Seorang guru SMA Negeri 12 Kota Bekasi, Jawa Barat, diberi sanksi karena melakukan kekerasan terhadap siswanya. Kasus kekerasan oleh guru bukanlah yang pertama.
Oleh
·2 menit baca
Masih di Kota Bekasi, Februari tahun lalu, seorang guru SD swasta dilaporkan melakukan kekerasan fisik terhadap siswanya yang berusia 10 tahun. Di Kota Manado, Sulawesi Utara, tahun lalu, seorang guru SMP swasta juga diadukan ke polisi, sebab anak didiknya yang baru berusia 14 tahun meninggal saat menjalani hukuman dari guru itu.
Kekerasan oleh guru terhadap siswanya, yang tak hanya fisik, tetapi juga seksual, nyaris terjadi di berbagai daerah. Kasus yang terungkap di masyarakat diyakini hanya fenomena gunung es. Jumlah kasus kekerasan oleh pendidik lebih banyak lagi.
Nyaris bersamaan, tiga SMP swasta di Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ditetapkan sebagai tersangka karena bersama-sama melakukan perundungan (bullying) terhadap seorang siswi, rekannya. Seperti kasus kekerasan oleh guru, tahun lalu sejumlah kasus kekerasan oleh siswa terhadap siswa lain pun terjadi di berbagai daerah.
Miris lagi, kekerasan di sekolah melibatkan orangtua siswa. Kasus guru yang dianiaya orangtua pernah terjadi Makassar, Sulawesi Selatan; Bolaang Mongondow, Sulut; serta Mamuju, Sulawesi Barat. Puncak kisah pilu kekerasan di sekolah adalah saat siswa pun berani menganiaya guru, seperti tahun 2018 di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, dan tahun 2019 di Manado, yang berakhir dengan kematian sang guru.
Seperti warga negara lain, baik guru maupun siswa memiliki hak untuk hidup, tidak disiksa, dan bebas dari diskriminasi, seperti diatur Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945 memastikan, ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Perlindungan bagi anak, termasuk siswa, diperkuat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 54 menuliskan, anak di lembaga pendidikan wajib memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan kejahatan lain. Perlindungan terhadap anak wajib dilakukan oleh pendidik, sesama siswa, aparat, dan masyarakat.
Sistem Pendidikan Nasional, seperti tertuang pada UU Nomor 20 Tahun 2003, juga memastikan pendidikan di negeri ini diadakan secara demokratis, berkeadilan, tak diskriminatif, serta menghargai nilai-nilai kemanusiaan, keagamaan, budaya, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan memerlukan pula keteladanan, pengembangan kreativitas, dan pembelajaran.
Jika membaca berbagai aturan itu, semestinya tidak ada lagi kekerasan di lembaga kependidikan di negeri ini. Kekerasan bisa terjadi karena sebagian pihak mau menang sendiri, tak bersedia berdialog, dan tak mampu memberikan keteladan. Kekerasan di lembaga pendidikan harus dihentikan bersama dengan melihat kembali dasar terselenggaranya pendidikan di negeri ini. Disiplin itu penting di sekolah, tetapi penegakannya tetap harus manusiawi. Siapa pun harus menyadari, pendidikan adalah cara terbaik meningkatkan kualitas bangsa.