Perintah Presiden Jokowi itu tentu merupakan bentuk dari upaya untuk membangun ekosistem antikorupsi. Namun, perintah saja tidak cukup perlu diwujudnyatakan secara masif. Korupsi bisa menyeret negara menjadi negara gagal
Oleh
·2 menit baca
Di beranda Istana Negara, tiga bulan lalu, perintah penting telah terucapkan. ”Jangan korupsi! Ciptakan sistem yang menutup terjadinya celah korupsi.” Itu adalah perintah pertama dari tujuh perintah Presiden Joko Widodo kepada para calon menteri saat mengumumkan Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019. Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mendampingi Presiden.
Perintah itu tentu sangat penting karena diucapkan pertama kali. Setelah itu, barulah Presiden Jokowi menyampaikan enam perintah lainnya. Mulai dari tidak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden dan wakil presiden; kerja cepat, kerja keras, dan kerja yang produktif: jangan terjebak dalam rutinitas yang monoton; kerja yang berorientasi hasil nyata; selalu mengecek masalah di lapangan dan menemukan solusinya; terakhir, semua harus serius bekerja. Kini, setelah pemerintahan Jokowi-Amin berjalan hampir empat bulan, ada baiknya kita cermati realisasinya. Sudah sejauh manakah hal itu diprogramkan, dijalankan, atau jangan-jangan malah terlupakan.
Perintah Presiden Jokowi itu tentu merupakan bentuk dari upaya untuk membangun ekosistem antikorupsi. Namun, perintah saja tidak cukup; perlu diwujudnyatakan secara masif untuk mengatasi wabah korupsi yang masih merajalela. Korupsi jelas menghambat ekonomi karena memicu ekonomi berbiaya tinggi dan melemahkan daya saing bangsa. Korupsi juga menggerus moral bangsa, bahkan bisa menyeret sebuah negara menjadi negara gagal.
Robert Klitgaard dalam bukunya, Corrupt Cities A Practical, Guide to Cure and Prevention, mengingatkan, kunci pemberantasan korupsi adalah mengubah kebijakan dan sistem, tidak hanya memburu satu dua penjahat, membuat undang-undang dan peraturan baru, atau mengeluarkan imbauan agar semua orang meningkatkan moral.
Dia juga menegaskan, selama ada monopoli plus wewenang minus akuntabilitas, selama itu pula akan ada korupsi. Apabila gaji pejabat pemerintah kecil dan tidak mendapat insentif karena telah melakukan tugas dengan baik, dan bila sanksi bagi tindakan korupsi jarang ditegakkan dan ringan pula, maka korupsi dipastikan terus merajalela.
Keberhasilan pemerintahan Jokowi-Amin, yang dalam lima tahun ini memfokuskan pada lima hal, yaitu pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur, deregulasi, debirokratisasi, dan transformasi ekonomi, tentu juga sangat bergantung pada adanya tata kelola pemerintahan yang baik, good governance (Kompas, 8 Februari 2020).
Oleh karena itu, semestinya segenap jajaran Kabinet Indonesia Maju perlu melangkah lebih cepat membangun ekosistem antikorupsi di wilayah kerja masing-masing. Mulai dari perbaikan sistem kerja, budaya, regulasi, hingga tata kelola yang tidak memberikan ruang pada perilaku korup. Berikutnya, Presiden Jokowi harus menilai. ”Saya pastikan, yang nggak serius, nggak sungguh-sungguh, semuanya hati-hati. Bisa dicopot di tengah jalan,” tegas Presiden saat itu.