencian bisa membuat Indonesia terdisintegrasi dan berkeping-keping. Mari bersama melawan virus prasangka dan kebencian.